Bagian 43 | Jaringan Dalam

104 34 11
                                        

Bagian 43 | Jaringan Dalam

"Pada kesunyian hati, muncullah pesta menyalahkan diri sendiri."

🖋🖋🖋

Hari senin berlalu begitu cepat, menyapa orang-orang untuk berpamitan hingga berjumpa pekan depan pada hari yang sama. Walau demikian, suasana sama sekali tidak menunjukkan tanda akan pulih seperti hari-hari biasanya. Sejak detik Surya dibawa ke rumah sakit, hubungan antara para anggota ekskul tenis meja menjadi lebih canggung. Mereka yang biasanya menghabiskan waktu bersama-sama selama berjam-jam harus mulai menjaga jarak satu dengan yang lainnya.

Alasannya hanya satu, yaitu rasa marah pada sosok pelaku yang melukai Surya dan menculik Sabili. Hanya saja mereka tidak tahu harus melampiaskan semua itu kepada siapa. Oleh karena itu, mereka memilih mencurigai satu sama lain.

Bahkan selepas hari berganti, mereka masih belum berkeinginan beranjak dari rumah sakit. Mereka khawatir jika Surya harus mengalami hal lebih buruk akibat mereka tinggalkan nantinya. Meski Ibunda Surya sudah berulang kali menyuruh mereka pulang, agaknya rasa enggan masih mengerubungi masing-masing perasaan mereka.

Waktu sudah menunjukkan jam empat pagi. Suara dari masjid yang memperdengarkan lantunan ayat Al-Quran mulai menyapa telinga. Deru kendaraan di jalanan ikut mengawali hari. Aktivitas di rumah sakit pun mulai berjalan setelah beberapa waktu berhenti.

Petugas medis mulai berjalan-jalan seraya membawa kertas-kertas yang akan diisi menggunakan hasil pemeriksaan pasien. Mereka bergerak perlahan dan hati-hati demi menghindari suara keras yang bisa membuat pasien serta pengunjung terganggu. Terlalu sepi untuk diabaikan, terlalu tenang untuk diganggu. Suasana rumaj sakit amat meneduhkan. Lampu-lampu pagi ini tampak berkurang intensitasnya, menciptakan suasana damai dan tenang.

Di bawah penerangan minim, terdapat seorang pemuda yang baru saja terbangun dari tidurnya. Ia mengusap wajahnya beberapa kali, lantas bangkit dan berjalan menyusuri lorong menuju tempat motornya berada.

"Abim!" panggil seseorang menyusul derap lelaki bernama Abimanyu.

Sang pemilik nama spontan menoleh. Ia mengulas senyum tipis sambil memperlambat laju kakinya.

"Abim mau pergi?" tanya Hendra seraya merangkul temannya itu. Kelopak mata pun kantung matanya bengkak karena menangis cukup lama semalam.

Terdiam sejenak, Abimanyu menghela napas panjang. "Iya. Kalau gue tetap di sana, gak menutup kemungkinan kalau nanti salah satu dari kalian bakalan celaka."

"Hush! Kenapa ngomong gitu? Jaga ucapan, gak boleh melontarkan hal-hal jelek seperti itu!" tegur Hendra menepuk pelan bahu sang kawan.

"Kenyataannya gitu, bang. Gue adalah sumber masalah. Semuanya menjadi rumit sejak gue menjabat sebagai ketua ekskul tenis meja."

Langkah kaki Abimanyu bergerak cepat melewati kemarik-kemarik lantai yang terasa dingin apabila diinjakkan tanpa alas kaki. Dalam hatinya, Abimanyu berharap supaya Hendra tidak berusaha menyeimbangkan langkah dirinya. Ia ingin Hendra segera pergi ke tempat teman-teman lainnya berada.

Kejadian semalam cukup membekas pada ingatan Abimanyu. Galen yang histeris seraya menyuruhnya supaya bertindak mencari solusi, lalu telepon misterius yang ia tidak ketahui sosok peneleponnya, kemudian pertikaian antara Jeffran dan Jonathan karena perbedaan pendapat- bagian ini Abimanyu ketahui setelah diceritakan oleh Hendra.

Renggang dalam satu malam. Seperti demikianlah mereka kala ini.

"Semua akan baik-baik aja, Bim. Abang yakin kok! Permasalahan yang kita alami ini hanya karena murni kita kurang waspada. Gak bakalan ada peristiwa besar lagi, lo tenang aja pokoknya, ya?" ucap Hendra menepuk ringan bahu sang lawan bicara.

JERUJI IKRAR | TAMAT & TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang