Hari berlalu begitu cepat, bahkan sudah tiga minggu sejak kejadian heboh yang menggemparkan satu perusahaan.
Gisella, dan Kanaya tentu mendapat panggilan dari atasan mereka. Kanaya dapat surat peringatan dua, dan Gisella? Tentu dia di paksa cuti sampai masa kerjanya selesai. Padahal akhir bulan ini, merupakan bulan terakhir Gisella memimpin divisi nya, sebagai manager baru yang menjalankan tugas selama dua bulan kebelakang.
Sedih, tentu iya. Di masa-masa nya terakhir bekerja di kantor, yang sudah menemani hari nya selama lima tahun. Ia harus menghabiskan lebih banyak waktu di rumah, tanpa kegiatan dan pekerjaan apapun, seolah-olah perusahaan ingin mendorongnya untuk segera mempercepat pengunduran dirinya.
Memang citra perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi dan energi terbesar se Asia Tenggara, tentu citra perusahaan lebih dari segalanya. Meski gossip soal perselingkuhan antar kolega bersikap remeh-temeh, tetap aja jadi pertimbangan perusahaan untuk menjaga nama baik.
Dan terjadi lagi, runtuk Gisella dalam hati, perempuan yang kini menginjak usia hampir dua puluh tujuh itu, meratapi nasibnya. Di sebuah bar yang kini jadi langganan selama seminggu ke belakang.
Gisella benci kalau harus minum obat dari dokter di tiap harinya, ia putuskan kali ini untuk beralih ke liqour sebagai penghilang depresi, meski ia sendiri tau kalau semua ini hanya semu sesaat.
"Gigi?" ucap seorang wanita berparas cantik, kini duduk tepat di sebelahnya.
Gisella tersenyum kecut, sedikit menyipitkan mata saat menyadari siapa sosok yang sudah duduk di sampingnya.
Perempuan itu dengan lihai memesan segelas martini untuk diri sendiri.
"Aku gak nyangka kita ketemu disini, sendirian aja?"
Suri, menopang dagu dengan salah satu tangannya yang bersandar pada meja bar, menatap Gisella dengan penuh tanda tanya.
"Iyaa, kamu abis darimana?"
Alkohol sudah penuh mengontrol tubuh Gisella, seluruh wajahnya memerah bak tomat segar di pasar buah. Bahkan ia sudah tak perduli kalau poni yang menghiasi jidatnya itu, hampir menutupi seluruh mata.
"Kebetulan ini bar temenku, aku baru aja di minta buat test product mereka. Biasalah, sesama pekerja FnB pasti saling bantu"
Celetuk perempuan bernama Suri itu, tangannya lebih dulu merapikan poni Gisella yang sudah berantakan. Ia tersenyum saat melihat Gisella yang menyipitkan mata tanpa sadar saat jemari Suri yang tak sengaja menyentuh dahi nya. Seumur hidup, mereka tak pernah melakukan kontak fisik selain berpelukan.
Gisella selalu menjadi perempuan paling lucu dan menggemaskan, setidaknya bagi Suri begitu. Ia selalu suka bagaimana cara perempuan ini tersenyum, terutama saat kedua gigi kelincinya yang terlihat jelas diantara bibir yang terbuka lebar.
Ia juga suka saat mereka memulai obrolan ringan meski singkat, di tiap pertemuan mereka di kedai kopinya. Terutama bagaimana kedua mata yang tampak bersinar di tiap obrolan kecil yang mereka ciptakan, walau Gisella memang tak banyak bicara, ia jelas tak pandai mencari topik obrolan. Tapi perempuan itu jelas selalu antusias mendengarkan cerita orang lain, setidaknya kedua matanya selalu berbicara. Bagaimana saat perempuan itu sedang senang, sedih, atau kecewa.
Tentu detik ini juga, Suri bisa membaca kalau perempuan itu sedang mengalami kekecawaan yang teramat dalam, meski Gisella selalu mencoba menutupi dengan raut wajah datar andalannya.
"Kamu jarang kelihatan di kantor, ada apa?"
Satu pertanyaan yang menggelitik kalbunya, kini tersampaikan juga. Gisella tersenyum lirih sebagai respon tak terduga.
![](https://img.wattpad.com/cover/366061477-288-k131151.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretend Lovers
RomanceGirl, do you really wanna be my friend? Or do you really wanna be my lover? If not, baby, let's pretend, pretend, love - Montell Fish.