Sialan

789 91 12
                                    


"Btw makasih ya, nasi gorengnya enak" Ucap Gisella jujur, di sela perjalanan pulang, kedua nya kini saling jalan beriringan menuju lobby gedung.

"Makasih sama Bunda, dia yang masak" balas Ninda seadanya. Kini jemarinya sibuk mengetikan beberapa kata di aplikasi chatting.

"Tukang bohong ya lo, katanya lo yang bikin sendiri makanya gue makan, mana gue lagi diet nyet" cerca Gisella rada gak terima.

"Abisnya Bunda maksa nyuruh ngasih bekal nya ke lo, Kak. Kalau gak karena bunda, gue juga ogah. Lo gak bawa mobil kan? Udah bareng gue aja. Bunda mau jemput sekalian pengen kenal sama orang yang ngasih gue tumpangan" tuturnya santai, kepalanya celingak-celinguk kesana kemari, mencari wujud mobil yang ia sudah hafal mati bentuknya.

"Bunda? Waduh jujur gue belum siap ketemu calon mertua. Besok-besok aja deh, sekalian bawa martabak" balasnya mencoba bercanda, dia gak sadar kalau candaanya barusan berhasil bikin Ninda salah tingkah.

"Bercandaan lo jelek" teriak Ninda setelah berhasil menginjak sepatu Gisella dengan sepatu hak tinggi miliknya, bikin yang di injek jadi mengerang kesakitan.

"Tai, bocah kematian! Sini lo Ninda" teriak nya sembari mengejar Ninda yang udah ngibrit duluan ke parkiran.

Bagi yang ngelihat tingkah mereka cuma bisa geleng-geleng kepala, udah biasa.

...

"Jadi kamu seniornya, Ninda ya? Gimana anak aku di kerjaan, nyusahin kamu gak, Gi?" Tanya ibunda Ninda yang duduk di bangku kemudi, meski udah nolak dengan beragam cara, Gisella pun terpaksa buat ikut pulang sama keluarga junior tercinta.

Sejujurnya Gisella pengen membeberkan semua kejelekan Ninda pada ibunya, tapi niatnya segera dia urungkan saat dapet pelototan maut dari orang yang lagi di bahas. Mau gak mau Gisella cuma bisa nyengir karir sambil ngarang bebas tentang kinerja juniornya itu selama di kantor.

"Gitu deh tante, Ninda rajin dan ramah sama semua orang, cukup ngebantu saya juga" ucapnya sambil senyum manis, toh di depan orang tua memang harus jaga sikap.

"Kok panggi tante, panggil Bunda aja biar makin akrab, Ninda jarang banget bawa temennya kerumah, baru kamu doang sama Jeni, itupun temen dari kecil" jelas sang Bunda yang kini melipir mobil nya ke sebuah bengkel terkenal di daerah selatan.

Gisella tau banget soal bengkel ini, tempat mobilnya sering di servis.

"Kita jemput ayah dulu gapapakan?" Tanya Bunda ke mereka, sementara Ninda dan Gisella cuma bisa ngangguk patuh.

"Bokap lo montir, Nin?" Bisik Gisella,

Ninda yang dengar pertanyaan itu cuma bisa ketawa geli, dia masih diam gamau jawab sampai salah satu lelaki berumur matang ikut masuk ke bangku kemudi, yang Gisella pikir sebagai Ayahnya Ninda.

"Sore, Om. Saya Gisella, seniornya Ninda di kantor" sapa Gisella dengan senyuman setelah salim sama sosok lelaki itu, yang tentunya di hadiahi senyum seadanya.

Maklum lah, laki-laki suka cuek.

"Udah berapa lama kenal anak saya?" Satu pertanyaan yang berhasil bikin Gisella jadi kikuk sendiri.

"Ayah apaan sih? Kan Kak Gigi cuma temen aku" bela Ninda rada gak terima, sejujurnya dia jadi gak enak sama Gisella, takut kalau perempuan di sebelahnya jadi mikir kemana-mana.

Pretend LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang