31

11.7K 426 9
                                    

Natta kembali dengan segelas jus jeruk. Di sana juga sudah ada Matteo yang duduk berhadapan dengan Aila. Natta segera meletakkan jus jeruknya di atas meja lalu duduk di sebelah Mattheo.

"Boleh ya theo??" Ucap Aila. Natta yang tak tau apa-apa hanya diam saja.

"Lebih baik lo pulang, atau engga nginep di rumah temen lo yang lain," ujar Mattheo.

Natta yang mendengar itu jadi paham apa yang sedang mereka bahas sekarang.

"Please Theo, Natta juga ngebolehin kan," Mattheo menghela nafas mendengar ucapan Aila.

"Gue bilang engga. Lo gak merasa malu nginep di rumah orang padahal gak di izinin?" Tanya Mattheo ketus. "Lo bisa nginep di rumah Mama aja, nanti gue izinin sama mama gue, dan silahkan keluar," lanjutnya.

Aila yang mendengar itu menatap Natta memelas. Sedangkan natta sendiri hanya diam tak mau ikut campur, karena sebenarnya memang dia tak suka dengan keberadaan gadis itu.

"Pergi!" Tegas Mattheo.

Aila yang mendengar itu mau tak mau harus pergi. Dengan dongkol gadis itu keluar dari apartemen pasangan suami-istri itu. Setelah kepergian Aila, Natta menatap Mattheo. "Kenapa lo usir??"

"Gue tau lo gak nyaman, makanya tadi gue suruh dia pergi," ucap Mattheo.

Natta yang mendengar itu tertegun. "Wkwkwk emang kelihatan banget ya?"

Mattheo mengangguk. "Ayo tidur, besok gue ada kerjaan," ucap Mattheo.

Natta yang mendengar itu lalu mengangguk patuh. Sebelum itu seperti biasa Natta meminum susu ibu hamilnya. Setelah itu mereka pergi ke kamar, kamar mereka berdua tidak lagi masing-masing. Mereka berbaring di atas kasur dengan posisi saling berhadapan. Tangan Natta mulai usil memainkan telinga Mattheo.

"Mamattt," panggil Natta pelan.

"Ya?"

"Kapan lo ngasih tau alasan lo mau tanggung jawab?"

"Lain kali,"

Natta memberengut kesal mendengarnya. Tentu saja ia masih penasaran dengan alasan Mattheo mau bertanggung jawab atas apa yang tidak ia perbuat. Natta mulai menerka-nerka apa alasannya. Dia berfikir sejenak lalu menyeletuk.

"Lo kasian sama gue?" Tanya Natta.

"Gak,"

Natta berfikir lagi. Waktu yang menunjukkan pukul 10 malam itu membuat Natta agak sedikit lemot. Apalagi dia sedang kecapean juga, perutnya yang besar juga membuat pinggangnya cukup pegal.

"Kasih tau gue Matt," pinta Natta memelas.

Mattheo yang mendengar itu menghela nafas lalu mendudukkan dirinya diikuti Natta yang juga ikut duduk bersandar pada kepala ranjang. Mattheo menatap Natta dalam.

"Abang gue yang nyuruh," ucap Mattheo.

Natta yang mendengar itu tersentak kaget. "Hah?!"

"Sebelum abang gue bunuh diri, ia nyari tau tentang lo," jelas Mattheo.

"Terus kenapa gak dia aja yang bertanggung jawab? Kenapa dia malah bunuh diri? Why?" Tanya Natta tak habis fikir dengan apa yang dilakukan dari Ardanta.

Mattheo menarik nafasnya lalu menghembuskannya pelan. "Aila, Abang gue cinta mati sama cewek itu. Abang gue frustasi karena di selingkuhi Aila. Cinta emang semembutakan itu. Setelah kejadian di club itu, Abang gue ngurung dirinya sendiri selama satu Minggu, dia terus nyari kesalah dia apa sampai-sampai Aila selingkuhi dia, selain itu desakan dari kakek gue yang minta Ardanta jadi penerusnya bikin dia tambah tertekan, Abang gue pengen jadi arsitek tapi kakek gue maksa Ardanta jadi pebisnis sepertinya, di tambah rasa bersalah yang menggerogoti dirinya karena telah memperkosa lo, jelas semakin membuat Ardanta semakin gak bisa ngendaliin pikirannya. Tepat satu Minggu Ardanta mengurung dirinya, dia keluar dari kamarnya, menaruh beberapa surat di kamar gue, dan salah satu surat yang ia berikan ke gue itu soal elo, dia nyuruh gue buat nyari siapa yang ia perkosa malam itu dan tanggung jawab. Tepat saat pukul 12 siang Ardanta bunuh diri di kamarnya. Sampai saat ini Mama belum tau semuanya. Gue masih menunggu waktu buat bilang kepadanya," cerita Mattheo panjang lebar.

Natta yang mendengar itu jujur saja tak tau harus merespon bagaimana. "Tapi kenapa lo tetep mau mat? Lo bisa gak ngelakuin itu kan,"

"Karena itu amanah buat gue, sebagai gantinya dia udah pernah nyelamatin hidup gue," jelas Mattheo.

"Hah?"

Mattheo berdecak sebal. Tenaganya habis untuk bercerita. "Dia ngasih satu ginjalnya buat gue," ucap Mattheo sedikit menyikap bajunya memperlihatkan bagian perutnya yang terlihat ada bekas jahitan, tapi Natta baru menyadarinya. Padahal ia sering kali melihat Mattheo bertelanjang dada.

Natta menyentuh bekas itu pelan. Ia jadi ngeri membayangkan operasinya. "Matt operasi sakit gak?"

Mattheo menggengkan kepalanya.

"Masa si?" Tanya Natta tak percaya.

Mattheo mendatarkan wajahnya. "Kan di bius,"

"Tapi habis itu sakit?"

Mattheo mengangguk saja.

"Besok kalau lahiran gak mau sesar," ucap Natta.

"Kenapa?"

"Ada bekasnya nanti, tapi kalau normal katanya sakit banget,"

"Yaudah sesar aja,"

"Tapi gue gak mau,"

"Yaudah normal,"

"Gak maulah sakit,"

Mattheo yang mendengar itu menahan emosinya. Hari semakin larut membuat ia sedikit emosi. "Dah tidur jangan cerewet,"

"Bentar Mat gue lagi mikirin mau lahiran sesar apa normal,"

"Tidur Natt!" Titah Mattheo tegas.

Natta yang mendengar itu memberengut kesal. Lalu mulai merebahkan dirinya pelan dengan posisi miring menghadap Mattheo.

"Ngikut dokter aja besok jangan dipikirin," ucap Mattheo.

Natta mengangguk saja. "Pijitin pinggang gue," pinta Natta dan Mattheo langsung melaksanakannya dengan masih berbaring. Natta mulai terpejam karena kelelahan juga. Mattheo yang melihat itu tersenyum kecil lalu mencium kening Natta cukup lama kemudian cowok itu ikut masuk ke alam mimpi setelah memastikan Natta sudah benar-benar terlelap.

Tbc.

Jangan lupa tekan bintang

Mattheo [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang