"Kak, gue naik taksi aja. Gausah di anterin segala"
Gisella mendengus pelan sembari memutar kunci mobil untuk menghidupkan mesin mobilnya, gak lupa sih pakai seatbelt biar aman, menghindari kena tilang online juga.
"Lo mau pakai sendiri atau gue yang pasangin?" Tanya pelan, walau wajahnya nya masih cuek bebek seperti biasa, super nyebelin.
Ninda yang merasa tersindir cuma bisa pasrah, walau ngedumel sendiri, dia tetap pasang seatbeltnya sambil sedikit menghempaskan badan ke sandaran jok.
"Pinter" ucap Gisella dengan sadar saat perempuan di sebelahnya nurut sama perkataannya.
Dengan sekali setuhan tangan, dia mendorong frame kacamatanya agar tak turun dari hidung mancungnya, jujur pakai frame tebal seperti ini suka bikin pegal juga. Gak jarang Gisella jadi punya kebiasaan memijit pelan pangkal hidungnya, jikalau sudah terlalu lama memakai kacamata.
Dan anehnya, Ninda mulai hafal kebiasaan tadi.
Dia merogoh paperbag yang sedari tadi dia pangku, mencoba mencari satu benda yang memang sengaja dia ambil di toko ibunya sebelum sampai ke rumah ini.
"Ini coba pake, gue tadi mampir ke toko bunda, minus nya udah sesuai kayak punya lo, kak" ujar Ninda sembari menyerah kan kotak kecil berisi soflen, tentu aja sesuai titipan bundanya.
Berhubung ibu nya punya toko optik yang jaraknya gak terlalu jauh dari rumah, jadi sekalian jalan tadi mampir bentar buat ambil pesanan yang udah di order dari jauh-jauh hari.
"Jujur gue gak pernah pakai soflen, Nin. Tapi, makasih banget ya, terutama buat bunda lo"
"Sini gue pasangin, Kak"
Ucap perempuan yang lebih muda, tampak lebih handal dalam hal memasang benda asing ke dalam kelopak mata milik Gisella, meski sejujurnya dia benci jikalau orang asing menyentuh area sensitifnya, tapi entah mengapa dia percaya begitu saja pada Ninda.
"Jadi gitu cara pakainya, tuh cantik banget! Mulai besok gue gamau liat kacamata busuk ini lagi, lo jauh lebih cantik kayak gini tau gak?"ujarnya sembari menatap puas pada hasil eksperimennya.
Sebenernya, ide untuk mengganti frame tebal ke soflen minus ini sudah sejak lama Ninda utarakan pada yang lebih tua, tapi yang namanya punya senior batu, pasti susah di bilangin kan. Untungnya waktu tempo lalu Gisella gak sengaja ikut main ke rumah dan ketemu Bunda, baru deh dapet wangsit yang sama dari sang ibu. Terutama kan mereka juga punya toko optik sendiri, jadi memang pandangan Bunda lebih memvalidasi di telinga Gisella.
"Iyasih, lebih nyaman juga wajahku" ucapnya pelan.
Ninda yang gak sengaja dengar kata terakhir itu jadi sumringah sendiri, dengan antusias dia meledek orang di sebelahnya yang masih tampak kebingungan sendiri karena memang tak sadar,
"Apa tadi ngomong apa? Coba ulang???" katanya manja,
"Emang gue ngomong apa?" tanya Gisella lagi,
"Ih tadi ngomong pakai aku-kamu juga"
"Ya emang kenapa? aneh ya?"
Ninda langsung menggelangkan kepala dengan antusias, kedua sudut bibirnya melengkung keatas dengan alami sembari mencubit pipi yang lebih tua tanpa sadar.
"Duh gemes, pakai aku-kamu aja mulai sekarang ya? Mau ya, Kak. Gue janji bakal lebih sopan dan nurut sebagai junior lo deh" ucapnya lagi sebelum mulai mengelus bagian pipi yang sedikit memerah akibat cubitannya.
Gisella tampak diam sembari membuang muka, lalu menarik tuas rem tangan sebelum benar-benar menginjak kan gas, mobilnya pun kini melaju dengan santai, seolah seluruh jalanan di Jakarta ini ikut tak merespon permintaan kecil dari Ninda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretend Lovers
RomanceGirl, do you really wanna be my friend? Or do you really wanna be my lover? If not, baby, let's pretend, pretend, love - Montell Fish.