Kaki Mashiro melompat dengan langkah besar, menaikki setiap anak tangga yang ada secepat mungkin. Semua kekhawatirannya semakin sempurna seiring berjalannya waktu.
Dengan kasar, Ia membuka pintu rooftop, menampakkan Taerae yang tengah terduduk dan bersandar pada dinding pembatas.
"KIM TAERAE!" seru gadis itu panik. Ia ingin berlari, tetapi wajah ketakutan yang ditampilkan pria itu membuatnya berpikir lain.
"Kak Mashiro..." lirihnya dengan suara parau.
"Tae.. Tenang, ya..." Mashiro mulai melangkah perlahan mendekati pria itu, "Kakak di sini..."
"Untuk apa, Kak? Aku mau pergi bertemu Papi, kok," jawab pria Kim itu sembari membuka tabung obat berisi puluhan pil obat sejenis dengan yang Mashiro lihat sebelumnya.
Ia menggeleng, "Tidak, Tae. Letakkan itu, ya. Jangan diminum. Berbahaya."
"Kenapa, Kak? Kenapa melarangku?" Taerae bertanya sendu, "Aku tidak mau berpisah dengan Papi, Kak! Hanya Ia satu-satunya keluargaku!"
"Tidak, Tae. Kami di sini. Kau adalah keluarga kami," bantah Mashiro seraya terus mendekat.
"Bohong! Bohong! BOHONG! PADA AKHIRNYA KALIAN JUGA AKAN PERGI, 'KAN!?" pria di depan sana mulai menjerit histeris, "HAEWON BERKATA DEMIKIAN! TAPI IA PERGI! PAPI JUGA SAMA!"
"JIKA KALIAN MAU PERGI, PERGILAH! TAPI KALAU TIDAK, BIARKAN AKU YANG PERGI!"
"Tae! Kami tidak akan pergi!" seru sang gadis dengan lantang.
"KAU YANG BILANG BAHWA KEMATIAN ADALAH RAHASIA TUHAN! AKU TIDAK SIAP! DULU SAAT MAMI PERGI, AKU TIDAK SIAP! SAAT HAEWON DAN PAPI PERGI AKU JUGA TIDAK SIAP!" tangisan mulai menguasai tubuh Taerae, "AKU TIDAK AKAN SIAP MENGHADAPI KEMATIAN ORANG TERDEKATKU, KAK!"
"AKU TIDAK MAU MELIHAT ORANG TERDEKATKU PERGI LAGI! JADI, BIARKAN AKU YANG PER—"
Momentum yang tepat, Mashiro menampar tabung obat yang ada di tangan Taerae jauh-jauh, membuat isinya berserakan tak karuan.
"Tae... Jangan seperti ini..." Mashiro tak kuasa menahan tangisannya, merasa iba dengan pria di hadapannya sekarang, "Kau itu kuat, Tae..."
Taerae menggeleng, "Tidak, Kak.. Aku lemah.. Aku sangat lemah..."
"Karena aku lemah... Aku harus mati..."
"Kim Taerae! Apa yang kau katakan!?" omel Mashiro, "Tidak ada yang harus mati!"
"Aku harus mati, Kak! Aku merenggut nyawa Haewon karena membuatnya terlibat dalam kecelakaan! Aku merenggut nyawa Papi karena tidak mendengarkan saran Chaehyun dan memilih pergi! Semuanya salahku! Aku pantas mati!" jelas Taerae sembari memukul-mukul kepalanya sendiri dengan tangannya.
Mashiro langsung menahan kedua tangan pria itu dan membantah, "Tidak, Tae... Itu bukan salahmu... Itu memang takdir yang terjadi..."
Taerae masih menggeleng histeris, "Itu kebodohanku, Kak... Itu keegoisanku... Semuanya salahku... Orang tua Haewon juga bilang ini salahku..."
"Taerae, dengarkan aku, ya," Mashiro meraih tangan pria itu dan digenggamnya dengan erat, "Apapun yang terjadi, tidak mungkin terjadi tanpa maksud yang baik, Tae. Jika memang terjadi, artinya itu adalah yang terbaik untuk Haewon, untuk Om Taeseok, untukmu, untuk kita semua."
"Tidak ada yang menyalahkan dirimu, Tae..." tegas Mashiro terseguk dalam tangisannya, "Jadi, jangan seperti ini, ya..?"
"Kau harus ingat, masih ada Kak Jiwoong, Hao, Hanbin, Matthew, Ricky, Gyuvin, Gunwook, Yujin," Mashiro berucap sembari menghapus jejak basah di pipi Taerae, "Masih ada Kak Yujin, Xiaoting, aku, Chaehyun, Dayeon, Hikaru, Bahiyyih, Youngeun, Yeseo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bon Voyage || ℤ𝔹𝟙-𝕂𝕖𝕡𝟙𝕖𝕣
Fiksi Penggemar𝐙𝐞𝐫𝐨𝐛𝐚𝐬𝐞𝐨𝐧𝐞, 𝐊𝐞𝐩𝟏𝐞𝐫, 𝐟𝐭. 𝐎𝐭𝐡𝐞𝐫𝐬 • • • "𝑫𝒂𝒓𝒊 𝒕𝒊𝒕𝒊𝒌 𝒊𝒏𝒊, 𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌 𝒉𝒂𝒍 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒖𝒕𝒆𝒎𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒚𝒂𝒌𝒊𝒏𝒌𝒂𝒏𝒌𝒖. 𝑷𝒆𝒓𝒋𝒂𝒍𝒂𝒏𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒎𝒖𝒅𝒂𝒉, 𝒏𝒂𝒎𝒖𝒏 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒃�...