Siapa yang bakal nyangka kalau seorang Gisella bakal diemin Ninda selama beberapa hari ini, bahkan Windy yang mulai mencium bau-bau kedekatan musuh bebuyutan itu juga dapet merasakan hal yang sama, perihal jarak.
Ninda menatap lirih ke meja di ujung ruangan, hari ketiga tanpa obrolan bahkan perkelahian kecil seperti biasanya berhasil bikin dia uring-uringan. Sebegitukah penting peran menyebalkan Gisella di hidupnya sekarang? Seolah lebih baik untuk saling memaki satu sama lain di banding harus saling mencoba asing.
Ia mengaduk sisa teh chamomile yang baru ia beli di kafe milik Suri, yang ia kenal sebagai gebetan musuh bebuyutannya itu, yang ia pikir mulai ia rindukan.
"Samperin gih, say sorry. Mau sampai kapan lo berdua diem-diem an kayak gini. Malu noh sama bocah tiktok yang suka bikin konten kita bikin romantis" ledek Windy yang mulai gemas, dalam hatinya jadi kepikiran buat pindah profesi aja. Kayaknya dua sejoli ini butuh sosok cupid.
"Kasih saran dong, gue bingung, Win. Gak nyangka kalau nolak ajakan ketemu mami nya bakal jadi se fatal ini" runtuk Ninda yang mulai lemas tak berdaya,
Segitu rindunya dia sama omelan nyelekit sang senior, apalah arti hidup ini tanpa caci maki mu Gigi.
"Lo jelasin apa soal tolakan itu?"
Ninda menggigit ujung bibirnya, sedikit cemas sama jawaban yang bakal dia lontarkan.
"Gue bilang mau ngerayain ultah lo, Win"
Anjing juga, pikir Windy.
Memang otak orang lagi jatuh cinta suka gak singkron, dari sekian banyak alasan klasik, kenapa harus bohong?
"Lo tau kan ultah gue masih dua minggu lagi? Terus kalau udah kayak gini gimana, Nin? Kebohongan lo mau lo tutupin pakai alasan apalagi? Belum pdkt aja lo udah bohong, tau kan doi orangnya gimana kalau ngamuk.."
Windy memijit pelipisnya yang mulai terasa pening, kisah cinta dua teman nya ini lebih rumit dari telenovela yang sering dia tonton tiap libur, jujur Windy juga bingung harus kasih saran apa lagi.
"Gue gak punya pilihan, lo pikir gue bisa bohong ke mami nya? Gue takut kebohongan kita nanti bakal jadi boomerang, Win. Gue pengen ngehormati ibu nya dia, kayak ibu gue sendiri"
Jelas Ninda tepat sasaran, dia lebih takut kalau kedepan nya bakal jatuh terlalu dalam ke pesona perempuan yang lebih tua, memulai hubungan dengan kepura-puraan gak lebih baik dari memendam perasaanya saja, begitu lah isi kepalanya sekarang.
Meski ada sedikit guratan penyesalan, tentang keterbukaan yang harusnya ia utarakan sejak awal. Tapi nasi udah jadi bubur kan? Ninda cuma bisa menanggung konsekuensinya.
...
Penerbangan dari Jakarta ke Vienna, Austria. Membutuhkan waktu belasan jam, bikin Gisella jadi sulit tidur. Dari kemarin malam dia udah begadang, ngerjain beberapa deadline yang harus di selesaikan, mengingat selama seminggu kepergiannya nanti, perannya harus di selesaikan oleh Cindy, paling enggak dia harus meringankan beban juniornya itu sebagai bentuk kepedulian.
Pagi-pagi buta dia sudah harus sampai kantor, bertemu Cindy yang juga lebih dulu menyempatkan diri untuk datang, mereka melakukan meeting sebagai bentuk formal hand over kerjaan.
Lalu dia cuma punya setengah jam tenggat waktu untuk sampai bandara, ngurus ini itu seorang diri memang berat, apalagi mami nya masih ngambek perihal pembatalan sepihak untuk acara seleksi jodoh.
Meski sempat papasan sama orang tua nya Ninda, sepaket lengkap keharmonisan yang ia lihat sebagai bentuk keluarga utuh, sebuah impian yang Gisella inginkan di masa depan. Tapi dia punya adab, meski sebal dengan si anak, dia tetap menghampiri kedua orang tua yang baru dia kenal kemarin dengan ramah tamah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pretend Lovers
RomanceGirl, do you really wanna be my friend? Or do you really wanna be my lover? If not, baby, let's pretend, pretend, love - Montell Fish.