Bab 19 - Pesona Fero

1.4K 238 22
                                    

Setidaknya, rindu selama dua hari ini terobati. Meski perubahan sikap Abil sangat menonjol dan mengganggu pikirannya. Saling membalas pesan pun terasa hampa, sebab saat Fero memberikan kabar bahwa dirinya telah sampai, Abil hanya membalas . .

[ya kak, selamat istirahat, aku juga mau istirahat nih]

Dan tiada penutup lain selain balasan pesan dari Fero . .

[Have a nice rest bila 🪄]

Fero tidak akan tahu, jika emotikon sederhana yang terkirim itu membuat senyuman Abil merekah di seberang sana. Fero mengirim stiker tongkat peri, seakan pria itu memang akan mengeluarkan kekuatan magic untuk mengistirahatkan Abil setelah seharian yang menurut Abil kurang mengenakan ini.

Mungkin gadis itu bisa beristirahat meskipun juga tidak tenang. Berbeda dengan Fero, yang malah kesulitan tidur dan memilih duduk di depan teras rumahnya bersama gitar kesayangan yang berada dalam pelukannya.

Satu petikan gitar oleh jemarinya, membuat Fero menyanyikan satu lirik pula dari lagu yang seakan menggambarkan isi hatinya.

Fero duduk bersila sembari mencari chord yang pas.

Suara nya yang tidak perlu diragukan lagi pun terdengar nikmatnya masuk telinga. Nafasnya yang panjang menambah dorongan sehingga lagu tersebut terdengar cocok dibawakan oleh Fero.

Fero fokus menatap senar pada gitar, hingga tak sadar seorang pria bertolak pinggang telah berdiri di hadapannya.

"Galau nih diliat liat"

Mendengar suara lain, Fero mendongak. Ternyata bapak penjaga pos perumahannya sudah bergabung bersama di sini entah sejak kapan.

"Putus cinta bro?"

"Nggak lah pak" jawab Fero diikuti cengiran sebelum ia kembali menunduk mencari chord untuk menghasilkan suara dari gitar itu.

Fero memang menarik bagi semua kalangan dan itu benar, perempuan ataupun laki-laki, tua atau muda. Lihat saja si bapak pos pun memilih duduk di samping Fero. Bukannya berjaga malam di dalam pos.

Rasanya sayang saja, artis sudah enak-enak bernyanyi dan bapak pos tidak berusaha mendengarkan. Orang lain saja bela-belaan beli tiket untuk menonton Fero perform, ini adalah kesempatan gratis. Jadi bapak pos menggunakan kesempatannya sebaik mungkin.

"Si mas Batak itu kemana?"

Fero menoleh pada bapak pos yang sedang mengisap roko di mulutnya. "Dia udah tidur pak dari tadi"

"Beda ya mas Batak sama mas bule"

"Bedanya?"

Bapak penjaga pos menarik napas kemudian menghembuskannya "bedanya, yang satu hobi tidur yang satu ga pernah tidur"

Fero terkekeh mendengar jawaban bapak pos yang ada-ada saja. Mana ada begitu. Tapi untuk malam ini, faktanya memang seperti itu.

"Saya tidur ko pak, cuman kadang-kadang aja"

"Jangan dibiasakan, kasian tubuhnya."

Perhatian bapak pos ini membuat Fero merasakan kembali setitik kehangatan mendapatkan perhatian dari orang tua. Sejak orang tua nya meninggal, Fero bahkan tidak pernah merasakan kehangatan lagi. Semua orang sama saja, sama-sama tidak peduli pada kesehatannya.

"Kalo banyak pikiran tuh sholat mas, minta Gusti Allah buat meringankan beban hidup dan lekas memberikan kita kebahagiaan."

Fero senang, diberikan nasihat seperti ini. Ia bahkan tidak tertarik lagi pada petikan gitar dan sekarang memilih memeluk gitar tanpa disuarakan. Ia menatap si bapak penjaga pos yang tak usai menghisap roko. Bukan tidak mau, Fero pun mau. Masih coba ia tahan, karena besok ada jadwal perform di salah satu mall. Khawatir ia tiba-tiba sesak nafas, kan tidak lucu begitu.

Pintu yang samaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang