Bab 35 - First dinner and the last..

1.7K 251 72
                                    

"Ada udang saus tiram, ada teri balado juga" suara Tante Nani saat mengabsen satu persatu lauk yang sudah ia tata rapih di atas meja makan.

"Oh iya, ada telur orak-arik juga, katanya nak Fero suka" tambahnya lagi, dengan menyodorkan piring berisi telur orak-arik yang dibuat oleh tante Nani khusus untuk Fero.

"Ayo dinikmati, gak usah malu-malu mas bule!"

Fero tersenyum lagi, sebelum meraih piring yang sudah Abil siapkan untuknya.

First dinner, Fero bersama keluarga Abil. Hangat sekali. Sehangat keluarga Deva memperlakukan dirinya akhir-akhir ini.

"Enak gak nak, telurnya?"

"Enak banget tante!" Puji Fero meyakinkan. Sebab ia memang menyukai masakan satu ini semenjak kemarin sarapan bersama Abil.

"Mah sorry, adek mau udang nya"

"Ini ini.." Tante Nani mendekatkan udang yang Abil maksud.

"Nak Fero mau udang?"

"Gampang tan, Fero habiskan telur orak-arik nya dulu" cegahnya lembut. Baginya, udang kalah menarik dari telur.

"Seru juga ya, punya anak cowo begini" ujar om Firman, begitu menyadari interaksi hangat keluarganya dengan Fero.

"Iya gak mam?" Om Firman butuh validasi sang istri juga rupanya.

"Iya, ini nak Fero juga anak cowo kita loh pah!"

Om Firman malah terkekeh mendengar jawaban tante Nani. Ia tahu betul, istrinya tidak berniat menambah putra lagi. Selain karena usianya sudah lumayan tua, tante Nani juga merasa cukup dengan kehadiran dua putrinya saat ini.

Hangatnya suasana malam minggu kali ini. Di isi oleh dinner keluarga lengkap. Anggap saja lengkap, sebab kehadiran Fero menggantikan peran Caca dalam keluarga ini. Seperti biasa, Caca pasti sedang ada kegiatan di luar sana.

"Mas bule, sejauh ini gimana rasanya jadi dosen?"

"Lebih nyaman ya om, karena gak selalu disorot kamera"

"Kata siapa? Orang mahasiswa nya mas Fero sering tuh fotoin mas fero kalo lagi ngajar" protes Abil yang memang sering melihat mahasiswa FBS terutama anak TM yang memposting foto Fero diam-diam saat mengajar.

"Iya tapi kan mereka gak nuntut apapun seperti wartawan atau kameramen bil"

"Sshttt, adek mah cemburu itu, yakan dek?"

"Nggak pah, apaan sih papah!" Sanggahnya tak terima.

Ketiga nya hanya tersenyum melihat pipi Abil berubah merah merona. Meski mulutnya berkata tidak tapi pipinya mengatakan iya. Begitulah kira-kira.

"Mas bule nih, type dosen idaman yang banyak fans nya pasti ya" tebak om Firman lagi.

"Iya om, tapi saya tetep cuman ngefans sama Bila ko om" lirikan matanya terarah pada Abil, yang sama sekali enggan membalas tatapan itu.

Ia bersikap dingin pada Fero di depan orang tuanya. Sebab Fero selalu saja berhasil membuat Abil salah tingkah.

"Bisa aja mas bule nih."

Tawa hangat mengisi ruang makan, obrolan ringan yang menemani setiap suapan, juga ekspresi-ekspresi yang sama sekali tidak terlihat menyudutkan. Fero teramat nyaman dengan keharmonisan keluarga ini. Pantas saja Abil tumbuh menjadi gadis yang penuh kasih sayang dan ketulusan.

Orang tuanya menerapkan semua itu pada anak gadisnya. Berbeda dengan diri Fero yang tumbuh oleh amarah serta berakhirnya masa remaja karena sebuah insiden dan pergaulan yang tak ramah.

Pintu yang samaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang