"Fero──Fero, Fero meninggal dek."
Deg!
Abil melepas paksa tubuhnya dari kungkungan tangan Liyan, bahkan ia mendorong tubuh pria itu hingga tersungkur ke belakang dan membentur dinding. Ini konsekuensi bagi ucapan yang sembarangan.
"Kalo ngomong tuh jangan asal kak!"
Abil sedikit membentak, sebab ia benci lelucon Liyan yang satu ini."Saya gak asal ngomong bil, 10 menit yang lalu sebelum kamu datang ke sini. Dokter sudah memberi tahu saya soal ini."
Wajah Liyan adalah wajah paling Abil benci saat ini. Abil benci dengan apapun yang pria itu katakan. Abil tidak ingin mendengar apapun lagi darinya. Karena tubuhnya menghalangi pintu, Abil dorong sekuat mungkin hingga tubuh Liyan bergeser dan memberi celah Abil untuk masuk.
Gadis itu mendorong keras pintunya, tidak peduli akan dimarahi dokter dan siapapun di dalamnya. Ia hanya ingin melihat Fero sekarang.
Bruk!
Terdengar pintu dibanting sempurna, menampakan sosok pria terbaring lemah. Bibirnya pucat pasi, pakaiannya terlihat robek di beberapa bagian, dan itu bukan model baju ataupun celana zaman sekarang.
Abil ingat, bagaimana style Fero satu jam yang lalu saat berada di rumahnya. Pria itu masih rapih!
Luka di punggung tangan, wajah dan kepala yang dililit perban. Matanya tertutup, mata yang satu jam lalu menatapnya lekat.
"Pah.." suaranya terdengar bergetar lagi.
Abil menolehkan kepala ke belakang, tempat dimana om Firman berdiri. "Cari dokter terbaik untuk sembuhin mas Fero pah!"
"Nak tapi──"
"Cepetan pah!" Tegasnya penuh emosi.
"Nak, sudah.."
"Papah!" Baru kali ini ini dengan tidak sopannya ia meninggikan suara, tak peduli lagi dengan dirinya yang berubah drastis.
Om Firman tahu, Abil hanya butuh pembuktian nyata dari dokter. Dengan cepat papahnya itu mengeluarkan ponsel lalu menghubungi salah satu dokter yang Abil minta. Dokter terbaik yang Abil inginkan.
Gadis itu masih tak berani melangkah, ia hanya berdiri di dekat pintu. Hingga seorang manusia berpakaian putih itu datang.
"Permisi pak, ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya pada om Firman.
"Tangani pasien ini, lakukan yang terbaik!"
"Baik pak" jawab dokter patuh.
Abil menyaksikan dokter itu berjalan mendekat pada Fero, lalu menatap Fero kebingungan. Sang dokter menaruh dua jemarinya dibawah rahang Fero, juga menyentuh tempat nadinya berdenyut. Setelahnya, menatap layar monitor sampai membalikan tubuh lagi ke arah om Firman.
"Maaf pak, pasiennya sudah tiada sejak beberapa menit yang lalu."
"Nggak mungkin dok! Coba di periksa dulu, dokter belum periksa apapun loh dok" gadis kecil itu tetap saja tak berpikiran sampai sejauh itu.
"Maaf mba, sudah saya pastikan. Sudah ada datanya juga. Sekali lagi saya mohon maaf."
Ini mimpi kan?
Kenapa harus senyata ini?
Kenapa seburuk ini juga?Langkah kecilnya berjalan perlahan, Abil harus memastikan dengan tangannya sendiri.
Bibir pucatnya terlihat jelas dalam keadaan sedekat ini, Abil mengangkat tangan, menyentuh wajah Fero dengan hati-hati.
"Mas Fero, mas masih ada kan?"
Tiada pergerakan apapun, bibirnya tetap mengatup sempurna. Kali ini Abil menaruh jari telunjuknya di depan hidung Fero. Abil yakin, masih ada nafas berhembus dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pintu yang sama
RomanceKisah antara dua orang manusia, datang menggunakan dua pintu masuk yang berbeda. Kemudian berada dalam satu ruang yang sama. Saling mengubah perasaan, keadaan juga suasana. Namun, sebagai manusia, tentu keduanya memiliki kesadaran penuh akan ketidak...