Membuka kelopak matanya di pagi hari karena diganggu oleh sengatan sinar matahari ditambah dinginnya angin berhembus melewati jendela kamar yang terbuka, Raden mengeratkan selimut di tubuhnya.
Mencari remot AC untuk mematikannya, tubuhnya dibuat malas oleh kasur empuk yang menemani tidur semalam. Ia urungkan niatnya mencari remot AC dan memilih menggelung seluruh tubuh dengan selimut, Raden melanjutkan tidur.
Sampai mendengar suara pintu yang berderit ketika dibuka, matanya melirik sekilas ke arah kamar mandi. Seorang perempuan baru saja keluar dari sana sambil mengeringkan wajahnya dengan handuk kecil, senyum tipisnya terbit.
"Den, Bangun." Merasakan tubuhnya digoyangkan oleh Mitha, Raden malah mengubah posisinya tadi memunggungi Mitha.
"Belanja buat dapur, ayok." Dua kali Mitha menggoyang-goyangkan bahu Raden.
"Keburu siang, Den!" Tiga kali masih tetap tak di dengar.
"Laper nih gue. Raden!"
"RADEN MEGANTARA! Gue laper! Mau sarapan nggak lo?!" Mitha berteriak, tangannya berkacak pinggan melihat Raden yang tak terganggu sama sekali dalam tidurnya.
Melihat jam dinding yang sudah menunjukan pukul 10.24 dimana waktu sarapan Mitha dan Raden kelewat, membuat Mitha kesal bukan main.
"Ck. Bangun gak lo, gue guyur juga nih!" Ancam Mitha pada Raden tetap tak digubris sama sekali.
Oke, senyum Mitha terbit, dikira ancaman Mitha ini cuman bohongan kali ya. Diambilnya gayung yang sudah terisi penuh oleh air, mau menciprati dikit tapi kok nanggung ya. Gimana kalo?
"ANJING! BOCOR, BOCOR!"
Mitha terseyum lebar tanpa rasa bersalah, menampakkan deretan gigi rapihnya, puas karena habis mengguyur Raden sampai gelagapan. Sementara Raden masih mengatur napasnya, kaget tiba-tiba diguyur air oleh Mitha, mana airnya dingin banget lagi.
"Waduh, bocor ya?" Raden megetatkan rahangnya, diledek oleh Mitha pagi-pagi seperti ini membuatnya badmood seketika.
"Cat nya nggak pake nodrop kali, jadinya bocor-bocor." Sahut Raden menimpali Mitha guna meredam emosinya sambil melirik ke atap rumah.
"Emang iya?" Melihat ke atas, Mitha berkacak pinggang, "Buruan mandi! Kita ke minimarket beli bahan masakan."
"Beli aja sendiri. Gue mau ganti cat dulu lah, takut bocornya makin gede."
Turun dari atas ranjang sambil menggerutu, Raden melepas kaosnya yang sudah basah kuyup di depan Mitha lalu memerasnya asal membuat kedua bola mata Mitha melotot.
"RADEN! Bego! Ngapain lo peres disitu sih. Kan jadi basah lantainya!" Omel Mitha dengan suara nyaring.
"Lah, iya basah Mit." Kata Raden, tapi kakinya malah sengaja menyebar luaskan genangan air bekas perasan bajunya, "Duh, gara-gara bocor nih. Lo pel ya, gue mau mandi."
"Raden sialan!" Kenapa malah jadi Mitha yang kesal, niatnya kan pengin bikin Raden merengut karena susah dibangunin. Orang itu kalo udah tidur macam kerbau aja.
*****
Kalau banyak anak muda yang punya perasaan senang saat sedang libur dan diajak jalan-jalan kesana dan kemari. Raden malah merengut malas mengikuti perempuan dengan full stamina yang nggak punya rasa lelah daritadi mondar-mandir.
Mitha mah enak tinggal jalan maju, jalan mundur doang, terus kadang jongkok ngeliat salah satu barang buat dijadiin pertimbangan. Lah, Raden berasa jadi pembantu yang ngikutin majikannya sambil dorong-doring troly. Beratnya bukan main!
"Den, bagusan yang ini apa ini?" Mitha menunjukan 2 jenis barang di tangan kanan dan kirinya. Entah apa namanya itu Raden mana tau.
"Ini." Ia menunjuk asal salah satu barang yang mampu menarik perhatiannya karena mencolok.
"Ih selera lo Mainstrem banget. Ini? Ngejreng banget warnanya tau."
Tuh kan, sudah berapa kali Raden dimintai pendapat kalo ujung-ujungnya juga nggak ada yang diterima. "Biar beda dari yang lain."
