38 : I Will Always Love You

90 11 6
                                    

Lavelyn menatap langit malam yang di penuhi bintang. Ia hirup hembusan semilir angin yang seketika membuat tubuhnya kedinginan. Badannya bergejolak saat sebuah jaket melingkar di pundaknya. Saat ia melihat siapa yang melakukan tindakan tersebut, Lavelyn hanya mampu tersenyum simpul.

"Udah lama nunggu?"tanya Ansel membuat Lavelyn mengangguk.

"Gue udah biasa nunggu. Apalagi nungguin hal yang nggak pasti,"jawab Lavelyn seraya memamerkan giginya.

Ansel terkekeh ringan. "Bisa aja lo cewek bucin."

"Maaf ya gue minta lo ketemu secara mendadak. Habisnya gue nggak tahu lagi harus ngobrol sama siapa karena yang lain lagi sibuk malam minggu sama keluarga. Sedangkan orang tua gue lagi ada urusan di luar kota. Ethan ada acara camping sama teman sekelas. Gue takut sendirian di rumah,"ucap Lavelyn.

"Nggak masalah. Gue juga butuh temen ngobrol. Lo mau jagung bakar nggak?"

Lavelyn mengangguk antusias. "Mau. Mau. Pake bumbu keju ya."

"Lo tunggu aja di sana, nanti gue samperin,"ujar Ansel berjalan meninggalkan Lavelyn.

Sepeninggal Ansel, Lavelyn memperbaiki jaket yang diberikan oleh sahabatnya itu untuk ia gunakan secara utuh membalut tubuhnya. Kemudian ia berjalan menyusuri pasir dan duduk di tepi pantai. Ya, saat ini Lavelyn tengah berada di pantai. Ia memang ingin sekali menghabiskan malam minggu, duduk di pantai sembari melihat kilauan bintang kemudian memakan jagung bakar sembari bercengkrama dengan seseorang.

Ia hanya butuh waktu tenang di hari weekend. Salah satunya agar rasa sedihnya tidak berlarut. Apalagi jika memikirkan soal Astalian. Lavelyn tidak ingin berharap lebih hubungannya akan membaik sebab ia yang memulai lebih dulu untuk mengakhiri.

Katakan saja rasa percaya diri Lavelyn sekarang mulai menurun. Terkadang, ia juga harus realistis akan kehidupan. Tidak selamanya apa yang ia harapkan bisa terwujud. Salah satunya dapat hidup bahagia bersama Astalian.

Kalau saja Astalian bukan jodohnya pun, itu tidak akan jadi masalah untuknya. Bisa merasakan cinta dari Astalian saja, menurutnya sudah cukup. Meskipun hatinya masih untuk Astalian.

"Cie malam minggu kok bengong,"goda Ansel sembari menyikut lengan Lavelyn.

Lavelyn tersadar dari lamunannya dan segera berdecak. "Ngagetin aja lo."

Ansel ikut duduk di samping Lavelyn kemudian menyodorkan jagung bakar padanya. Tidak lupa dua botol air putih ia beli agar tenggorokan mereka tidak serak saat selesai memakan habis jagung bakar. Apalagi pasti keduanya akan mengobrol sepanjang malam di pantai.

"Gimana keadaan lo?"tanya Ansel melirik wajah samping Lavelyn.

Lavelyn berdehem. "Seperti yang lo lihat. Tenang dan mengikuti alur."

"Jangan bohongi diri sendiri saat keadaan lo nggak seperti itu, Lavelyn,"ucap Ansel memperingati.

Lavelyn tersenyum kecut. "Gue nggak mau nyakitin diri sendiri terlalu larut."

"Semuanya hanya perlu menunggu di waktu yang tepat. Sambil menata diri kembali,"tutur Ansel.

Lavelyn mengangguk. "Iya benar. Tetapi, gue juga nggak mau terlalu lama menunggu waktu. Apalagi saat waktu nggak berpihak sama gue. Manusia suka banget membahas soal waktu. Seakan-akan semuanya adalah salah waktu. Padahal tanpa harus menunggu waktu, kalau memang dasarnya punya kesadaran diri sebab saling mencintai. Nggak akan mungkin terus nungguin hal yang sebenarnya hanya perlu di perjuangkan."

"Lo lagi nyindir diri sendiri? Dari kalimat lo seakan ada penyesalan karena pernah mempercayai waktu,"tebak Ansel.

Lavelyn menggeleng. "Gue nggak pernah menyesal, Ansel. Semuanya adalah kemauan gue. Sebenarnya gue hanya kecewa sama manusia. Nggak bisa menggunakan banyak waktu untuk merenung kemudian memperbaiki diri. Gue paham setiap orang punya cara sendiri untuk melakukan kedua hal tersebut. Tetapi, kalau nggak ada gerakan sedikitpun semua bakalan capek."

Cinta Cowok Idaman!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang