Bagian 39 | Saksi Mata

100 45 11
                                        

Song recomendation : Higher (Ava Grace)

Bagian 39 | Saksi Mata

"Tempat yang dirasa aman adalah tempat paling berbahaya."

🖋🖋🖋

Waktu telah menunjukan setengah dua belas siang, namun Abimanyu masih belum beranjak dari tempatnya. Dia sedang berteduh seorang diri di depan bengkel yang sudah tutup cukup lama karena di tinggal pemiliknya ke Makassar. Hujan turun amat deras, padahal perkiraan cuaca mengatakan hari ini akan cerah berawan.

Abimanyu menyatukan kedua tangannya, lantas meniupkan udara pelan-pelan supaya terasa hangat. Salahnya karena tidak membawa jaket, hanya mengenakan pakaian putih abu-abu seadanya bercampur dengan vest berlogo SMA Pinang Gading.

"Gue pikir Bianka pacarnya bang Kavio, ternyata adiknya. Memang, ya, dunia itu penuh kejuatan tak terduga." Abimanyu bergumam sendirian demi mengusir rasa sepi.

Dia memandang ke depan, memperhatikan orang-orang berlalu-lalang memakai jas hujan atau ada yang nekat hanya membawa payung saja.

"Kejutan lainnya, SMK Pariwisata kehilangan 7 orang muridnya, tapi gak ada yang melaporkan masalah itu ke pihak berwajib. Seolah-olah semua itu bukan masalah besar, lalu agak mustahil polisi melewatkan fakta itu."

Helaan napas kasar keluar begitu saja dari mulut Abimanyu. Ia seakan-akan ingin mengeluarkan segala keresahan hatinya saat ini. Terlalu banyak kejadian menimpanya. Terlalu banyak kebenaran yang memenuhi pemikirannya.

"Semuanya tampak masih abu-abu, gak ada bukti spesifik yang membuat gue menduga siapa pelaku pada kasus ini! Belum lagi bahaya yang bakalan gue terima saat masuk sekolah," keluh Abimanyu menundukan kepalanya. Ia mengacak rambutnya setengah frustrasi.

Hari ini ia bolos sekolah, entah kejadian apa yang ia lewatkan. Namun Abimanyu tahu, bahwa sesungguhnya ia masih menajdi incaran untuk melayani kepuasan hasrat para pembully di organisasi penerima hak istimewa tersebut. Abimanyu harus membayar harga mahal karena ia mewarisi gelar ketua ekskul. Padahal ia sama sekali tidak terlibat akan kejadian masa lampau.

"Ah, kira-kira besok gue bakalan diapain ya sama mereka?" tanya Abimanyu tersenyum miris meratapi nasibnya. Ia tidak terintimidasi hanya dengan penyiksaan yang tak seberapa itu, tetapi ia khawatir apabila harus mendekam di rumah sakit lagi dan membuat orang terdekatnya cemas.

Embusan napas panjang kembali keluar. Sekarang embusan itu lebih menggambarkan perasaan Abimanyu yang ingin menyudahi semua yang terjadi dengan tuntas tanpa meninggal tunas baru.

"Jalan satu-satunya sekarang pergi ke bang Kavio dan nanya sama Bianka," ujar Abimanyu penuh tekad. "Gue bakalan membuat semua ini menjadi lebih cepat dan lebih sederhana. Kalau memang kehancuran bang Yudhis sama teman-teman kami lainnya yang diinginkan pelaku, dia salah besar! Dia gak bakalan bisa menunaikan niatnya. Bang Yudhis sama teman-teman lainnya bakalan selamat dan mengumumkan ke dunia mengenai kejadian yang mereka alami! Gue bakal wujudkan semua itu!"

Genggaman tangan Abimanyu menguat dibandingkan sebelumnya. Tatapannya membara menginginkan keadilan. Ia sudah menanamkan suatu hal dalam dirinya, yaitu ia akan membebaskan Yudhistira dan teman-teman lainnya. Ia pun berjanji bahwa jasad di makam-makam temannya akan ia kembalikan ke tempat mereka seharusnya dengan batu nisan yang terukir nama mereka sendiri.

Tidak terasa hujan mulai reda. Abimanyu segera naik ke atas motornya dan menunggangi kuda besi itu di jalanan aspal yang masih basah akibat serbuan hujan.

Roda motor Abimanyu seperti sudah bersahabat dengan jalanan licin, sehingga anak berlesung pipi itu bisa memacu motornya lebih kencang. Meski demikian, Abimanyu masih tetap menyertakan peraturan tata tertib lalu lintas untuk tidak menerobos lampu merah, menyalip di antara kendaraan besar, dan lain sebagainya.

JERUJI IKRAR | TAMAT & TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang