"Mah, pah, kak Caca. Adek berangkat ya!"
Satu-persatu tangan ia kecup sebagai bentuk penghormatan. Tapi tangan Abil ditahan oleh papahnya setelah selesai mengecup punggung tangan berurat itu.
"Akhir-akhir ini semangat terus nih ngampusnya."
Mata Abil bertemu dengan manik hitam papahnya yang terlihat hendak mengintrogasi. Segera ia lepaskan jemari mungilnya dari kungkungan jari-jemari yang besar milik papahnya.
"Ya, kan, aku masih muda pah, harus semangat belajar!"
"Iya iya betul, tapi biasanya anak muda kalo lagi semangat itu pasti ada sebabnya loh. Lagi deket sama temen cowo di kampus, misalnya. Iya kan?"
Abil segera menggelengkan kepala, tentu tebakan papahnya salah. Abil tidak sedang dekat dengan teman cowo manapun, tapi sedang dekat dengan dosen di kampusnya. Ia simpan rapat jawaban itu, jangan sampai papahnya tau Fero adalah salah satu dosen di sana.
"Kalo adek mau bawa temen cowo adek ke rumah, ga papa. Atau mau di kenalkan ke kita juga nggak papa de" kali ini, ibunya ikut bersuara.
Yang mau aku bawa sih bukan temenku tapi dosen dikampusku mah, boleh kah? Tanyanya dalam hati. Abil melempar senyum kemudian mengangguk.
"Mah, pah, udah ya. Adek mau berangkat. Gak enak ditungguin Deva dan papihnya di depan."
Sebab semalam Deva mengatakan ia akan menjemput Abil bersama papihnya. Dan Abil sudah meminta izin soal ini pada om Firman, tentu boleh.
"Salam ya untuk Deva dan papihnya!"
Abil mengacungkan jempol sebagai jawaban dari ucapan sang papah. Ia kemudian berjalan melewati keluarganya. Buru-buru ke depan, memakai sepatu dan berlari kecil menghampiri mobil yang menunggu di depan gerbang rumahnya.
"Depan bil!" Titah Deva sebelum Abil membuka pintu penumpang di bagian belakang.
"Hah?"
"Iya, kamu di depan aja sana" ulang Deva lagi, saat mendapati wajah Abil yang bingung.
Meski akhirnya menuruti. Abil membukakan pintu penumpang di sebelah pengemudi, lalu masuk ke dalam dan sudah mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan papihnya Deva seperti yang ia lakukan pada orang tuanya tadi.
"Om..." Ucapnya, saat tak ada tangan yang membalas uluran tangan mungilnya.
Abil mendongak, selepas memasang seatbelt dengan baik.
"Loh?" Yang ia lihat adalah pria berkemeja putih dengan dasi menggantung di lehernya, rambut rapih ke samping, kumis tipis dan sedikit bulu yang menghiasi dagunya. Netra hitam yang menatapnya lekat, di iringi senyuman yang khas.
Abil menoleh ke belakang, ada Deva yang juga sedang menyengir kuda ke arahnya.
"Katanya papih kamu, ko berubah jadi kak Fero?!" Abil menuntut kejujuran sahabatnya. Deva berbohong kah pada Abil?
"Kamu bohongin aku Dev!"
"Nggak nggak, aku gak bohongin kamu bil. Maksud aku tuh, yang bakal antar kita ke kampus itu kak Fero tapi pake mobilnya papih"
"Kenapa?"
"Karena kalo pake mobil kak Fero pasti papahmu tau dan pasti ngelarang juga kan?"
Deva benar, sebab mobil inilah yang tidak dicurigai oleh om Firman sama sekali. Om Firman tidak akan tahu siapa manusia di dalamnya yang sedang mengendalikan setir.
Abil seharusnya berterima kasih bukan tak terima dibohongi seperti ini. Ia hanya sedang merasakan gugup tiba-tiba saat tahu, Fero lah yang berada di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pintu yang sama
RomanceKisah antara dua orang manusia, datang menggunakan dua pintu masuk yang berbeda. Kemudian berada dalam satu ruang yang sama. Saling mengubah perasaan, keadaan juga suasana. Namun, sebagai manusia, tentu keduanya memiliki kesadaran penuh akan ketidak...