Unforgettable

1.1K 127 4
                                        


Jam dinding berdetak terdengar begitu nyaring, di kamar ini cuma ada Ninda yang sedikit melamun, dengan gaya duduk bersila di atas sofa kamar mereka.

Waktu udah menunjukan pukul delapan malam, agak sedikit larut untuk memulai pertualangan mereka, setidaknya begitu lah pikiran Ninda sekarang.

Gisella si pemberi janji manis masih tak tampak memunculkan batang hidungnya, bahkan chat mereka di imess masih centang satu sejak tiga jam lalu. Ninda berharap lebih baik janji ini batal saja asal kehadiran perempuan itu tampak di pelupuk matanya.

Rasa khawatirnya lebih memuncak takala hujan sedang turun membasahi daratan Vienna dengan begitu derasnya, sementara yang ia tahu kalau ponsel milik yang lebih tua tak kunjung bisa di hubungi.

Dalam hati, di balik kesunyian kamar ini, dia berdoa dalam diam, semoga wanita itu segera muncul dengan selamat tanpa ada lecet sedikitpun.

Mungkin Tuhan sedang baik, gak lama dari doa yang di rapalkan, terdengar bunyi nyaring dari bel di balik pintu.

Tanpa babibu, Ninda segera beranjak dengan berlari untuk membuka pintu, tanpa melihat lebih dulu di balik celah siapa yang ada di balik pintu. Pikirannya mulai kacau, di kepalanya cuma ada Gisella, meski selama ini dia sudah terlahir jadi orang yang waswas terhadap hal sekitar.

Memang sesuai harapan, wanita yang tampak basah kuyup, berdiri dengan kepala menunduk di depannya.

Tanpa pikir panjang, Ninda lebih dulu menarik dan memeluk gadis itu, mungkin salah satu bentuk rasa syukurnya.

"Are u okay?" Tanya nya khawatir, sangat.

Gisella mengangguk, ikut menenggelamkan kepalanya di ceruk leher gadis itu.

Ninda enggan bertanya lebih, dia menarik tubuh Gisella yang terasa dingin, untuk duduk di sofa. Ia berjalan bolak balik, dari balik toilet bahkan ke lemari, lalu menyerahkan sebuah handuk bersih dan sepasang baju milik Gisella dengan asal, lengkap dengan pakaian dalam bersih.

Gisella cukup kagum sama aksi barusan, perhatian kecil yang menurutnya berarti. Dengan senang hati dia menerimanya, lalu ijin pamit untuk membasuh diri.

Hingga lima belas menit berlalu, sosok Gisella yang lebih fresh muncul lagi. Ninda diam-diam memperhatikan gerak-gerik gadis itu meskin tangannya sibuk membolak-balikan halaman kamus, sejujurnya dari tadi dia gak fokus buat ngehafal kata demi kata yang ada di dalam nya. Otaknya berkecamuk sama segudang pertanyaan soal gadis ini.

"Sorry, hape gue mati total, Nin. Gue lupa bawa charger, dan ya lo tau daritadi hujannya lebat banget, gue stuck di resto bareng yang lain" ucapnya menjelaskan tanpa paksaan, seolah terlalu peka sama isi kepala Ninda tanpa di minta.

Tentu aja Ninda senang mendengar alasan tersebut, baginya kepulangan Gisella lebih dari cukup.

"Yauda kak, istirahat gih. Lusa kita udah harus kerja, gue takut lo sakit karena kecapean plus ujan-ujanan"

Gisella menggeleng, tanda tak setuju. Dia memilih menerjang hujan demi sampai disini, tentunya karena dia merasa hutang janji. Toh Gisella tipe yang selalu tepati janjinya.

Setelah agak lama berdebat, akhirnya Gisella menang juga. Dengan terpaksa mereka harus pergi setelah hujan reda, untungnya hanya dua puluh menitan kemudian.

..

Kedua sejoli itu berjalan menyusuri jalan setepak demi setapak di kota, yang di kelilingi banguna kuno ala Eropa. Meski gak tau kemana arah tujuan mereka, keduanya sama-sama sepakat untuk berhenti di beberapa tempat yang menurut mereka menarik untuk di singgahi.

Salah satu nya toko Gelato yang katanya cukup terkenal, itu pun Gisella dengar dari rekomendasi kenalan baru nya Gracia, yang baru ia temui di resto tadi sore, saat meeting dadakan dengan atasan.

Pretend LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang