Far Away

521 55 5
                                    

⛔️ NSFW content, abuse, and Harsh Words!



Perasaan senang dan sedih campur aduk jadi satu di malam yang cerah ini, bahkan ia gak lagi bisa menjabarkan rasa kecewa. Hanya bentuk penerimaan lah yang boleh di tunjukan di umur yang tak lagi muda.

Aneh, dua puluh tahun lebih hidup tanpa figur ayah, bikin Gisella jadi sulit mencerna keadaan, meski dia sendiri sama sekali tak terganggu sama title sang ibu yang tak lagi sendiri.

Ia menatap pada sepasang punggung yang saling memeluk, di tengah lantunan musik romantis yang di putar pada piringan hitam, yang mengalun di halaman belakang rumahnya.

Pesta pernikahan kecil ini terasa hangat, hanya di hadiri oleh teman-teman ibu, beberapa teman dirinya yang bisa di hitung jari, tanpa ada hadirnya sanak keluarga. Sebab sejak ibunya remaja, dia lebih memilih mengasingkan diri karena jadi satu-satunya anak yang membangkang, sebab hampir seluruh turunan nenek moyang kerja di bidang kesehatan.

Oleh sebab itu, baik Gisella dan Yuriana hanya punya satu sama lain, saling mencintai dan menyayangi meski hubungan ibu dan anak itu agak rumit dari kata romantis.

"Dari tadi di cariin, malah bengong disini" ucap Ninda yang datang entah dari mana, ikut duduk di pinggir kolam renang, kedua nya kini menatap satu objek yang sama, air kolam yang bergerak tenang dalam pantulan cahaya rembulan yang temaram.

"Pusing, di dalam rame banget" ujarnya penuh kejujuran, sebab di dalam di penuhi kolega-kolega sang ibu yang hampir semuanya orang terkenal.

Energi Gisella sudah lebih dulu terkuras karena sejak tadi harus berbasa basi, berkenalan dengan teman-teman ibunya, yang bakal jadi kolega nya juga. Sudah jelas, selain perayaan pernikahan kecil-kecilan, tentu pesta malam ini sebagai penyambutan akan dirinya yang akan menggantikan posisi sang ibu di brand keluarga mereka.

"Jordan mana, Nin?" Tanya Gisella lagi, mencoba mencari keberadaan lelaki yang sejak tadi selalu menempel di sebelah Ninda, udah kayak lem sama prangko.

"Nanyain Jordan mulu, demen ya lo?"

"Sinting, gak mungkin lah. Bukan tipeku"

"Emang gimana sih, tipenya mba Gisella ini?"

"Kayak kamu, pake nanya"

Ninda kembali diam, enggan menanggapi takut dikira pede. Kan bisa aja omongan tadi cuma asbun doang.

"Serius, Nin. Aku pengen ngomong ini dari kemarin, cuma rada gak enak. Kamu jangan dekat-dekat sama dia, aku takut kamu sakit hati nanti nya"

Dahi Ninda mengkerut bingung, kenapa nada bicara Gisella yang terdengar lembut tadi, terkesan mengolok-olok di telinganya.

Tapi belum sempat dia protes marah, sebuah suara asing lebih dulu mengintrupsi obrolan satu arah itu.

"Gigi, di cariin mami tadi" ujar seorang perempuan yang jauh lebih tinggi dari mereka, yang kini menepuk-nepuk pucuk kepala Gisella dengan lembut, sembari memeluk tubuh yang terduduk tepi kolam itu dengan erat.

Ninda mengadahkan pandangannya pada sosok perempuan berprawakan asing yang masih berdiri di belakang Gisella itu dengan tatapan yang sulit di artikan, mungkin ada sedikit rasa tak suka. Sebab, jemari putih itu seakan biasa menyentuh-nyentuh kulit Gisella dengan sengaja.

"Ah, iya. Ini Samie, Nin. Teman sekamarku selama di Milan. Dia salah satu model yang ikut bantuin bangun brand ku juga" ucap Gisella dengan lugas, mencoba mengenalkan dua orang asing yang berperan penting di cerita hidupnya.

Kini kedua perempuan itu saling berjabat tangan, meski dengan senyuman tipis yang di buat-buat.

"Ninda"

Pretend LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang