Bab 18 - Perubahan Sikap

1.3K 223 28
                                    

Segelas air sudah ia teguk habis, lembaran tissue entah sudah berapa banyak Abil gunakan untuk mengeringkan air mata yang sulit sekali berhenti. Apa karena Abil gadis yang jarang sekali menangis, hingga sekalinya menangis terbilang cukup lama seperti ini. Polesan bedak di wajahnya sudah tak ada setitikpun, ujung hidungnya berubah berwarna merah padahal Abil tidak mengoleskan blush-on di sana.

"Udah tenang?" Tanya Deva setelah menyaksikan sahabatnya yang jauh lebih baik dari beberapa menit sebelumnya.

Abil mengangguk karena ia masih sibuk menyusut cairan bening yang keluar dari hidungnya.

"Pulang yuk, udah sore banget ini bil. Serem juga di kampus kalo mau malem gini."

Deva mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Begitu menyeramkan apalagi jika Maghrib tiba. Pasti akan lebih seram lagi. Konon katanya, di sebuah bangunan yang dipakai sekolah pasti ada hal-hal mistis.

Deva merinding membayangkannya. Ia lalu merapihkan tas dan mengaitkan pada pundaknya.

"Ayok bil!" Ajaknya seraya menarik jemari Deva.

Karena masih tak minat berbicara, Abil mengikuti saja. Memaksa tubuhnya untuk bangkit dan membawa sisa-sisa tissue yang berserakan di atas meja. Abil membuangnya pada tempat seharusnya.

Benar saja, susana kampus sudah sepi. Hanya ada office boy yang mulai mengunci setiap ruangan. Deva menyeret Abil sampai pada parkiran kampus. Karena Deva paham Abil tak ber-energi, gadis itu berinisiatif saja memberikan helm milik Abil untuk dipakainya.

"Kamu bisa bawa motor kan bil?"

Abil mengangguk, karena sibuk memasukan buku ke dalam jok motornya. Dengan gerakan lambat t, sampai Deva merasa kesal melihatnya. Seperti kehilangan semangat hidup, Abil ini.

"Lama!" Geram Deva. Membuat Abil menoleh ke arahnya.

"Pulang aja duluan Dev, ga papa ko. Aku mah santai" titahnya sebab ia tahu Deva sudah kesal jika harus menunggunya yang bergerak lambat. Tak bisa cepat-cepat, Abil lemas. Terdengar lebay tapi memang begitu keadaannya.

"Beneran ga papa aku tinggal nih?"

"Beneran."

Oke, Deva serius akan meninggalkan Abil. Gadis itu sudah menaiki motornya, memasangkan helm serta sweater pelindung tubuh nya. Setelah itu tak menoleh lagi pada Abil, Deva melajukan kendaraannya.

Tersisalah Abila Tanaya seorang diri di parkiran kampus. Sebenarnya tidak begitu sepi, karena masih ada beberapa kendaraan yang mungkin milik kakak tingkat pengikut organisasi. Mungkin juga mereka sedang ada rapat sampai pulang sore. Bukan seperti Abil yang pulang sore karena menenangkan diri setelah mengeluarkan tangisan sepuasnya.

Rasanya seperti─── sedang tersakiti tapi tidak pantas diakui. Memangnya Abil disakiti siapa? Tidak ada. Ia hanya disakiti oleh fakta mengejutkan yang baru ia dengar seumur hidupnya.

"Ekhem!"

"Eh"

Helm yang Abil pegang terlepas begitu saja dari tangannya. Abil tercengang mendapati dehaman dari belakang tubuhnya. Bukan suara Deva, Deva sudah pergi beberapa menit yang lalu. Lagipula ini suara laki-laki kedengarannya.

Abil membalikan tubuhnya dan────

Deg!

Sosok itu, pria bertubuh atletis yang menjadi topik pembicaraan paling menarik hari ini. Kini, berada di depan matanya. Melempar senyuman seperti biasanya.

"Entah sudah berapa banyak wanita yang tidur sama kak Fero bil, hampir satu tahun kak Fero berkecimpung di dalam pergaulan kotor itu dan aku sama papih sering mergokin kak Fero sedang bercumbu dengan wanita dalam keadaan mabuk, aku yakin setelah itu mereka pasti melakukan hal lebih dari sekedar bermesraan."

Pintu yang samaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang