Gisella benci hari sabtu, selain jadi hari nya muda-mudi buat memadu kasih, hari sabtu juga jadi hari yang mengharuskan buat dia kerja. Kepalang tanggung, libur sekali dalam seminggu bikin dia jadi uring-uringan sendiri kalau mau deket libur.
Untungnya jalanan gak terlalu ramai, kebanyakan diisi sama manusia-manusia produktif yang sepedaaan atau sekedar lari pagi, bikin mobil maticnya jadi cepat sampai kantor tanpa takut telat.
Terimakasih juga berkat Ninda yang berhasil bangunin dia lebih pagi dari biasanya, jadinya mereka berdua punya waktu lebih banyak untuk sekedar drive-thru di Mc Donal, buat sarapan pagi.
"Thanks baju nya, lusa gue balikin ya!" Teriak Ninda yang kini turun lebih dulu dari mobil, mereka sama-sama sepakat untuk gak kelihatan datang barengan, biar gak jadi spekulasi negatif sama karyawan lain.
Kan aneh, biasanya berantem bak anjing dan kucing malah satu mobil bareng di pagi hari. Bayanginnya udah berhasil bikin kepala Gisella pening sendiri.
Setelah memastikan kalau gak ada satupun orang lain yang melihat ia menurunkan Ninda di halte bus gedung kantor, barulah ia masuk ke dalam parkiran, syukurnya jam segini masih banyak slot parkir yang kosong.
Dengan sukacita, Gisella turun dari mobil kesayangannya. Meski terkesan jadul untuk ukuran jaman sekarang yang di hiasi mobil listrik maupun mobil keluaran terbaru, entah kenapa Gisella masih betah mengendari mobil yang berhasil dia beli pakai uang sendiri semasa pertama kali kerja.
Dia bersenandung di sepanjang jalannya melewati lorong gedung, bahkan kini ia menyapa satu persatu kolega yang ia temui di sepanjang jalan. Bikin semua orang jadi terheran-heran sama aksi barusan. Jarang-jarang kan lihat sosok Gisella yang nyapa duluan di lengkapi senyuman pula.
Setelah sampai di meja kerjanya, ia merapikan barang-barangnya terlebih dahulu, menaruh pouch make up bahkan laptopnya sesuai tatak letak. Maklum, jiwa perfeksionis mepet OCD memang sulit di hilangkan sedari kecil.
"Pagi Nin, Windy. Mau nitip sesuatu gak, gue mau ke kafe depan" sapanya dengan penuh basa-basi ke meja Ninda dan Windy yang merupakan Juniornya di ruangan.
Sementara yang di sapa jadi bergidik ngeri, takut-takut kalau tawaran sebelumnya cuma trik belaka buat mengelabui. Kan jalan pikiran Gisella sulit di tebak.
Sementara Ninda yang mulai ngerti sama perubahan barusan, langsung menyikut bahu Windy untuk menjawab.
"Lo mau pesen apa? Gue mau ikut beli. Biar gue bayarin dulu ntar ganti aja" bisiknya pada Windy, yang masih melongo natap senior tak percaya.
"Eh? Apa aja deh, Nin. Yang manis-manis kalau bisa. Lo yakin pergi sama Kak Gigi?" Tanya nya lagi dengan suara tak kalah pelan, sedikit takut kalau obrolan mereka sampai ke telinga yang bersangkutan.
"Doi udah minta maaf kemarin, cerita nya panjang. Ntar gue ceritain ya?" Bisik Ninda lagi,
Dengan buru-buru dia berdiri dari meja. Lalu menarik lengan Gisella untuk segera pergi dari ruangan mereka.
Gisella yang bingung sama aksi barusan cuma bisa pasrah ngikutin langkah kaki Ninda yang terlihat lebih bersemangat.
"Tumben lo ngopi pagi-pagi? Kayak kuat aja" ucapnya sambil menatap Ninda yang menurutnya beda dari biasanya,
"Yang bilang gue mau beli kopi siapa? Kan gue mau pesen chamomile" ucapnya cuek, lalu masuk ke dalam kafe tanpa keraguan.
"Pagi Suri, mau pesen yang kayak kemarin kamu rekomendasiin, satu caramel machiato sama capucinno buat Kak Gigi as always" tuturnya dengan santai sembari memberikan kartu debit miliknya.
Gisella mengkerutkan alisnya bingung, sejak kapan kedua perempuan ini tampak akrab satu sama lain?
Tapi dia gak mau terlalu terlihat perduli, meski dalam benak nya terlalu banyak pertanyaan sejak kemarin malam.
![](https://img.wattpad.com/cover/366061477-288-k131151.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretend Lovers
RomanceGirl, do you really wanna be my friend? Or do you really wanna be my lover? If not, baby, let's pretend, pretend, love - Montell Fish.