Suntuk, ini yang di rasakan Ninda karena seharian cuma bengong di rumah. Masih ada satu hari untuk istirahat, sampai besok. Tentu aja buat tempur sama tumpukan kerjaan yang udah nunggu dengan manis di atas meja kerja nya.Tapi bukan Ninda namanya kalau gak bersyukur, di kasih waktu free gini malah ngerasa bete, entah apa yang ada di isi kepalanya itu.
Si bunda sampai bingung sendiri, ngelihat putri semata wayangnya yang dari tadi mondar mandi kesana kemari, bahkan udah tiga kali tanpa sadar mengelilingi meja makan. Bunda yang sedikit lagi selesai manggang adonan yang udah berbentuk cookies itu pun, kini mulai menata beberapa keping cookies buatannya ke dalam toples yang baru saja dia beli dari swalayan kemarin.
"Sayang, anter ke rumah Gisella, mau ya?" Tutur sang Bunda setelah selesai menata semua cookiesnya, khusus buat Gisella sudah ia pisahkan terlebih dahulu di toples baru kebanggaannya.
Maklum kan, buat calon mantu.
"Kok aku sih, bun?" Tanya nya dengan nada melas, dalam hati rada gak terima jika harus berpapasan sama orang nyebelin yang sejak kemarin masih aja cuekin dia.
Walau dalam hati dia sedikit rindu sih, meski setengah hatinya masih merasa marah sama sosok nama tadi.
"Ya kamu lah, masa bunda yang pergi?? Kan yang kenal baik sama Gisella kamu. Lagian bunda udah janji buat bikinin dia cookies" cerca sang bunda, sembari mencuci seluruh peralatan bakingnya,
Ninda masih mendengus kesal, dia tau kalau negosiasi sama titah bunda nya bakal gak menghasilkan hal apapun, karena ya gitu. Keras kepalanya sebelas dua belas sama diri sendiri. Kalau udah gini yang bisa bela cuma ayah, itupun ayah masih di bengkel ngurus kerjaan. Ninda cuma punya tekad buat pergi menyelesaikan permintaan sang Bunda.
"Besok aja deh, Bun. Sekalian kerja. Mager banget aku jam segini keluar" ucapnya dengan nada memelas sembari memeluk tubuh sang Bunda dari belakang.
Bunda mendengus kesal, bahkan ia berkecak pinggang sangkin lelah nya menghadapi tingkah manja sang putri.
"Sekarang, mumpung masih anget. Udah sana mandi, siap-siap. Daripada kamu bolak-balik daritadi ngedumel, pasti kepikiran dia kan? Bunda tau isi kepala kamu, gausa ngelak sama Bunda"
Skak mat, memang paling gak bisa buat bohong sama Bunda kalau urusan hati. Bahkan sedari kemarin malam sampai rumah, beliau udah cerca dia dengan seribu pertanyaan yang enggan Ninda jawab.
"Ngapain aja selama disana? Ada perkembangan gak?"
Gitu kurang lebih.
Malah kelihatannya si bunda lebih antusias sama hubungan mereka di banding Ninda nya sendiri, aneh.
"Kamu sih gak lakuin saran bunda!" Kata nya kala itu saat Ninda curhat soal di cuekin sama sang Senior, saat itu Ninda yang pertama kali curhat soal perasaannya ke sang Ibu. Maklum lah hubungan ibu dan anak itu cukup terbuka satu sama lain, meski awalnya takut soal ketertarikan seksualnya yang mulai beda, tetapi tanggapan sang ibu tampak biasa saja.
"Bunda sih udah lama curiga kamu begitu, cuma ya gamau nuduh juga. Gapapa bunda sama ayah gak marah, yang penting kamu tetap jaga pergaulan, selama gak ngerugiin hidup orang lain, kamu tetap anak bunda sama ayah" begitulah tanggapan sang ibu perihal comeout dari sang putri semata wayang, meski sedikit kecewa, kedua orang tua itu sepakat untuk menerima jati diri sang anak bagaimanapun bentuknya.
"Tuh, nak Gisella udah kirim alamat rumahnya. Bunda udah bilang bakal anter cookies" ujar si Bunda lagi sembari menunjukan roomchat mereka.
"Ih bunda geniit chat-chat Kak Gigi!! Aku aja jarang chat an!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Pretend Lovers
RomanceGirl, do you really wanna be my friend? Or do you really wanna be my lover? If not, baby, let's pretend, pretend, love - Montell Fish.