"Jelek ah. Gak suka! Mending yang ini aja, kalem warnanya." Mitha memasukkan salah satu barang yang tidak menjadi kandidat untuk dipilihnya tadi, dan menaruh kembali kedua barang yang ia pegang.
"Ngapain lo nanya gue, kalo gitu. Bikin makin capek aja." Gerutu Raden tetap mengikuti kemana perginya Mitha.
"Den, kayaknya kita harus ambil troly satu lagi deh. Masa buat peralatan dapur udah penuh, gimana buat yang lainnya."
Gila aja Raden disuruh ngambil troly lagi, mau bagaimana dia bawanya. "Lo aja sono yang ambil."
"Lo nyuruh gue?"
"Ya masa gue bawa dua troly sih, satu aja udah berat gini."
Mitha menyilangkan tangannya, "Salah siapa? Lo bilang peralatan dapur udah lengkap ya. Nyatanya pas gue liat tadi pagi, kosong melompong! Bahkan alat makan sama gelas sebiji pun nggak ada."
"Gue kan bilangnya barang yang masih layak pake tuh ada, mungkin yang di dapur udah pada nggak layak pake, jadi dibuangin sama pemilik rumah sebelumnya."
"Tunggu sini, gue ambilin troly baru." Raden lebih baik meninggalkan Mitha, takut kalau ia akan emosi, kan malu.
Sambil mendorong troly kosong, Raden jadi menyesal karena menyetujui ajakan Mitha ke IKEA alih-alih supermarket depan perumahannya kalau belanja sebanyak ini, mending Raden suruh saja asistennya buat beli perlengkapan rumah.
"Nih bawa sendiri, gue gak bisa bawa dua-dua an troly." Mitha menerima troly kosong yang diambilkan Raden tadi, kembali memimpin jalan.
Kali ini mereka memasuki area furniture untuk kamar melihat-lihat terlebih dahulu sebelum memilih dan membandingkan barang mana yang akan mereka beli, Mitha menimang apa Raden akan setuju kalau ia minta dibelikan lemari baru.
"Gue boleh beli lemari baru nggak? Buat naro baju kerja."
"Beli aja." Jawabnya enteng, Raden juga kelihatan sedang menimang untuk membeli suatu barang.
Sambil jalan lagi, mereka beralih pada furniture untuk mengisi kekosongan ruang tamu rumah mereka. Raden memberitahu kalau ia akan membeli beberapa pajangan dan tv baru, tapi Mitha malah menolak salah satunya.
"TV dirumah masih bagus, ngapain beli lagi." Ucap Mitha tak setuju.
"Layarnya kurang gede buat main PS, mana kelihatan nanti." Jawab Raden beralasan.
Mitha bersedekap dada, "Kurang gede layarnya? Gue punya mini proyektor di kantor, senin gue bawain dah."
Raden tak setuju, "Nggak mau ah. Vibe nya beda."
"Dih, padahal sama aja. Kapan-kapan aja lah beli TV baru, belum butuh banget kan." Ucap Mitha, ia mendorong maju trolynya agar segera keluar dari area elektronik.
"Butuh banget gue. Mitha! Jangan ninggalin gue dong."
Gerutuan Raden sepanjang jalan karena tak disetujui Mitha untuk membeli TV baru, semakin menjadi saja saat mengeluh kalau dirinya lapar. Mitha pun sama laparnya, gara-gara belanja perlengkapan rumah berjam-jam mereka sampai lupa belum mengisi perut.
Merogoh kantong celananya guna melihat jam dari ponsel, Mitha memberitahu Raden kalau mereka hampir melewatkan jam makan siang. Ditawarinya Raden membeli makanan di foodcurt yang tersedia, daripada harus nyari tempat makan diluar.
Mereka memesan makanan sesuai keinginan masing-masing dengan porsi double, Mitha dan Raden sama-sama makan dalam diam karena sudah sangat lapar.
"Habis ini kemana lagi?" Tanya Raden
"Supermarket." Dan dijawab cepat oleh Mitha.
"Isi kulkas masing kosong melompong, mau besok nggak sarapan lagi hah?!" Mitha mendahului Raden ketika akan dibantah lagi.
Karena dalam perjanjian pra pernikahan yang mengharuskan Mitha berperilaku layaknya seorang istri, mau nggak mau juga dirinya harus menjadi seseorang yang mampu mengatur keadaan rumah.
Dengan keuntung, Raden harus mau menuruti apa yang Mitha inginkan. Demi kebaikan bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Impossible [end]
Teen FictionSahabat katanya? Adakah pria dan wanita yang sahabatan selama bertahun-tahun tanpa melibatkan perasaan diantara mereka? Well, Paramitha Tribuana dapat dengan sombong mematahkan segala sesuatu yang mengatakan kalau bersahabat dengan lawan jenisnya...