20

75 10 5
                                    

"Sekarang gue pegang kartu lo. Jadi, ikut aturan gue."

***

warning : cw tw // blood, mention of death, and harsh words.

"Mama lupa siapa aku?"tanya Astalian menatap perempuan paruh baya di hadapannya.

Perempuan paruh baya tersebut mengerutkan dahi. Seketika tatapannya berubah tajam dan raut wajahnya sarat akan kemarahan. "Untuk apa kamu mencari saya?"

"Aku di sini untuk ketemu sama Serena. Mama apakan Serena sampai seperti ini?"tanya Astalian sembari menundukkan kepala melihat ke Serena yang ada di dalam gendongannya.

Perempuan paruh baya itu melirik Serena yang tidak sadarkan diri berada dalam gendongan Astalian. "Ada hubungan apa kamu sama Anak sialan itu, hah? Pacarmu? Mending kalian putus. Saya nggak sudi pembunuh seperti kamu berhubungan dengan anak sialan ini."

"Mama nggak berubah ya? Kenapa Mama terus membenci aku? Kematian Atsa bukan  kemauan aku, Ma. Aku juga terluka karena kejadian itu,"lirih Astalian menatap ke arah Mamanya yang membuang muka.

Astalian lihat perempuan itu tertawa mengejek. "Pembunuh seperti kamu akan menganggap sepele jika kamu tidak merasakannya sendiri. Jangan berani menatap saya! Saya benci tatapan itu. Pergi kamu dari sini!"

"Setidaknya ikut aku ke rumah sakit untuk menemani Serena, Ma. Pasti ini ulah Mama kan?"

Pertanyaan yang Astalian lontarkan membuat Perempuan paruh baya bernama  Hana seketika tersenyum sinis. "Untuk apa saya ikut menemani anak sialan ini? Kalau mati, ya sudah tinggal kamu kubur saja."

"Mama nggak capek hidup dengan perlakuan jahat seperti ini? Setidaknya punya rasa simpati Ma. Serena juga manusia. Mama nggak malu numpang di rumah Serena, menjadikan Serena sebagai penghasil uang, dan seenaknya menyiksa dia? Dimana hati nurani Mama sebagai seorang Ibu?"

Hana menatap sengit pada Astalian. Seketika leher Astalian di cekik dengan erat olehnya sampai tubuh Astalian membentur tembok. Kedua tangannya yang menggendong Serena seketika terlepas mengakibatkan tubuh Serena terjatuh ke lantai. Sekuat tenaga Astalian mencoba melepaskan cengkraman kuat tangan Mamanya di lehernya.

"Kamu tidak pantas untuk hidup! Lebih baik kamu mati! Jangan pernah temui saya lagi! Kamu itu anak pembawa sial! Gara-gara kamu saya di ceraikan oleh Jeremy! Gara-gara kamu, saya di benci oleh Marvin! Mati Asta! Mati!"

Astalian menepuk-nepuk kedua tangan Mamanya. Air matanya menetes setiap kali menahan rasa sakit karena cekikan Hana di lehernya mengakibatkan Astalian sesak nafas. Astalian memejamkan mata sejenak, memikirkan bagaimana caranya bisa lepas dari belenggu Mamanya dan segera membawa Serena ke rumah sakit.

"Maafin Asta, Ma."

Bruk!

Astalian dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Mamanya hingga wanita paruh baya tersebut meringis kesakitan sebab lengannya membentur kursi. Sejenak Astalian mengambil nafas dan segera menggendong Serena keluar dari rumahnya. Tidak ia pedulikan teriakan kemarahan Mamanya. Fokus Astalian sekarang adalah segera membawa Serena ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

Mengenai Lavelyn, Astalian bisa mengurusnya nanti. Nyawa Serena sekarang sangat penting. Sungguh, Astalian merasa bersalah. Serena tidak pantas menerima semua perlakuan jahat Mamanya. Jika saja Astalian tahu lebih cepat, mungkin ia akan menjauhkan Serena untuk selama-lamanya dari hidup Mamanya.

.

.

Astalian bernafas lega saat Serena di pindahkan ke ruang inap. Ia pandangi wajah Serena yang masih belum sadarkan diri. Beberapa bekas luka di pergelangan tangan bahkan di wajahnya, membuat Astalian meringis. "Maaf. Andai gue lebih peduli sama keadaan lo dan tahu Ibu Tiri lo itu adalah Mama gue. Mungkin, lo nggak akan dapat kesakitan ini. Gue malu sama diri sendiri."

Cinta Cowok Idaman!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang