"De, tolong ya! Kamu ke kantor kakak terus tanyain ke temen kakak di sana. Tadi meeting bahas outfit bukan? Terus besok pake outfit apa buat on air, temanya apa . ."
"Temen kakak namanya siapa?"
"Siapa ajah yang kamu temuin di kantor deh, yang penting orangnya glowing, itu udah pasti artis. Tanyain ajah pokonya ya, kakak ga bisa ke sana soalnya masih di apartemennya Lala nih, dia sakit ga ada yang urus."
Seorang gadis mungil itu mendesah malas, mendengar perintah kakak nya yang pasti harus selalu ia penuhi. Mau tidak mau, ia tidak punya pilihan lain. Sebagai adik, dirinya memilih untuk mengiyakan saja apapun pinta sang kakak
"De?!"
"Iya iya ka, aku kesana nih. Lagi nyalain motor bentar, aku tutup telponnya ya"
"Oke de, love you Abil sayang!"
Padahal gadis bernama Abil yang akan menutup telponnya tapi sang kakak sudah terlebih dahulu memutuskan sambungan. Setiap hari juga begitu, tidak ada yang aneh bagi Abil.
Bertengger di atas vespa putih kesayangannya, bersiap diri untuk melajukan motornya secepat yang ia mampu. Beruntung, jarak antara kampus dan kantor kakak nya tidak jauh bahkan terbilang dekat sekali. Hingga dalam waktu sepuluh menitpun sudah sampai di sana.
Gadis cantik yang menyampirkan tas selempang di pundaknya juga beberapa buku tipis yang ia dekap di depan dadanya, ini bukan pertama kalinya datang ke tempat ini. Sehingga tanpa banyak bertanya dan berinteraksi dengan orang lain pun ia sudah hafal kemana arah ruangan Kaka nya berada.
Terakhir kali ke sini, tiga hari yang lalu. Waktu itu, Abil memasuki ruangan kakaknya dan menemukan seorang perempuan yang tak lain adalah sahabat kakaknya sendiri yang sedang berada di ruangan sang kakak. Mungkin hari ini juga begitu.
Ruangan yang berada di lantai tiga itu perlu menggunakan lift demi menapakkan kaki di sana. Sudah biasa, Abil terbiasa sendiri di dalam lift tanpa rasa takut pada apapun.
Namun, sepertinya kali ini ia tidak sendiri. Ada tubuh yang menjulang tinggi di hadapannya, berada di dalam lift yang sama dengannya. Abil mencondongkan sedikit tubuhnya ke depan, untuk mengetahui siapa pria di depannya yang sedang fokus menatap layar ponsel di tangannya.
Wajahnya putih, bersih, dan . . Tampan. Persis seperti yang kakaknya katakan, glowing!
"Yang penting orangnya glowing, udah pasti artis!"
Abil ingat kalimat itu, daripada jauh-jauh pergi ke ruangan kakaknya, lebih baik ia bertanya pada pria di hadapannya saja.
Abil berdeham demi memecah keheningan, sebelum akhirnya langkahnya ia tarik kedepan. Mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh pria yang jauh tinggi di atasnya.
"Ka, maaf mau tanya . ."
Merasa terpanggil, pria itu menoleh meski layar ponselnya tetap menyala.
"Boleh" jawabnya singkat. Membuat Abil sedikit meringis, bagaimana bisa ada pria se-fokus ini pada ponsel sampai menjawab pertanyaan lawan bicaranya pun terlihat tidak berminat.
"Kakak, abis ikut meeting ya buat on air besok?"
Pria itu menoleh lagi, "iya" jawabnya tak kalah singkat dari sebelumnya.
"Eum, tadi ada bahas apa aja ya ka?"
Pria itu terlihat mengangkat sebelah alisnya, kemudian kembali menetralkan ekspresinya seperti sedia kala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pintu yang sama
Любовные романыKisah antara dua orang manusia, datang menggunakan dua pintu masuk yang berbeda. Kemudian berada dalam satu ruang yang sama. Saling mengubah perasaan, keadaan juga suasana. Namun, sebagai manusia, tentu keduanya memiliki kesadaran penuh akan ketidak...