Menikah dengan sahabat? Lucu sekali kehidupan ini. Mitha sampai ingin tertawa membayangkannya, tapi justru sekarang Mitha hanya bisa berjalan kedepan, mengikuti alur kehidupan takdirnya yang sudah di rencanakan Tuhan.
Berawal dari doa kepepet sampai menjelang pernikahan dan sekarang ini, dirinya sedang bersama Raden di dalam satu rumah hanya berdua. Iya, berdua. Menata kembali hasil belanjaan kami tadi siang.
Raden mendapat bagian untuk menata ruang tamu sampai ruang keluarga, sementara Mitha hanya bagian dapur untuk saat ini. Memasukkan beberapa sayuran, bumbu, buah-buahan, serta makanan dan minuman ringan ke dalam kulkas dan laci.
Selesai menata semuanya, Mitha bertugas untuk membuat makan malam. Mungkin nasi goreng dengan suwiran ayam adalah menu paling simple untuk malam ini. Ia kemudian langsung memasak nasi dalam magic-com dan menggoreng ayam yang sudah ia bumbui.
Saat menumis semuanya menjadi satu, suara kursi pantry berderit, menandakan ada seseorang yang duduk. Siapa lagi kalau bukan Raden.
"Yang enak, Mit masaknya." Katanya meremeh sambil mengambil buah untuk dicemil dari atas meja.
Jangan diragukan lagi skill memasak Mitha, dari SMP sebanarnya ia sudah diajari membuat makanan sendiri ketika ingin membawa bekal dadakan. Hanya saja, jiwa dan rasa malas yang terpendan di dalam dirinya kadang suka berkoar kalau sudah kelaperan terus capek dan berujug lebih memilih go-food ketimbang masak sendiri.
"Awas gosong tuh. Masa nasinya ampe begitu sih."
Mitha yang tadinya sibuk mengaduk campuran nasi dan ayam itu berbalik, melihat Raden yang duduk anteng sambil nyemilin buah anggur. Matanya menyorot tajam sambil mengacungkan spatula ke arah Raden.
"Lo kalo masih ngomong lagi, gue lempar nih spatula ke muka lo ya!"
"Canda, Mit. Jangan marah-marah terus lah." Raden melengos, beralih menuju kulkas mengambil air dingin.
Mitha kembali asik mencampur rata masakannya sebelum dikagetkan suara Raden. "Mau air dingin apa air biasa?"
"Anjing! Kaget gue. Lo ngapain sih berdiri dibelakang gue!" Tubuh Mitha berjengkit.
"Lah, daritadi juga gue disini."
"Ya jangan tiba-tiba ngomong dibelakang gue juga kali."
"Berati kalo peluk, boleh?" Raden menyengir, kedua alisnya dinaik turunkan menggoda Mitha.
Mitha yang terlanjur dibuat jengkel olehnya mengacungkan spatula, "Mau mati lo?!"
"Tenang, tenang. Bercanda, Mit. Hehehe."
Tak mau semakin dibuat kesal, Mitha memindahkan nasi goreng buatannya ke 2 piring dengan porsi yang berbeda.
Raden yang tak mau ambil pusing pun, tanpa kata menyantap makanan yang sudah disajikan. Bibirnya agak berkedut saat suap demi suap ia rasakan, ternyata gini rasanya dilayanin sama istri.
"Gak usah senyam-senyum! Selesai makan langsung cuci piringnya." Mitha membuyarkan Raden dengan menaruh bekas piring makannya di atas piring Raden yang kosong.
Karena sudah malam, ia berniat untuk segera membersihkan diri dan beristirahat, selesai cuci muka, cuci kaki dan memakai skincare malam rutinnya, Mitha merebahkan diri diatas ranjang tidur sambil memainkan ponselnya.
Menggulir beranda sosmed sampai membuat kedua matanya mengantuk, Mitha melihat Raden yang baru saja masuk kamar. Mengambil guling dan membentuk sekat di antara mereka berdua guna menciptakan batas.
"Maen hape teross!!! Mata udah merah ngantuk, ngantuk gitu tetep dipaksa melek mainin hape."
Mitha menaruh ponselnya di nakas, malas beradu mulut dengan Raden yang sudah mulai menggelar kasur lipat. Mereka memang tidur seranjang sesuai kesepakatan, tapi tetap memutuskan untuk membuat sekat pembatas, jaga-jaga kalau keluarga dari mereka takut dateng tiba-tiba.
"Mit, matiin lampunya, ganti lampu tidur dong."
Beberapa hari menjadi istri seorang Raden Megantara si tengil dari Jawa, Mitha mulai hafal beberapa kebiasaannya, salah satunya tidur dalam keadaan yang gelap gulita.
Berbanding terbalik dengan kebiasaan Mitha yang tidak suka tidur di dalam gelapnya kamar, mereka pun sepakat hanya untuk meredupkan lampu kamar sehingga menjadi remang-remang.
Adapun beberapa kebiasan Raden yang sangat membuat Mitha kadang menatap tajam bahkan marah, menaruh handuk basah diatas ranjang. Hei! Siapa sih yang suka menaruh handuk basah diatas ranjang begitu? Kan jadi bikin kasur basah, berkali-kali Mitha beradu mulut dengan Raden perkara ini, tetap saja tak digubris.
Di pagi hari, Raden terbiasa tidur kembali setelah sholat subuh, itu yang membuat dirinya dibakar api kekesalan saat mengeluarkan energi untuk membangunkan Raden. Dan jengkel sendiri kalau sudah di ambang batas Raden susah di bangunkan.
Entahlah masih seberapa banyak lagi kebiasan Raden yang bisa membuat Mitha naik darah kedepannya, kayaknya Mitha harus sering check-up takut tensi darahnya naik dan mengakibatkan penuaan dini.
*****
Seperti pagi hari sebelumnya, Mitha dihadapkan dengan tubuh Raden yang masih dibalut selimut seperti kepompong. Sangat rapat sekali, apakah Raden bisa bernapas tidur seperti itu.
Mitha yang baru saja mengeringkan rambut basahnya menggunakan hair dryer, tak mau ambil pusing soal membangunkan Raden, Mitha turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan.
Masak simple dan nggak ribet menjadi andalan Mitha untuk sarapan pagi ini, sambil mencuci beberapa setel pakaian dirinya dan juga Raden, ia menyajikan masakannya setelah dirasa siap semuanya.
Mitha naik ke atas, menuju kamar tidurnya, untuk apa lagi? Ya membagunkan Raden lah.
Matanya risih melihat gelungan selimut yang sudah tidak ada si pemiliknya dibiarkan berserakan. Mendengar suara kran air dari dalam kamae mandi, dapat dipastikan Mitha kalau Raden sudah bangun.
"Den, kalo abis pake sesuatu langsung diberesin lagi. Berantakan banget gue liatnya."
"Ya diberesin dong." Dengan santai Raden menjawab tanpa melirik ke arah Mitha sama sekali.
"Yang habis pake ini, siapa?" Mitha menunjuk gulingan selimut lengkap bantal guling berserah dibawah ranjang.
"Gue. Nanti deh gue beresin."
Menghela napas, Mitha tersenyum paksa, "Sekarang, Raden." Geramnya tertahan.
Sementara Raden yang sibuk memilih baju dari dalam lemari, menengok, ikut tersenyum paksa sambil angguk-angguk kepala.
"Iya, Istri. Suami mau nyari baju dulu."
"Najis!"
Pagi hari Mitha dibuat hancur berantakan oleh Raden, mending ia kebawah aja nyelesein cucian baju yang masih digiling mensin cuci. Terserah Raden mau bertindak apa lagi.
Tak sampai lima menit, Raden datang, duduk diatas kursi meja makan memperhatikan Mitha yang sedang mencuci di dekat kamar mandi dapur.
"Mau gue sembur mata lo pake detergen!" Semprot Mitha saat menyadari sedang di tatap lekat oleh Raden.
"Perih lah mata gue nanti."
Raden dengan tawa renyahnya tetap memperhatikan Mitha, "Gak usah liat-liat!"
"Kan gue punya mata. Masa nggak digunain sih."
"Terserah!"
Mitha masih tetap mencampur detergen dan baju kotor kedalam mesin cuci sebelum menggilingnya. Dengan lihai dirinya pun bergerak menaruh baju yang sudah dikeringkan ke keranjang untuk dijemur nanti.
"Diliat-liat begini rasanya lo bisa ngelakuin semua hal dalam berumah tangga ya, Mit." Kata Raden kembali membuka suara membuat Mitha mengangkat dagunya senang.
"Jelas lah, gini-gini gue sering bantuin Mama dirumah."
"Iya, cocok banget buat dijadiin asisten rumah tangga." Setelahnya Raden tertawa kencang, melihat wajah Mitha yang kembali ditekuk semakin dalam.
"Kurang ajar!" Darah Mitha mendidih, dibuat naik dalam seketika oleh Raden. Pagi-pagi udah berapa kali Mitha dibuat kesal olehnya.
Liat saja, selesai mencuci dan sarapan, Mitha akan membuat Raden ikut membantu seluruh pekerjaan yang ada dirumah sampai benar-benar paham seberapa lelahnya mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Impossible [end]
Teen FictionSahabat katanya? Adakah pria dan wanita yang sahabatan selama bertahun-tahun tanpa melibatkan perasaan diantara mereka? Well, Paramitha Tribuana dapat dengan sombong mematahkan segala sesuatu yang mengatakan kalau bersahabat dengan lawan jenisnya...