"Lu serius naksir sama Abil, fer?"
Pria yang menjadi objek pertanyaan Liyan hanya mengangguk tanpa menghentikan aktifitasnya yang sedang membalikan telur di atas teflon yang sedang ia pegang gagangnya.
"Sekian lamanya ya, ternyata hati lu bisa di dobrak juga sama bocil"
"Dia gak kaya bocil!" Sanggahnya spontan, tidak terima mendengar Liyan meremehkan gadis yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya.
"Dimata gua dia bocil, umurnya sama kaya diva adek gua."
"Adek lu aja kali yang bocil, Bila mah nggak" Fero memprotes lagi, tetap tidak bisa mengiyakan komentar Liyan yang jauh dari pendapat nya sendiri.
"Apasih yang Abil lakuin sampe lu tiba-tiba yakin jatuh cinta sama dia?"
Sekilas ia menoleh ke arah Liyan yang dengan santainya duduk di depan meja makan tanpa membantu Fero sedikitpun.
"Apa ya? Tar gua mikir dulu" balas Fero asal sembari menaruh telur yang sudah matang di hadapan Liyan. Sahabatnya itu hanya duduk manis bak tuan puteri yang sedang disiapkan makan oleh pelayannya.
"Oh, iya menurut gua . ."
Fero menarik satu kursi di hadapan Liyan, ia lalu menghadapkan tubuhnya pada Liyan. Meski membuat Liyan geli, pria itu tetap menghargai aksi Fero yang sepertinya akan menyampaikan sesuatu.
"Bila itu, adem orangnya. Teduh tatapannya, lembut, tenang . ."
"Menurut gua juga begitu, pokonya Abil tuh bisa membuat orang jahat jadi baik, ketemu Abil tuh kaya merasa dosa-dosa terhapuskan Fer, Se-positif itu dia."
"Halah, tadi lu bilang kaya bocil" protes Fero bangkit kembali dari duduknya. Sepertinya ia begitu muak dengan opini Liyan yang plin-plan.
"Iya, dimata gua bocil nya Abil ya tetep ada. Gua anggep dia kaya adek gua banget." Terang Liyan tetap dengan penilaiannya.
"Terserah lu deh!"
Tidak akan selesai berdebat, Fero lebih memilih menyantap nasi goreng dan dadar telur yang tadi dibuatnya.
Pagi ini, kegiatannya akan cukup padat. Kebetulan, Fero mendapatkan jadwal photoshoot salah satu produk. Sebagai publik figur yang baru terjun ke dalam dunia entertainment, Fero tentu memiliki semangat yang membuncah untuk setiap kegiatan barunya.
Ia sudah berjanji pada dirinya untuk menikmati peran di Indonesia sepulang nya dari Swedia. Menempuh pendidikan selama empat tahun di Swedia, membuat Fero merindukan Indonesia dengan segala isinya. Termasuk sahabat-sahabat SMA yang ia tinggalkan dulu. Liyan, Caca dan teman teman SMA yang sekarang menjadi teman kantornya juga.
Mungkin di dalam pertemanan mereka tidak tersedia kata perpisahan sehingga mereka bisa berkarir pada bidang yang sama saat ini.
Keheningan tercipta saat keduanya sibuk menikmati sarapan pagi ini, mempercepat aksinya karena enggan memakan waktu yang cukup lama.
Fero berhasil menghabiskan makanannya lebih awal dari Liyan, ia lalu bangkit untuk mencuci piring dan alat masak yang tadi digunakan.
Begitulah kehidupan kedua pria tampan ini. Apa apa serba dilakukan sendiri. Meski mampu menyewa asisten rumah tangga, tapi baginya itu tidak cukup penting jika dirinya masih sanggup melakukan banyak hal tanpa bantuan asisten.
"Yan, lu mau berangkat bareng gua apa gimana?" Tanyanya dari arah wastafel.
"Gua naik motor gua sendiri aja Fer"
Tak ada balasan lagi, sampai Fero berhasil membersihkan dapur setelah digunakan tadi. Ia meninggalkan Liyan yang masih saja duduk di depan meja makan. Menurutnya, Liyan sudah dewasa, pria itu tidak perlu lagi dituntut di arahkan. Biarkan saja ia melakukan suatu hal sesuai kehendaknya. Contohnya telat datang ke kantor musik hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pintu yang sama
RomanceKisah antara dua orang manusia, datang menggunakan dua pintu masuk yang berbeda. Kemudian berada dalam satu ruang yang sama. Saling mengubah perasaan, keadaan juga suasana. Namun, sebagai manusia, tentu keduanya memiliki kesadaran penuh akan ketidak...