"Kak Fero!"
Suara yang pagi tadi ia dengar, kini kembali terdengar menjelang petang. Wajah yang sedang ia tatap begitu lekat. Manik hitam pekat yang ia kunci di dalamnya.
Gadis yang baru-baru ini membuatnya keluar dari dunianya yang suntuk. Gadis yang membantunya keluar dari jalan yang awalnya lurus-lurus saja. Tidak pernah Fero bayangkan bisa duduk di depan satu meja makan yang sama dengan Abil.
Meski Deva dan tante Yuni ikut menatapnya, Fero tetap ber-atensi penuh pada Abil. Seolah magnet pada wajah Abil menariknya begitu kuat.
"Anak cantik kenal Fero?"
Akhirnya Tante Yuni bertanya juga. Mendengar nama putranya di sebut Abil dengan lantang."Ke──kenal tante" jawabnya kikuk.
Ia merasa terintimidasi oleh tatapan Fero yang selalu dalam menembus netranya.
"Baru mau tante kenalin padahal. By the way kenal dimana kalian?"
"Di lift mih" jawabnya dingin.
Abil? Tentu bukan. Fero yang mengambil alih jawabannya dengan ekpresi datar dan kalimat yang dingin.Tak biasa Abil dengar, biasanya Fero selalu bersikap hangat. Kenapa mendadak sedingin kulkas.
"Owh iya iya iya" jawab Tante Yuni sembari menyugukan piring ke hadapan Fero, Abil dan juga Deva.
"Fer, kerjaan gimna? Lancar?"
"Lancar mih"
Balasannya dijawab oleh dentingan sendok di atas piring milik Fero yang lagi lagi Tante Yuni siapkan.
"Biasanya artis baru banyak di uji, sekarang lagi ada masalah apa di dunia entertainment?"
Dada Abil berdesir mendengarnya, apalagi saat Fero tiba-tiba melirik ke arahnya tanpa senyuman sedikitpun.
"Ada masalah sedikit sih, tapi udah beres mih."
Seiring Fero menjawabnya, Abil menurunkan tatapannya. Menatap pahanya sendiri, seolah itu hal paling menarik dibanding wajah pria tampan di hadapannya saat ini. Hati Abil merasa tersenggol. Ia kira Fero akan bercerita tentang masalah yang sedang di hadapi hari ini. Ternyata tidak. Fero tidak banyak bercerita, di depan ibunya.
Ralat, ibu angkatnya. Bicara saja sesingkat-singkatnya, sepertinya Fero terlalu kaku di sini.
Kemana interaksi hangat Fero seperti saat bersama papahnya? Atau bersama orang-orang di rumahnya?
"Bagus lah kalo gitu. Kalo masalahnya berat, mamih papih siap bantu ya"
Fero hanya mengangguk, kemudian mulai menyuapkan sesendok makanan ke dalam mulutnya.
Dalam diam, di setiap kunyahannya. Abil mencoba mencuri pandang pada pria di hadapannya yang fokus makan saja. Tidak ada sapaan hangatnya pada Deva, sebagai Kakak angkat pada adik angkatnya.
Apakah hubungan Fero dan Deva tidak baik-baik saja? Pikir Abil begitu.
"Mamih tuh seneng, kalo kita kumpul bareng gini. Yaaa, walopun Deva diem-diem ajah"
"Ini Deva ngomong!" Sangkal gadis berambut sebahu yang sejak tadi menyimpan suaranya. Seolah esok akan mengadakan konser, hingga ia terlihat sedang menabung suaranya malam ini.
"Ngomong dong sama kakaknya, masa diem ajah"
Abil kembali melirik Deva yang tiada senyum sedikitpun mendengar ucapan Tante Yuni. Gadis itu tetap fokus pada makanan di hadapannya. Seolah tidak mendengar apa yang Tante Yuni pinta padanya.
Banyak tanya yang ingin Abil lontarkan, tapi sepertinya keadaan sedang tidak nyaman. Semua diam, Fero diam, Deva diam, hanya Tante Yuni yang banyak bicara dan sekarang juga diam sebab sedang menikmati makanan miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pintu yang sama
RomanceKisah antara dua orang manusia, datang menggunakan dua pintu masuk yang berbeda. Kemudian berada dalam satu ruang yang sama. Saling mengubah perasaan, keadaan juga suasana. Namun, sebagai manusia, tentu keduanya memiliki kesadaran penuh akan ketidak...