Bab 8 - Kepeduliannya

1.6K 255 35
                                    

Gelak tawa terdengar ramai menggelegar meski tidak begitu jelas. Sudah Abil pastikan itu berasal dari studio musik pribadi yang ada di rumahnya. Abil sempat diberi tahu oleh Caca bahwa malam ini Caca dan teman-temannya akan menonton film bersama. Mungkin mereka menggunakan proyektor mini milik papahnya, seakan-akan sedang menikmati film di dalam bioskop sungguhan.

Abil baru saja menyelesaikan ritual mandinya. Ia sudah bersiap diri akan turut bergabung menonton film bersama teman-teman kakaknya. Tapi, Abil rasa ada keinginan lain selain itu. Meskipun berusaha Abil tahan tetap saja, ia tidak bisa. Kelemahannya di sini, Abil terlalu transparan setiap menunjukan perasaannya sendiri.

Seperti sekarang ini, berkali-kali ia rapihkan hijabnya sebelum menggeser pintu ruangan yang sedang dihuni oleh banyak orang itu.

"Halo semuanya, izin masuk ya!" Abil menyembulkan kepalanya sebelum tubuhnya melewati pintu ruangan. Membuat semua mata yang tadinya terfokus pada dinding kini beralih melihat Abil.

"Masuk dek Abil, sini sini" bukan kakaknya yang mempersilahkan melainkan seorang pria kelahiran sunda yang sudah menggeser tubuh agar Abil mendaratkan tubuhnya di samping dirinya.

"Makasih bang Kepin."

Abil melangkah masuk, menggeser kembali pintunya hingga tertutup rapat. Ia berjalan mendekat pada kerumunan orang-orang yang sudah sejak lama ia kenal.

"Dek mau duduk sini gak?" Tawar perempuan berambut lurus yang tak lain adalah Sofia.

"Eh sini ajahhh" timpal seorang pria yang rambutnya bergelombang.

"Dih, gua yang udah nyiapin tempat buat Abil" protes Kepin yang sempat menggeser tubuhnya demi Abil agar duduk di sampingnya.

"Kata guamah mending di sini dek, sama Abang Ais ajah yu" sekarang giliran pria bernama Ais yang kerap kali Abil panggil Abang. Tapi nyatanya semua teman kakaknya Abil sama ratakan memanggil Abang, kecuali Liyan dan . . Fero.

Tunggu, Abil tidak menemukan Fero di sini. Sejauh matanya menyapu setiap sudut ruangan, Abil tidak menemukan pria yang membuatnya semangat bergabung di sini.

"Hustttt, berisik. Sini dek, sama aku ajah sini. Ini filmnya tentang parent gitu. Nanti kalo kamu kebawa suasana sedih bisa langsung kakak peluk. Sini!" Kali ini kakaknya sendiri yang menawarkan.

Abil belum menjawab penawaran siapapun, ia masih memikirkan kemana perginya Fero. Jelas-jelas tadi Abil dengar, Fero akan bergabung bersama Caca dan teman-teman lainnya di studio. Tapi rupanya pria itu tidak ada di sini.

Sebenarnya, ingin sekali bertanya tapi Abil malu. Ya, malu menanyakan keberadaan Fero. Abil tidak ingin orang-orang di sini berpikiran aneh-aneh meskipun memang sedang ada sesuatu dalam perasaannya mengenai pria itu.

"Dek!"

"I-iya ka. Ga jadi deh, Abil ga jadi ikut nonton. Abil lupa punya tugas" alibinya seraya menepuk dahi, mendalami peran seolah ia lupa sungguhan. Wajah manis Abil terlihat tidak sedang berbohong saat ini.

"Sini bawa tugasnya, Abang bantu kerjain nih" penawaran menarik dari Kepin tapi sepertinya tidak cukup membuat Abil tertarik. Wajar saja, siapa yang tertarik pada penawaran yang sebenarnya tidak Abil inginkan. Abil jelas sedang berbohong, dan orang-orang di sana sepertinya percaya saja.

"Abil bisa sendiri bang. Yaudah, lanjutin nontonnya. Maaf ya Abil ganggu"

Tubuhnya berbalik menghadap pintu lagi, menggeser pintunya lalu menutupnya kembali. Sebenarnya ia tidak tertarik dengan kegiatan yang sedang dilakukan Caca dan teman-temannya kecuali mereka sedang berlatih vokal, Abil akan sangat tertarik mengikutinya.

Pintu yang samaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang