Gisella Januardi, perempuan berumur seperempat abad itu berjalan cepat sembari mengumpat ratusan kalimat kotor dalam hati, pasalnya setelah rela menghabiskan minggu malamnya untuk tetap terjaga mengerjakan berkas-berkas untuk meeting hari ini, harus mengalami kesialan karena pagi ini ban mobilnya gak sengaja bocor dan harus ia tinggal begitu saja di pinggir jalan.
Syukurlah, masih ada mamang ojek yang lagi mangkal di pinggir jalan, yang berinisiatif menolongnya untuk sampai tepat waktu di kantor tercinta.
Terimakasih buat mang Dadang, dia berhutang tiga puluh ribu atas ongkos dadakan tadi, toh siapa yang nyangka kalau seorang Gisella bakal naik ojek pagi ini?? User cashless kayak dia kan jarang punya receh di kantong. Maklum bocah gen Z.
Ia berjalan dengan terburu-buru, beberapa sapaan orang di sepanjang lorong hanya ia jawab sekenanya, pikirnya mulai kacau, sudah telat sepuluh menit dari meeting pagi ini bikin keringetnya berhasil lolos dari pelipis. Muka seremnya Bu Tara udah terbayang jelas di kepala.
Pintu ruangan meeting sudah terlihat di ujung sana, dengan semangat yang di paksakan ia mempergegas langkah kaki nya, namun sayang. Dewi fortuna kayaknya gak berpihak padanya, karena seseorang tanpa sengaja kini menabraknya dari arah berlawanan, lengkap dengan kemeja putihnya yang kini ikut berubah warna dengan cairan caffeine yang terasa sedikit membakar kulit telanjangnya.
Holy shit, bra nya berhasil menerawang di balik kemeja tipis merk ternama yang ia beli di hari ulang tahun, MINGGU LALU!
"Fuck, lo bisa jalan pakai mata gak sih??!" Teriaknya tanpa sadar, bahkan orang yang gak sengaja menjadi pelaku tabrak menabrak itu masih mematung.
"Lo liat ini, kemeja gue basah, berkas-berkas gue juga basah kena kopi lo itu, mana panas lagi!" Ujarnya makin kesal, bagaimana tidak?
Berkas-berkas ini harus ia berikan ke tangan Bu Tara secepatnya, tanpa alasan apapun. Ngebayangin omelan dari Bu Tara aja udah bikin dia bergidik ngeri sendiri.
"Lo bisu ya? Etika lo dimana sih? Nabrak sembarangan gak ada minta maaf nya, otak lo juga gak kepake ya? Modal cantik doang lo kerja disini?" Suaranya tanpa sadar makin meninggi, merasa tak mendapat respon dari lawan bicaranya, bikin emosinya makin tersulut.
Sementara yang di marahi hanya menunduk tak bergeming, perkataan barusan cukup menguliti semua lukanya tanpa dasar.
Ia mengakui ia salah, tapi gak seharusnya orang di depannya ini seenak jidat menelanjangi nya dengan kata-kata gak sopan kan? Apalagi semua mata kini tertuju kearah mereka.
Ia gak kuat menahan amarah di dadanya, entah kenapa air matanya kini lolos begitu saja.
Melihat yang di marahin malah nangis, bikin Gisella makin emosi, kali ini ia mendorong sedikit mendorong pundak gadis yang terlihat lebih pendek darinya itu, ia sudah tak perduli sama tatapan orang-orang, emosinya memuncak sampai ubun-ubun. Toh dengan marah atau enggaknya dia, tetep aja bakal kena semprot Bu Tara perkara berkas yang gak sampai ke meja meeting.
Bener aja, belum sempat dia melayangkan protes lagi ke gadis itu, suara familiar sudah lebih dulu terdengar.
"Gisella, Ninda. Ayo ke ruangan saya" ucap Bu Tara, salah satu atasan yang paling di segani di kantor ini.
Melihat kepergian pungggung Bu Tara yang menjauh memasuki kantor, bikin Gisella jadi mati kutu sendiri. Gak nyangka aja kemarahannya bakal berefek sejauh ini.
Dengan lemas, ia merapikan beberapa berkas yang berserakan itu, lalu beranjak ke arah toilet tanpa sepatah kata pun.
Dengan menggerutu ia mencoba membersihkan sisa noda yang tentu nya bakal stain di kemeja yang baru ia pakai sekali. Hari sial memang gak ada di kalender, pikirnya.
Dengan berat hati, ia memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan atasan yang menurutnya nyebelin itu, jujur kalau gak kepepet gini, dia juga ogah buat sering masuk ke sini.
Dengan dua kali ketukan, ia dapat mendengar suara tegas Bu Tara yang mempersilahkan dia masuk.
Didalam, ia lebih dulu melihat punggung gadis yang menabraknya tanpa sepatah kata maaf, itu. Mata mereka saling bertatapan, hanya seperkian detik, karena Bu Tara lebih dulu mempesilahkannya untuk duduk di sebelah gadis, yang ia baru tau bernama Ninda.
"Begini, Gisella. Saya baru mendengar penjelasan dari Ninda, yang gak sengaja nabrak kamu hingga numpahin kopi ke baju dan berkas-berkas tadi. Saya memaklumi kenapa kamu marah, tapi saya gak suka sama cara kamu yang terkesan kasar dan membentak-bentak seperti tadi. Gimana citra perusahaan kita yang mengusung kekeluargaan dan keharmonisan dapat terjaga kalau kamu sebagai Se-
Belum lengkap Bu Tara mengomel, Gisella lebih dulu memberi pembelaan.
"Tapi bu, saya udah susah payah sampai kurang tidur ngerjain berkas ini, belum lagi saya gak bisa ikutan meeting karena berkasnya kotor kena tumpahan kopi, harusnya dia lebih hati-hati kalau jalan.."
Bu Tara berdehem, ia memijat pelipisnya yang mulai terasa sakit. Menghadapi dua generasi modern bikin kepalanya hampir pecah.
"Okay, saya terima alasan kamu. Ninda saya anggap salah, tapi saya tanya lagi. Kenapa kamu harus lari-lari an di jam segini, kalau kamu bisa jalan lebih nyantai dari lima belas menit yang lalu tanpa hambatan? Jujur sama saya, kamu telat lagi kan?"
Skak mat.
Gisella diam seribu bahasa. Dia mencoba memutar otak untuk mencari alasan apa yang bisa di terima, pasalnya sang Atasan sudah hafal betul tabiatnya yang suka telat.
Walaupun kali ini, Gisella beneran tertimpa musibah akibat ban nya yang bocor di tengah perjalanan, tapi kan alasan orang suka telat suka gak valid di terima?
"Saya gak perduli apapun alasan kamu telat pagi ini, saya harap ini terakhir kali kamu melakukan hal yang sama. Saya gak perduli kalau mami kamu temen deket saya, saya mau kamu renungi kesalahan kamu hari ini. Take a break, tiga hari lagi baru muncul di depan muka saya"
"Tapi Bu..?"
"Kurang jelas, atau kamu butuh seminggu? Gisella Januardi, saya harap setelah cuti nanti kamu bisa jadi senior yang baik untuk Ninda Atmadja. Beliau anak baru, masih butuh didikan dan polesan dari figur seperti kamu, sebagai karyawan teladan. Paham?"
Baik dari Gisella dan Ninda sama-sama mengangguk paham, seolah tak mau menambah masalah lagi. Keduanya sama-sama tau kalau Atasan mereka itu sedang dalam mood yang buruk.
Kini kedua gadis muda itu berpamitan dan meninggalkan kantor Bu Tara dalam keadaan hening tanpa sepatah kata.
Setelah berhasil menutup pintu dengan rapat, Gisella menarik bahu Ninda sembari sedikit berbisik,
"Gue gak bakal lupa hari ini, semoga lo betah jadi junior gue" bisiknya tanpa rasa bersalah, lalu meninggalkan Ninda begitu saja dengan ratusan pertanyaan di benaknya.
Akankah kantor baru bakal jadi neraka baru untuknya? Entahlah, mikirin tiga hari kedepan untuk bertatapan muka lagi dengan manusia songong kayak Gisella ini bikin bulu kuduknya jadi merinding sendiri.
Tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pretend Lovers
RomanceGirl, do you really wanna be my friend? Or do you really wanna be my lover? If not, baby, let's pretend, pretend, love - Montell Fish.