Why can't I

535 63 6
                                    


"Selingkuh?"

Gisella jelas memekik dalam kebingungan, entah setan apa yang sedang merasuki Ninda sore itu, tapi setiap ucapannya terdengar sangat omong kosong.

"Lo gak salah nuduh gue kayak gitu?" Celetuknya dengan nada yang mulai tinggi, tentu Gisella gak suka sama gagasan liar tentang dirinya, apalagi ini dari mulut orang yang dia sayang.

Ia menatap pintu yang masih terbuka, lalu menarik paksa Ninda untuk keluar dari ruangannya. Ia bahkan sudah tak perduli sama berapa banyak pasang mata yang menatap aneh kearah mereka, ia masih saja menarik paksa tubuh lemas Ninda untuk masuk ke dalam lift.

Sepanjang lift naik menuju lantai paling atas, Gisella menghiraukan beberapa orang yang hendak ikut masuk ke dalam, bahkan tak segan-segan ia segera menutup pintu lift yang sempat terbuka karena ada nya orang lain yang ikut masuk. Sementara Ninda? Ia masih menangis dengan sesenggukan, tak mau menatap Gisella sama sekali.

Mereka sampai di lantai paling atas, rooftop yang selalu jadi tempat pelariannya akhir-akhir ini dari penatnya suasana kantor. Mungkin sehabis ini dia harus berterima kasih pada Kanaya yang memberinya akses ke tempat ini.

"Jelasin, lo denger gossip murahan ini dari mana?"

Nada yang terdengar agak kasar di telinga Ninda itu, bak sayatan baru di hati nya. Bukankah seharusnya Gisella bersimpati padanya? Memeluknya erat sembari meminta maaf atas hal yang dia lakukan. Kenapa jadi marah begini. Setidaknya, Ninda hanya butuh kata maaf, sebagai kalimat penenang di relung hatinya.

"Semua orang lagi ngetawain kamu sama Kanaya, ada aplikasi khusus grup chat gitu buat gossip antar anak kantor, dan mereka lagi bahas kalian-"

Ujarnya dengan nada bergetar, dan takut. Ninda memang tipikal orang yang gampang berbaur, sangkin aktifnya dia bersosialisasi, sampai bisa masuk ke grup undergound kayak gitu, buat gibahin manusia-manusia lain yang masuk ke golongan public enemy. Bukankah semuanya terlihat jelas? Masih banyak yang gak suka sama Gisella, dan aneh nya Ninda masih jadi salah satu member di grup chat bodoh tersebut.

"-sifatnya anonymus gitu, ada yang kirim foto Kanaya masuk ke apart salah satu staff disini, tentu aku hafal itu unit kamu. Awalnya mereka bahas soal Kanaya yang ternyata anak yang punya gedung ini, dia gantiin bu Tara jalur ordal, dan kamu yang jadi selingkuhannya buat naik jabatan.."

"Gila! Dunia emang udah gila! Diantara semua orang, bisa-bisa nya kamu percaya gossip bodoh itu? Serius, Nin? Serendah itu aku dimata kamu?"

Oh tidak, kedua bola mata Gisella bahkan sudah berkaca-kaca. Rasanya sebentar lagi tangisannya mungkin pecah. Suara Gisella memang sudah tak setinggi tadi, bahkan jauh lebih rendah. Namun, entah kenapa ketakutan langsung datang di diri Ninda sekarang.

"Aku.. aku gak bisa mikir dengan jelas kak. Kamu sempat hilang kabar, seolah-olah kamu ghosting aku gitu aja. Kamu bahkan sempat block aku di semua sosmed kamu kan? Tau-tau kabar begini, aku langsung nangis"

Gisella gak tahan, emosi di dadanya langsung meluap gitu aja tanpa di minta. Deja vu, seperti lima tahun lalu, dimana semua orang menertawakan dirinya atas kehidupan pribadi yang kini menjadi cerita remeh-temeh semua orang. Gisella selalu benci ketika orang lain selalu merasa yang paling tau atas dirinya, dan detik ini juga, Ninda yang berperan sebagai sosok yang menyebalkan itu. Bukankah semesta sudah keterlaluan padanya?

"Maaf, Nin. Aku gak bisa ngelanjutin semua ini.."

Gisella jelas ikut menangis, meski tanpa suara. Ia mengelus dadanya berulang kali, sesak di dadanya seakan mencekik leher tanpa ampun. Wajahnya mulai memutih, sepucat bibir merah yang kini tak lagi merona. Serangan panik itu, muncul kembali.

Pretend LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang