Bab 21 - Larangan untuk Abil

1.5K 232 28
                                    

Perkuliahan hari ini tidak berisi penuh dengan materi. Karena dosen sudah mulai membahas ujian akhir semeste. Artinya, Abil akan segera naik semester menuju semester empat. Semakin tinggi saja, semakin cepat ia menghadapi kelulusan. Sudah tidak sabar lagi.

Bayangan nya tentang dunia pekerjaan sudah terpampang jelas di depan mata. Bagaimana fokusnya tidak terbagi dan Abil ingin membuat karya musik sebanyak-banyaknya. Tanpa memikirkan besok ada tugas apa.

"Aku gak liat motor kamu di parkiran"

Abil merapihkan isi tas nya kemudian menoleh ke arah Deva yang sudah menunggu langkahnya di dekat pintu.

"Aku emang gak bawa motor Dev" jawab Abil kemudian mempercepat langkah agar sejajar dengan kaki Deva.

"Pantesan, emang nya kamu di antar siapa? Papahmu atau kak Caca?"

Haduh, Abil bingung bagaimana mengatakannya. Tapi Deva sudah terlanjur bertanya. Apa sebaiknya Abil alihkan saja. Mungkin itu memang jalan terbaiknya.

Abil berdeham sebelum menjawab, "aku tadi abis nge-mall dulu, nonton konser musik, abis itu baru berangkat kuliah" jelasnya. Terdengar tidak begitu nyambung dan Deva menyadari itu.

"Kan aku nanyanya kamu di antar siapa ke kampus bil?"

"Oh iya, aku ngemall bareng kak Liyan tau. Mantan pacarnya kak Caca itu loh"

Deva terdengar menghembuskan nafas, lelahnya berhadapan dengan Abil yang aneh. Apa karena pusing setelah mata kuliah Abil jadi aneh begini. Tapi, mata kuliah hari cukup ringan menurutnya.

"Jadi kamu di antar kak Liyan tadi?"

Abil tak menjawab. Ingin berbohong tapi rasanya tak sanggup. Berkata jujur pun tidak siap melihat ekspresi Deva nantinya.

Sudahlah, Abil mengangguk saja. Lagipula ini hanya gerakan kepala, belum pasti jawaban sesungguhnya benar atau tidak, pikir Abil.

Deva menyadari anggukan Abil dan mengeluarkan 2 huruf, O dan H. Tidak masalah dan juga tidak heran. Dulu, sewaktu caca pacaran dengan Liyan, Abil memang beberapa kali di antar Liyan ke kampusnya tapi juga bersama Caca. Mungkin hari ini hanya Liyan saja, karena Liyan dan Caca sudah tidak ada hubungan apapun.

Abil lupa, jika mobil Fero masih dengan tenangnya berada di jajaran mobil lain di parkiran kampus. Abil lupa, meminta Fero menunggunya di depan kampus saja. Dan yang membuat Abil panik, pria itu sedang berdiri di depan mobilnya. Bagaimana ini?

Bagaimana cara memberi tahu Fero agar pergi saja sebelum Deva melihatnya. Otak Abil rasanya buntu, tak bisa berpikir panjang. Dan Abil harus menahan nafas saat Deva berhenti sebelum menaiki motor miliknya.

Bener saja, Deva sudah melihat Fero dengan tatapan tajam seakan tak suka.

"Tadi di antar kak Liyan, sekarang dijemput kak Fero ya?"

"Eum, itu──Anu──Dev"

"Apa? Iya atau nggak?!" Tuntut Deva membuat Abil terdesak.

Abil menunduk sambil menggeleng pasrah. Sudah tertangkap basah, mau bagaimana lagi. Abil itu tidak bisa berbohong pada Deva, karena gadis itu sahabat nya. Kebohongan sekecil apapun pasti Deva akan tau juga pada akhirnya.

"Jadi, berangkat kuliahpun kamu di antar kak Fero?"

"Iya" jawab Abil masih menunduk, takut melihat sorot mata Deva jika marah.

"Ngemall sama nonton konser bareng kak Fero juga?"

Abil segera mendongak, menegakkan kepala dan menggeleng dengan tegas. "Nggak! Itu beneran sama kak Liyan. Soalnya kak Fero perform."

Pintu yang samaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang