"Pak Fero dateng tuh"
"Ganteng banget pak Fer"
"Pak Fer gantengnya gak ada obat deh"
"Pak Fer ih masyaallah gituloh auranya!"
Suara-suara itu terdengar mengusik telinganya, bahkan langkahnya terpaksa berhenti. Mematung di depan gedung FBS. Abil melirik dengan tajam, mendengar riuh perbincangan beberapa mahasiswa yang tak asing di mata Abil. Sepertinya anak teknikal musik yang sedang asik membicarakan dosen baru mereka.
Wajar jadi bahan pembicaraan, dosennya melewati mereka dengan visual yang tak diragukan lagi. Kenyamanan bertambah juga karena kerapihannya. Sungguh, mulut perempuan mana yang tahan tidak memuji pria itu?
Abil memicingkan mata mengingat satu-satu wajah para mahasiswa yang berbincang ria memuji Fero.
"Mereka gak tau aja, si dosen yang lagi mereka puji itu abis bergadang kerjain tugasku" monolognya, dengan bangga.
Jika mengingat kebaikan Fero semalam, rasanya Abil tersadar bahwa ia tak berhak cemburu. Dirinya bahkan satu langkah lebih di depan dibanding mereka,
"Aku kan simpenan dosen mereka, hehe" lirihnya sebelum melanjutkan langkah menyusul Deva yang katanya menunggu di kantin.
Deva dan Nando sudah lebih awal menunggu Abil di kantin, sebab Abil menjelaskan pada mereka bahwa ia datang telat karena urusan keluarga. Sebetulnya, karena ia berdiskusi dengan Fero terlebih dulu mengenai tugas yang Fero bantu selesaikan malam tadi.
Abil jadi merasakan, bagaimana mudahnya memahami materi jika Fero yang menjelaskan. Pantas ia dikagumi oleh mahasiswanya, selain karena visual tapi juga intelektual yang memadai.
Seiring kakinya terayun, terdengar dua orang saling bersahutan memanggil namanya. Abil menampilkan deretan giginya yang rapih lalu duduk bergabung bersama Deva dan Nando.
"Lama amat datengnya"
Abil tidak mungkin kan menjawab bahwa ia sempat belajar bersama Fero dulu sebentar. Yang ada muka masam Deva mengganggu pikirannya nanti.
"Biasalah, macet" alibinya.
Deva percaya saja sepertinya, sebab itu ia menganggukkan kepalanya.Karena memang belum sempat sarapan, Abil sengaja memesan sarapannya di kantin. Ia terlalu buru-buru pergi dari rumah karena semangat akan bertemu Fero di parkiran kampus. Ia ingat, papanya sampai menatapnya heran tapi tak Abil pedulikan.
"Nanti malem jadwal nyanyi kan bil?"
"Heehm" jawab Abil ditengah kunyahan makanan di mulutnya.
"Ikut dong ikut" timpal Nando.
"Emangnya gak sibuk dirumah?"
"Sibuk sih, hehe. Gajadi ikut deh" putus Nando pada akhirnya.
Akhir-akhir ini, pria itu memang sedang sibuk-sibuknya di rumah, jadi sudah jarang sekali menghabiskan waktu bersama Abil dan Deva.
Berbeda halnya dengan Deva dan Abil yang masih sering menghabiskan waktu bersama, seperti jadwal nanti malam pun mereka akan bekerja di tempat yang sama.
Terkadang, Nando menatap dua sahabatnya ini heran, mereka sama-sama orang berada tapi tetap mengusahakan apapun dengan mandiri. Padahal sumber dana bisa mengalir deras dari orang tua mereka. Tapi Deva maupun Abil sudah sepakat untuk menyalurkan hobi yang sama dan kemampuan yang sama juga.
"Gua udah dapet foto bareng pak Fer guys!"
Sendok Abil masih menggantung di mulutnya, mendengar tawa riang dan tepuk tangan pengunjung kantin di sampingnya, membuat Nando dan Deva saling melempar pandang pada Abil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pintu yang sama
RomanceKisah antara dua orang manusia, datang menggunakan dua pintu masuk yang berbeda. Kemudian berada dalam satu ruang yang sama. Saling mengubah perasaan, keadaan juga suasana. Namun, sebagai manusia, tentu keduanya memiliki kesadaran penuh akan ketidak...