18

99 9 4
                                    

"Di dunia ini, bukan lo doang yang tinggal di bumi. Bukan hanya lo yang bisa suka
sama gue. Semua manusia punya hak sama untuk suka sama satu orang."

"Ini beneran kita di undang ke rumah Asta, kan?"tanya Paula memastikan saat mereka baru saja menginjakkan halaman rumah keluarga Altama.

Lavelyn mengangguk. Sembari menerbitkan senyum ia berucap. "Astalian sendiri yang minta Mama, Papa, dan Ethan untuk datang. Sekalian undang Kairi, Nayara, Ansel, dan Serena."

"Serena? Bukannya teman Kakak itu suka sama Astalian juga? Ngapain di undang segala?"tanya Ethan keheranan.

Lavelyn mengangkat bahunya acuh. "Astalian hanya mau berbagi kebahagiaan ke mereka."

"Sesederhana itu alasannya?"heran Galen.

.

.

"Silahkan duduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Silahkan duduk."Astalian mempersilahkan orang tua dan Adik Lavelyn untuk duduk.

Galen mengulas senyum. "Senang rasanya di undang ke jamuan makan malam seperti ini."

"Saya turut bahagia atas hal itu,"ungkap Jeremy.

Dua keluarga tersebut sudah duduk. Sembari menunggu kedatangan Ansel, Kairi, Nayara, dan Serena. Para orang tua asyik mengobrol soal bisnis masing-masing.  Sampai kedatangan seseorang membuat semua orang terdiam.

"Selamat malam semuanya,"ucap Serena dengan dress berwarna merah menyala, make up menghiasi wajahnya, dan hiasan di kepala menggunakan flowercorn.

Jeremy melirik ke arah Astalian seakan bertanya. Astalian memberi isyarat dengan anggukan kepala. Marvin berdiri dan membalas uluran tangan Serena saat tangan tersebut seharusnya di tujukan pada Jeremy.

Serena menjaga raut wajahnya untuk tidak terlihat kesal dengan senyuman tipis. "Sudah lama tidak datang ke rumah ini lagi. Terakhir kali saat mempersiapkan wisuda ya, Asta?"

"Iya. Waktu itu gue inget banget, lo tiba-tiba datang ke rumah maksa Asta untuk satu tukang jahit sama lo. Gue bener kan?"Marvin mengeluarkan fake smile-nya.

Serena mengembangkan senyum. "Benarnya itu karena Asta yang meminta sendiri karena dia waktu itu bingung. Aku mana mungkin maksain Asta. Bagaimanapun, aku dan Asta sangat dekat."

"Iya dekat sebagai teman,"celetuk Marvin.

Lavelyn menutup mulutnya agar suara tawanya tidak terdengar. Ia rasa, Kak Marvin adalah pawang terbaik dalam melawan Serena. Kelelahan sebab omongannya selalu di tampar oleh fakta, pada akhirnya Serena ikut bergabung dan duduk di sebelah Astalian.

Marvin mengerutkan dahi. "Mending lo duduk di sebelah Lavelyn. Kursi itu untuk Ansel."

"Aku nggak lihat ada label tulisan di sini, Kak? Jadi boleh dong aku duduk di sebelah Asta? Lagian nggak ada yang salah dengan aku duduk di sebelah Asta, kecuali jika kalian menganggap bahwa aku adalah tunangannya,"ujar Serena.

Cinta Cowok Idaman!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang