17

104 16 13
                                    

"Ngerusak hubungan orang, nggak akan bikin lo terlihat keren."

***

"

Pagi,"sapa Ansel.

Lavelyn menoleh dan mengembangkan senyum. "Pagi."

"Gimana kejutan kemarin?"tanya Ansel sembari tersenyum simpul.

Lavelyn mengerutkan dahi. "Lo tahu?"

"Jelas. Gue sahabat Asta. Dia udah jauh-jauh hari bahas soal itu sama gue. Tetapi, dia murni pakai ide dan usahanya sendiri. Gue nggak ada ikut campur,"jelas Ansel.

Lavelyn mengangguk. "Gue bahagia. Rasanya kayak mimpi. Cowok idaman yang gue kasih sebentar lagi bakalan jadi suami idaman."

"Gue turut bahagia. Tuh anak kalau nggak di bakar hatinya, nggak akan berani memulai. Gue aja kaget dengan keinginan dia mau lamar lo. Kayak kecepatan. Tetapi, kata dia daripada direbut sama gue,"ucap Ansel.

Lavelyn terkekeh ringan. Keduanya masuk ke dalam lift untuk naik ke lantai 3. "Kenapa dia seakan takut lo ngerebut gue? Suka lo sama gue?"

"Gue tahu lo cantik. Tetapi, lo bukan tipe idaman gue. Serius, gue kurang minat sama cewek berisik dan heboh,"ujar Ansel.

Lavelyn menyipitkan mata. Menyenggol lengan Ansel. "Jangan bilang tipe idaman lo Serena?"

"Ssttt jangan buka kartu."Ansel memberi isyarat dengan jari telunjuk menempel di bibir.

Lavelyn mengembangkan senyum. Ia berdehem pelan. "Ungkapin dong. Masa mau diem aja."

"Tau deh yang habis di lamar,"ledek Ansel.

Lavelyn menepuk pundak Ansel. "Gue serius Ansel. Nggak ada salahnya ungkapin perasaan lo. Meski gue tahu Serena sukanya sama Astalian. Tetapi, kalau nggak dicoba, mau kapan? Siapa tahu pintu hatinya terketuk untuk melihat ke arah lo."

"Gue belum siap, Ly. Tahu Serena suka sama Astalian aja rasanya sakit. Gue udah mengusahakan yang terbaik untuk dilirik sama dia. Tetapi, usaha gue selalu gagal."

Lavelyn membawa Ansel ke dalam pelukannya. "Sabar ya. Akan ada saatnya Serena bisa melihat ketulusan lo. Gue yakin lo akan merasakan di cintai di waktu yang tepat."

"Apa-apaan ini? Pemandangan apa yang gue lihat pagi-pagi?"

Suara bariton dari seseorang membuat pelukan Ansel dan Lavelyn terlepas. Terlihat pintu lift terbuka, ada Astalian berdiri menatap pada keduanya dengan tatapan bingung. "Jangan salah paham."

"Gue nggak tanya sama lo ya, Ansel."Astalian memberikan tatapan tajamnya.

Ansel hanya bisa meneguk ludah. Tubuhnya setengah gemetar. Jujur, ia takut jika sahabatnya sudah bersikap seperti ini. Andai saja ia tidak menerima pelukan Lavelyn, mungkin harinya tidak akan disambut dengan tatapan tajam Astalian.

"Lavelyn sayang, siapa yang meluk duluan?"tanya Astalian memberikan senyumannya.

Lavelyn ikut tersenyum. "Aku duluan, Astalian. Kamu nggak marah kan?"

"Ah, nggak kok. Mana mungkin aku marah sama kamu. Yaudah yuk ke ruangan aku. Ada yang mau aku omongin sama calon istriku tercinta,"ujar Astalian menekan tiga kata terakhirnya.

Ansel menghela nafas setelah Astalian membawa pergi Lavelyn. "Serem amat tuh orang."

"Sejak kapan mereka tunangan?"pertanyaan dari Serena membuat Ansel terkejut.

Bagaimana tidak. Serena tiba-tiba muncul dari arah belakang tubuhnya. "Jawab pertanyaan gue."

"Sejak kemarin malam,"jawab Ansel.

Cinta Cowok Idaman!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang