Bab 27 - Profesi baru Fero

1.3K 210 20
                                    

"Kenapa sih mukanya ditekuk terus. Kemana nih adeknya kakak yang selalu senyum manis?" sindiran itu diperuntukkan khusus bagi Abil yang sedang menautkan tali sepatu kesayangannya.

"Kayanya aku lupa caranya senyum.." jawab Abil asal.

Mendengar itu, Caca urungkan niatnya yang hendak masuk ke garasi. Ia turut bergabung dengan Abil. Duduk di bawah sembari bersila memperhatikan adiknya yang baru saja memulai kembali perkuliahan semenjak liburan bulan kemarin.

Seharusnya, Abil bahagia karena akan memulai semester baru. Tapi nyatanya, ia seperti kehilangan semangat kuliah. Bukan hanya kuliah, semangat menjalani kehidupan di luar kuliah pun kian menurun drastis.

"Kakak lihat-lihat semenjak papah melarang kamu ketemu Fero, kamu jadi murung gini dek."

Abil hanya diam tanpa membalas tatapan sang kakak yang fokus memperhatikan setiap inci wajah adiknya.

"Padahal cowo dikampusmu banyak dek, dokter di rumah sakitnya papah juga banyak. Tinggal pilih, kamu mau yang gantengnya gimana. Pasti papah kasih.."

"Bukan masalah ganteng!" Sanggah Abil tak terima. Seolah ia begitu memandang fisik pada setiap pria.

"Kakak gak bakal ngerti, gimana rasanya dulu diperlakukan gak baik sama cowo dan sekarang aku diperlakukan sangat baik sampai aku selalu merasa bahagia. Tapi papah justru ngejauhin kebahagiaan aku." Keluhnya.

Memang benar, Caca selalu beruntung soal cinta. Bahkan Caca sendiri yang menyakiti seorang pria bukan pria itu yang menyakiti Caca. Tapi berbeda terbalik perjalanan cintanya dengan Abil.

"Bukan ngejauhin kebahagiaan dek, papah khawatir karena tau masa lalu Fero gimana.."

"Kak Fero yang kita kenal udah hidup di masa sekarang, bukan di masa lalu. Harusnya papah paham itu!"

Abil bangkit, tanpa peduli meninggalkan kakaknya yang masih duduk di posisi semula. Rasanya semakin emosi saja, sebab semua orang rumahnya hanya bisa menganggap Abil sebagai anak kecil yang tidak perlu di dengar pendapatnya. Semua harus sesuai aturan papahnya, padahal Abil sudah cukup dewasa untuk mengatur kisah percintaannya sendiri.

Abil menyalakan motor lalu melajukannya. Dari jalanan sepi sampai pada jalanan ramai dan terpaksa harus berhenti karena lampu yang tadinya hijau berubah warna merah.

Tubuh mungil Abil sampai terlonjak kaget saat satu klakson mobil di sampingnya menyalakan secara tiba-tiba.

"Cemberut ajah, padahal masih pagi!"

Suara itu, suara yang akhir-akhir ini tidak lagi Abil dengar. Tapi dengan nyaring kini terdengar di dekatnya. Abil menolehkan kepala pada samping kiri motornya.

"Kak..Fero" lirihnya.

Sang empunya nama tersenyum. Ini suatu kebetulan di pagi hari. Tuhan tahu, Abil sedang hilang ke-semangatan, maka Ia mengirimkan sosok laki-laki ini untuk sedikit menarik garis bibir Abil agar tersenyum.

"Kebetulan banget ketemu di sini"

"I─iya kak. Kak Fero mau kerja ya?"

Pria dewasa berkemeja abu-abu rapih sekali. Hendak kemana jika bukan kerja tujuannya. Artinya Fero sudah mendapatkan pekerjaan lagi kan?

"Iya, saya mau kerja" jawab Fero tetap tenang.

Abil tersenyum simpul, lega mendengar jawaban Fero barusan. Lama memandangi pria itu dengan berani. Abil hanya sedang merekam detail wajah Fero yang terlihat fresh pagi ini. Sebab setelah kebetulan kali ini, Abil tidak tahu akan bertemu Fero dimana lagi.

Ancaman kuliah di luar negeri membuatnya takut jika harus diam-diam bertemu dengan Fero. Takut papahnya me-mata-matai dan itu resikonya akan lebih bahaya lagi.

Pintu yang samaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang