[Tugas apa yang bikin kamu belum tidur jam segini?]
Berguling-guling di kasur sembari memukul mukul bantal dan hampir saja menggigit selimutnya sendiri. Hanya karena membaca pesan masuk pada ponselnya. Lebih tepatnya me-replay story WhatsAppnya.
Ia kira setelah Fero menjadi dosen akan lebih sulit mengiriminya pesan. Karena status mereka yang tak seimbang. Abil hanya sebatas mahasiswa dan Fero dosen. Tapi perkiraan itu ternyata tidak terbukti, sebab Fero mengirim pesan lewat foto laptop menyala di atas meja yang Abil masukan dalam story-nya.
Setelah berusaha menetralkan kembali degupan jantungnya, Abil menegakkan tubuh untuk membalas pesan itu.
[MK psi-kom pak]
Kling~
[Panggil sy seperti biasa saja bil, gak usah berlebihan gitu]
Rupanya pria itu keberatan hanya karena sebutan pak dari Abil. Padahal niat Abil hanya menghormati nya sebagai dosen. Tapi baiklah, jika Fero tidak setuju Abil kembalikan panggilan kak itu.
Kling~
[Panggil mas juga boleh, asal jangan pak!]
Abil menggigit bibir bawahnya menahan senyuman meskipun sebetulnya bebas ia lepaskan. Toh hanya sendirian, tidak akan ada yang meledeknya karena salah tingkah saat ini.
Bukan tidak mau memanggil Fero dengan sebutan mas, hanya saja itu terdengar asing bagi Abil. Sepertinya kembali memanggil kak akan lebih baik dibanding mas yang membuat dadanya berdesir sendiri.
Lemah sekali memang, ia akui. Hanya panggilan sepele itu saja berhasil membuat dada Abil bergetar.
Abil menolak dan lebih memilih memanggilnya dengan sebutan kak, seperti biasa. Kegirangan Abil berlanjut saat Fero meminta tugasnya yang belum selesai untuk bantu dikerjakan. Tentu Abil menolak hal itu sampai Fero menghubunginya tiba-tiba.
"I─iya kak, halo" jawab Abil diserang gugup mendadak.
"Kirim bil tugasnya, saya bantu kerjakan. Kamu istirahat sana!"
"Eum, kak Fero juga harus istirahat. Kan besok ngajar"
Terdengar hembusan nafas berat pria itu dari sebrang sana "saya ngerjain tugas kamu gak akan sampe 1 jam bil.."
Benar juga, pikir Abil. Secara-kan Fero dosen, pasti pemahamannya lebih luas dari Abil bahkan lebih mudah menyelesaikan tugas nya.
"Kirim sekarang bil, supaya cepet selesai tugasnya"
"Nggak ah kak, aku ga enak"
"Saya maksa orangnya!"
Pantas saja masuk dalam kriteria dosen, Fero memang terdengar punya keinginan yang sulit dibantah, bukankah dosen kebanyakan juga seperti itu.
"Beneran maksa kak?"
"Iya Bila, ayo cepat kirim!"
Bisa apa? Bisa tersenyum sembari mengirim file tugas yang belum Abil selesaikan. Karena Fero memaksanya, maka akan Abil penuhi paksaan itu,
"Sudah kak"
"Iya, besok pagi saya kirim ulang file yang sudah selesai-nya.."
"Saya tutup bil, tidur yang tenang,"
"my favorite one.."
Beruntung Fero segera memutuskan sambungan. Sehingga Abil bisa segera melempar ponsel ke sembarang arah dan tepat jatuh di bantalnya. Lagi lagi ia mengekspresikan salah tingkahnya lewat berguling kesana kemari sembari memeluk guling. Aneh memang, semakin hari perasaannya semakin tak karuan pada Fero.
Jika beberapa hari kemarin terlihat murung, mungkin beda dengan esok hari dan seterusnya. Pasti senyuman Abil mengembang se-lebar mungkin.
Seharusnya, ia bisa menceritakan ini dengan antusias pada Deva sahabatnya. Tapi sekarang, rasanya itu tidak mungkin. Semenjak ia tahu Deva adik angkatnya Fero, Abil tidak pernah lagi menceritakan sosok pria yang sedang mengusik hatinya.
Adapun Deva yang hanya menanyakan soal kebenaran Fero berhenti dari publik figur. Pembahasan lainnya hanya penuh dengan perintah-perintah Deva agar Abil menjauhi Fero. Tapi tetap sia-sia ujungnya.
Karena tak kuat menahan, Abil bangkit lalu memilih duduk di depan meja belajar. Sembari menarik buku kecil bersampul ping.
Menuliskan bagaimana perasaan jatuh cinta yang membuncah pada Fero. Pada setiap kebaikan pria yang saat awal bertemu ia sebut aneh.
Bagaimana Fero dengan mudah mendapatkan izin sang papah untuk membawa Abil keluar. Hingga akhirnya fakta masa lalu yang kelam membuat ayahnya khawatir dengan kedekatan Abil dan Fero.
Seandainya papahnya tau. Awalnya, bahkan Abil yang dengan berani ingin memeluk Fero jika saja Fero tidak menolaknya. Bahkan di waktu lain saat Fero sendiri butuh dekapan tenang seseorang, pria itu dengan sopan meminta izin terlebih dulu pada Abil sebelum sembarang memeluk tubuh mungilnya.
Fero berubah, tapi Abil tidak tahu harus bagaimana cara membuka mata papahnya agar tidak tertutup oleh kenangan buruk masa lalunya.
Jemari mungilnya kembali membuka lembar baru pada sebuah buku yang hanya berukuran sebesar telapak tangannya saja.
Tak sengaja pun mungkin kebetulan, satu foto terpampang di sana. Foto berukuran 2r itu membuat Abil mengatupkan mulutnya rapat-rapat.
Ternyata masih ada sisa foto gak berguna kaya gini?
Segera Abil meraih foto itu. Foto dirinya bersama seorang pria mengenakan seragam yang sama. Foto yang diambil dengan ketidak sengajaan oleh Deva melalui kamera ponselnya. Dan Abil menyesal pernah menyimpan lembar kecil ini.
Ia dengan sukarela merobek fotonya hingga rusak menjadi dua bagian. Untuk apa menyimpan foto tidak penting begini? Batinnya.
Yang di dalam frame saja, sebenarnya tidak ingin di foto kecuali Abil. Dulu ia dengan gembiranya menerima hasil jepretan Deva ini. Sebab di dalamnya terpampang jelas wajah Abil dan wajah seorang lelaki yang tak pernah sekalipun memberikan senyum pada Abil. Meski Abil terang-terangan mengakui perasaannya kala itu.
Lupakan!
Lupakan!
Lupakan!Bukan saatnya ia mengingat masa itu lagi, bukankah Tuhan sekarang sudah menggantikan perasaan yang setimpal?
Mencintai dan juga dicintai. Ya, Abil sadar hal itu. Kali ini ia yakin, tidak sedang mencintai seorang diri tapi juga sama-sama mencapai kata saling.
Fero-lah orangnya, yang berhasil membuat Abil tidak takut lagi untuk jatuh cinta.
***
Hai, happy reading bagi yg belum baca. Bagi yg sudah, terimakasih ya.
Ayo, sempatkan vote apalagi tulis komentar kalian.
Karena hanya itu yg bikin minthor semangat++
Mau up di tiktok gak? Tapiiii ramein dulu dong komentar di sini nya☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
Pintu yang sama
RomanceKisah antara dua orang manusia, datang menggunakan dua pintu masuk yang berbeda. Kemudian berada dalam satu ruang yang sama. Saling mengubah perasaan, keadaan juga suasana. Namun, sebagai manusia, tentu keduanya memiliki kesadaran penuh akan ketidak...