Bab 12 - Ruang ragu tentang masa lalu

1.5K 243 37
                                    

"Gua titip ini buat Caca"

Fero menyodorkan sebuah kotak berisi kue pada Liyan yang tengah berada bersamanya saat ini. Meski sedikit menyatukan alisnya, Liyan belum bertanya karena dengan cepat Fero kembali bicara.

"Bilang Caca, sorry buat semalem" tambahnya lagi.

"Kenapa bukan lu aja yang ngasih?"

"Tadi gua udah samperin Caca ke ruangannya, dia gak mau ngomong sama sekali. Kayanya masih marah"

"Segitu gak maunya ya dia duet sama gua Fer?"

"Udah, mending kasih ini sekarang!" Titah Fero sembari menepuk-nepuk kotak berisi makanan kesukaan Caca itu.

Liyan menghela nafas. Sebenarnya ia teramat senang karena diperintah Fero membantunya, artinya akan ada kesempatan bertemu Caca. Tapi mengingat Caca sedang mendiami Fero sebab semalam Liyan lah yang menggantikan Fero, membuat Liyan sadar. Betapa enggannya Caca berinteraksi lagi dengannya, apalagi sekarang. Sudah pasti banyak momen duet mereka yang tersebar dan ramai di sosial media. Sudah pasti Caca kesal juga akan hal itu.

"Sana yan, kasih ini sebagai permintaan maaf gua!" ulang Fero saat tidak ada pergerakan apapun pada Liyan.

"Yaudah kalo gak mau, gua suruh bang Dim yang bantuin gua. Pasti mau dia . ."

"Siap siap Fer!" Liyan bangkit kemudian meraih plastik berisi kotak kue kesukaan Caca. Mendengar nama bang Dim, Liyan jadi tak terima. Ia harus selangkah lebih maju dari pria yang sedang diincar Caca itu.

Sepertinya memang ancaman yang harus diberikan Fero pada Liyan mesti menyangkut pautkan bang Dim sebagai umpan.

***

"Mamah papah mu ga tau kamu jatuh Bil?"

Abil menggeleng tanpa melepas senyuman. Ia meyakinkan Deva bahwa tubuhnya sudah jauh lebih baik daripada tadi malam.

"Kenapa gak kamu kasih tau Bil?"

"Kamu kan tau, papah ku gimana."

Bahu Deva merosot ke bawah. Ia paham ke posesifan om Firman seperti apa. Ia tau resiko yang akan sahabatnya terima jika saja Abil memberi tahu orang-orang rumahnya bahwa ia mengalami kecelakaan.

"Kamu nahan sakit dong kalo di rumah?"

Abil mengangguk lagi. "Kamu obatin lukanya sendirian?" Timpal Deva kembali dengan pertanyaannya.

"Iya"

"Malam ini kamu harus nginep di rumahku bil, aku obatin luka kamu pokonya!" pintanya seraya mengelus punggung tangan Abil yang berada di pangkuannya.

Perlakuan manis Deva memang tiada bandingnya. Sahabatnya dari masa SMA ini selalu memperlakukan Abil sehangat sekarang.

Sekilas pikirannya melayang pada Fero, yang sepertinya akan menjemput Abil sore nanti. Sebenarnya, Abil ingin sekali kembali bertemu Fero, menghabiskan waktu dengan pria itu. Tapi tawaran Deva untuk menginap di rumahnya pun tak kalah pentingnya. Di rumah Deva, ia tidak perlu menahan perih karena luka di tubuhnya. Di rumah Deva ia bisa diberi bantuan untuk mengobati lukanya. Tapi semua itu ia tutup oleh kepura-puraan saat berada di rumahnya.

"Mau kan nginep di rumahku?"

"Wait!" Balas Abil kemudian mengeluarkan ponselnya dan sedikit menghindar dari Deva untuk mengetikan sebuah pesan.

"Wait!" Balas Abil kemudian mengeluarkan ponselnya dan sedikit menghindar dari Deva untuk mengetikan sebuah pesan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pintu yang samaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang