"Ini yang terakhir."
Hanbin mengusap peluh dari keningnya, mematikan keran dan meletakkan piring-piring yang baru saja Ia bersihkan ke dalam lemari.
Yujin menghampiri yang lebih muda, menyodorkan kain bersih pada Hanbin untuk mengeringkan tangannya, "Terima kasih banyak, Bin. Beristirahatlah."
"Ah, sama-sama, Kak," balasnya pada gadis Choi itu. Ia menerima pemberian Yujin dan segera mengeringkan tangannya, "Yang lain sudah kembali ke kamar, Kak?"
Sang gadis mengangguk, "Hanya tersisa Matthew dan Hikaru di ruang tengah."
Mendengar kedua nama itu, Hanbin langsung membeku. Ah, Ia jadi merasa aneh sekarang. Bukankah Hikaru baru saja menyatakan perasaan padanya kemarin? Namun, tiba-tiba mereka mengumumkan hubungannya? Apa yang terjadi sebenarnya?
"Kalau begitu beristirahatlah. Kau pasti lelah," Yujin menepuk pundak Hanbin sejenak, sebelum akhirnya berjalan kembali ke kamarnya terlebih dahulu.
Hanbin mengangguk, membiarkan yang lebih tua pergi lebih dulu. Dari balik tembok, Ia mengintip ruang tengah.
"Kau ingin tidur?" tanya Matthew pada sang gadis.
"Tentu, bodoh. Aku sudah mengantuk. Kau juga pergilah tidur," balas Hikaru dengan wajah galaknya.
Matthew terkekeh, lalu melambai kecil dan melangkah, "Baiklah. Sampai besok."
Diam-diam Hanbin menahan senyumnya. Momen manis tersebut berhasil membuat hatinya menghangat.
"Ternyata hal yang baik. Aku jadi tidak begitu merasa bersalah menolak Hikaru. Ia akan bahagia denganmu, 'kan, Matt?" gumamnya lirih, menjaga agar suaranya tidak sampai ke pendengaran dua orang tersebut.
Sampai akhirnya, kedua orang tersebut angkat kaki dari sana, menyisakan ruang tengah dalam keadaan kosong. Hanbin pun bernapas lega, segera keluar dari tempat persembunyiannya untuk kembali ke kamarnya.
Baru saja Ia hendak menaikki tangga, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ah, sepertinya ibunya menelpon. Jemarinya langsung bergerak mengangkat panggilan tersebut, dilanjutkan dengan meletakkan ponselnya di dekat telinga kanannya.
"Halo, Bu, ada apa?"
"..........."
"Ibu, suaranya tidak jelas," keluh sang putra, mendengar suara putus-putus dari ibunya. Sepertinya pengaruh sinyalnya, di daerah sini memang tidak banyak menara pemancar sinyal.
"..........."
"Sebentar, Bu, aku—"
Hanbin berdecak, menurunkan kembali ponselnya yang sudah tak lagi menampilkan beranda sambungan, "Yah, putus."
"Atau aku naik ke rooftop, ya? Barangkali ada sinyal di sana," lirihnya sembari mengantungi kembali benda pipih tersebut.
Arah langkah Ia putar menjadi keluar, berniat naik ke rooftop melalui tangga samping yang tersedia di sana. Cukup lelah baginya untuk sampai ke puncak, mengingat seberapa padat kegiatan yang Ia lakukan hari ini.
Ia kembali mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi ibunya kembali. Dan syukurlah, setidaknya suara ibunya bisa terdengar lebih jelas.
"Areum memenangkan juara lagi?" ucap pria itu dengan senyuman, "Sudah kubilang. Dia memang gadis yang hebat."
"................"
"Tentu saja. Aku makan dengan baik di sini," Ia memutar tubuhnya, yang semula menghadap ke laut menjadi membelakanginya, guna bersandar pada pembatas yang ada, "Aku baik-baik sa—HAAAA!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bon Voyage || ℤ𝔹𝟙-𝕂𝕖𝕡𝟙𝕖𝕣
Fiksi Penggemar𝐙𝐞𝐫𝐨𝐛𝐚𝐬𝐞𝐨𝐧𝐞, 𝐊𝐞𝐩𝟏𝐞𝐫, 𝐟𝐭. 𝐎𝐭𝐡𝐞𝐫𝐬 • • • "𝑫𝒂𝒓𝒊 𝒕𝒊𝒕𝒊𝒌 𝒊𝒏𝒊, 𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌 𝒉𝒂𝒍 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒖𝒕𝒆𝒎𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒚𝒂𝒌𝒊𝒏𝒌𝒂𝒏𝒌𝒖. 𝑷𝒆𝒓𝒋𝒂𝒍𝒂𝒏𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒎𝒖𝒅𝒂𝒉, 𝒏𝒂𝒎𝒖𝒏 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒃�...