Malam itu juga, Gisella segera bertandang kerumah Kanaya, sebuah rumah yang memiliki dua lantai, yang hanya di huni seorang diri.
Tujuannya cuma satu, pengen cerita banyak hal sama perempuan yang lebih tua itu soal perasaannya yang kembali ke permukaan, tentu aja karena Ninda.
"Gak bisa, Nay. Dia cantik banget, gak kuat gue" runtuk Gisella sembari membaringkan tubuhnya di sofa. Sementara Kanaya dengan setengah marah memukul betis Gisella.
"Lepas dulu kaos kaki nya, kebiasaan!"
Gisella menatap kearah kaki yang masih terbalut kaos kaki itu, dengan nyengir khas andalan, ia buru-buru melepas kaos kaki dari telapak kaki yang syukurnya tak berbau sama sekali, lalu kembali tiduran dengan posisi semula, diatas sofa.
"Lo tau, tadi dia meluk gue erat banget. Gue sempat ketiduran sangkin tuh badan gamau lepas. Dan lo tau... kita hampir aja ciuman" ujarnya dengan mimik wajah kaget yang agak lebay.
Kanaya tertawa renyah, menatap sahabat yang pernah menjadi orang spesial di hati itu dengan sedikit iba. Kok bisa, orang secantik dan berbakat kayak Gisella ini selalu saja sial di hubungan asmara?
"Yaudah sih, Gi. Tinggal cium aja apa susahnya"
"Gak ngotak kalau ngomong, gak bisa lah. Udah beda situasinya. Untung gue masih waras sih, kalau enggak tuh bibir udah gue kecup sangkin kangennya" runtuknya setengah menyesal, saat menyadari kalau tadi udah nyia-nyain kesempatan.
Gisella terbangun pada pukul delapan malam, dengan posisi saling berpelukan erat. Bahkan nafas Ninda berhasil menyapu kulit wajahnya karena posisi yang terlalu dekat satu sama lain, meski gak sadar.
Makanya, detik itu juga Gisella diam-diam pulang tanpa berpamitan, selain takut mengganggu tidur nyenyaknya Ninda, dia juga takut kalau posisi tadi bikin suasana jadi tambah canggung. Kan gak lucu, tiga tahun saling hilang kontak, tau-tau hampir ciuman aja!
"Emang beda kenapa sih, Gi?" Tanya Kanaya gemas, perempuan itu masih menyimak cerita Gisella walau jemarinya masih saja menyeduh teh untuk mereka nikmati berdua.
Setelah berhasil membawa satu tea pot berisi chamomile yang tersaji hangat itu, Kanaya ikut duduk di sampi Gisella yang kini langsung bangkit dari posisi tidur, terlalu bersemangat untuk menyesap teh nya.
"Oh God! Chamomile for the rescue" bisik nya, lalu dengan pelan ia meniup-niup cairan yang mengepulkan asap itu sebelum ia teguk.
"Makasih, Naya. Teh buatan lo selalu enak!"
Kanaya mengangguk, lalu mengambil kapas pembersih wajah yang sudah ia basahi dengan micellar water, sebelum ia sapukan ke seluruh area wajah yang masih full make up.
Maklum, baru aja balik kerja udah kedatangan tamu spesial, kan gak sempat bersih-bersih dulu.
"Jawab dulu, kebiasaan deh ngalihin topik" celetuknya.
Gisella mengangguk pasrah, hendak mengumpulkan kebarian untuk jujur sama perasaannya.
"Ninda, udah punya pacar, Nay. Gue gak mungkin dekatin dia lagi. Gak etis aja menghilang mendadak malah gak tahu diri masuk ke hubungan orang"
"Lo selalu sama, Gi. Pengecut lo gak hilang-hilang. Tau darimana sih, si Jordan itu pacarnya Ninda?"
Gisella mengernyitkan dahi, memikirkan alasan di balik kenal nya Kanaya sama lelaki yang akhir-akhir ini gemar berada di sisi Ninda.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pretend Lovers
RomantikaGirl, do you really wanna be my friend? Or do you really wanna be my lover? If not, baby, let's pretend, pretend, love - Montell Fish.