Sepanjang meeting, Gisella jadi banyak diam. Dia cuma ngomong kalau di butuhin aja, bahkan waktu Bu Tara ngenalin dia ke penggantinya, dia pura-pura biasa aja. Seolah poker face andalan kembali lagi ke settingan semula.
"Kenalin, ini Manager andalan saya yang bakal bantuin kamu selama disini" ucap Bu Tara dengan senyum karir.
"Kanaya Halim" ucap perempuan berumur dua puluh delapan itu, sembari mengulurkan tangan.
"Gisella Atmadja"
Ucap kedua manusia yang kini berdiri berdampingan, setelah meeting benar-benar selesai.
"Pantesan anak-anak disini pada good looking, Managernya cantik banget sih" ujar si perempuan bernama Kanaya itu, dengan celoteh candaanya.
Semua orang di ruangan secara kompak buat ketawa karir waktu Kanaya bercanda soal managernya cantik, sementara Gigi cuma senyum tipis menanggapi. Perasaanya terlalu campur aduk untuk ikut menimpali jokes yang rada gak penting itu.
Ia menatap ke arah Ninda yang masih setia duduk di ujung meja, dengan wajah yang juga pucat pasi. Bahkan bisa Gisella pastikan kalau tak ada sepatah kata pun yang telah keluar dari mulut mungil perempuan itu sejak tadi.
...
Kalau ada kejuaraan adu diam, mungkin antara Ninda dan Gisella bakal masuk ke dalam kandidat paling kuat. Sebab dua manusia yang saling mengasihi ini seolah enggan berbasa-basi satu sama lain, meski kedua nya masih di dalam satu kendaraan yang sama, ke arah jalan pulang.
Baik Gisella, maupun perempuan di sebelahnya juga tampak enggan untuk mengubah rute perjalanan, bahkan maps di mobil ini masih saja setia tertuju ke apartemen yang lebih tua.
Mereka memang berjanji untuk saling berbagi selimut malam ini, toh Gisella sudah lebih dulu mengantongi izin dari ibu sang junior.
Mungkin ini titik keresahan dirinya berada, terlalu lama untuk merasakan sisi dinginnya perempuan yang tampak lebih manja belakangan ini. Gisella mungkin tak sekuat dulu.
"Aku gak nyangka kalau dia muncul lagi, Nin. Perempuan gila itu, kenapa masih hidup sih!!" Ucapnya pelan, meski kedua jemari kian menguat menggenggam setir.
Sementara Ninda masih diam sama isi kepalanya, terlalu banyak ketakutan yang mejalar, meski dia sendiri gak tahu; sejauh apa dirinya punya hak untuk merasa cemburu dan takut akan kehilangan?
"Aku bersumpah, aku gak punya perasaan apapun ke dia, Nin.."
Ninda menoleh kan kepalanya sebentar, untuk menatap ke arah perempuan yang tampak putus asa. Tapi hatinya terlalu takut untuk luluh, sebab dia tahu kalau sosok di sebelahnya punya sejuta pesona untuk terus menariknya ke dalam lubang harapan.
"Aku gak bisa kasih komentar apapun, sekarang"
Gisella menatap ke arah Ninda dengan tatapan nanar, sedikit tak percaya sama jawaban yang ia dengar barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretend Lovers
RomanceGirl, do you really wanna be my friend? Or do you really wanna be my lover? If not, baby, let's pretend, pretend, love - Montell Fish.