40 | My Voice Pt. IV

130 18 3
                                    

"Tae, makanlah."

Taerae menoleh lesu, mendapati Matthew tengah menyodorkannya sebungkus biskuit yang sangat Ia sukai. Tapi entah mengapa, Ia tak berminat menyentuh makanan itu.

Ia membalas dengan gelengan kecil. Matthew yang tak mampu berbuat hal lainnya hanya bisa menarik kembali tawarannya.

Pemakaman Haewon telah selesai dilakukan. Tidak banyak yang bisa Ia lakukan selain menangis dan menangis. Ia mencoba untuk berbicara dengan orang tua Haewon, tapi respon mereka tidak pernah baik. Hal itu semakin membuatnya merasa hancur dan tertekan.

"Kak," undang Taerae, "Kita mau ke mana?"

Jiwoong sebagai sang supir hanya bisa menggigit bibirnya. Dengan ragu, Ia menjawab, "Kita akan menemui Papimu, Tae."

"Papi?" pria Kin itu bertanya lagi, "Kenapa ke arah sini? Bukannya rumah sakitnya di sana?"

Jiwoong tak bisa menjawab lagi. Ia terus beradu dengan kemudi mobilnya. Akhirnya, mobilnya terparkir di depan sebuah rumah duka. Jiwoong turun, mengajak Matthew dan Taerae ikut dengannya.

Perasaan Taerae mulai tidak enak. Langkahnya terlihat gemetar. Belum sempat Ia bertanya lagi, dirinya kembali dihadapkan dengan sebuah foto beserta bunga-bunga yang menghiasinya. Ada Chaehyun yang menangis, dan anggota-anggota rumah lainnya.

Tidak, tidak mungkin ayahnya 'pergi' juga, 'kan?

"Apa ini?" Ia tertawa hambar, "Apa yang terjadi...?"

"Tae," Chaehyun melangkah mendekat, "Maaf harus memberitahumu."

"Om Taeseok... sudah tidak ada, Tae..."

Kakinya melemas seketika. Lagi-lagi tubuhnya ambruk, beruntung Jiwoong menangkapnya sebelum jatuh sempurna. Tenaganya sudah habis, benar-benar habis. Tidak ada yang tersisa bahkan untuk menangis lagi.

"Papi.. Papi.. Papi..." undang Taerae berulang kali.

"Papi.. Papi masih ada, 'kan? Papi.. tidak ikut Haewon pergi, 'kan?"

Chaehyun memeluk sahabatnya dengan erat, "Tae, Om Taeseok sudah bahagia, Tae."

Taerae menggeleng dengan senyuman pahit, "Apaan, sih, Chae? Aku sama Papi sudah janji mau makan daging sapi bersama, tahu. Masa Ia ingkar janji?"

"Taerae... Lapangkan hatimu..." lirih Jiwoong sembari mengusap pundaknya.

Pria Kim itu masih tertawa kecil sembari menggeleng. Mashiro yang melihat itu langsung menggigit bibirnya. Taerae belum bisa menerima semuanya, sepertinya.

"Kak Jiwoong, bawa Ia duduk dulu," pinta Mashiro sembari melangkah mendekat.

Jiwoong mengangguk, langsung menuruti perintah gadis Sakamoto itu. Ia membawa Taerae dalam dekapannya, mendudukkan pria itu di sebuah meja pendek sembari duduk bersila, tempat duduk yang biasa ada di sebuah tempat berkabung.

Mashiro datang membawakan secangkir teh, lantas Ia menyerahkannya pada Taerae, "Diminum dulu, ya, Tae."

"Kak, Papi masih ada, 'kan? Masih di rumah sakit, ya?" tanya Taerae sembari tersenyum sekalipun wajahnya berantakan, "Lalu siapa yang ada di sana, Kak?"

"Taerae..." Mashiro meraih tangan pria itu dan menyatukannya di dalam dekapan kedua telapaknya, "Chaehyun bercerita padaku."

"Kau yang merawat Papimu dengan baik selama ini, ya?" tanya gadis itu lembut, "Semenjak Mamimu meninggal, kau yang sering merawat Papimu. Ketika Ia mengalami overdosis, kau membawanya ke rumah sakit."

"Sekalipun kau diusir dari rumah karena ketidaksepemahaman dengan beliau, kau tetap rutin mengutus petugas kesehatan, 'kan?"

Taerae tak sanggup membalas sekarang. Ia hanya diam mendengarkan tuturan Mashiro yang terus menatap netranya lembut.

Bon Voyage || ℤ𝔹𝟙-𝕂𝕖𝕡𝟙𝕖𝕣Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang