4 : Kesalah Pahaman

52 2 0
                                    

Tok... Tok... Tok...

Suara ketukan pintu di pagi hari membuat Mitha beranjak bangun dengan keadaan linglung dari single kasurnya. Mempertanyakan siapa yang berkunjung pagi-pagi seperti ini.

"Masih jam 7 gini, siapa yang dateng dah." Tangan Mitha memutar kenop pintu. Membuka lebar dan melotot dalam satu tatapan, Mama? Ayah?

"Assalamualaikum, anak Mama."

"W--wwaalikumsalam, Mama, Ayah."

Isi kepalanya bleng dalam seketika setelah menyalimi tangan kedua orangtuanya, Mitha baru ingat kalau Raden masih ada didalam. Bagaimana ini, apa yang harus ia lakukan.

"Ngapain ke sini pagi-pagi, Ma?"

"Lho, kamu ini gimana sih. Orangtuanya baru dateng bukannya disuruh masuk, duduk dulu gitu, malah nanya begitu."

"Maksud Mitha, kenapa jauh-jauh dari Bogor ke sini."

Mama masuk ke dalam, diikuti Ayah yang mengekor, mereka duduk bersila pada karpet tempat Raden tidur semalam. "Kamu gak kerja?"

"Mitha ambil cuti, Ma."

Jantungnya dag dig dug, melirik antara pintu kamar mandi dan kedua orangtuanya. Berharap semoga Raden lebih lama di dalam, dan orangtuanya cepat-cepat pulang.

"Oh iya, kaki kamu kenapa? Jalannya kok aneh gitu."

"Hah?! K--kaki aku? Ah! I-ini kesleo Ma."

Mata mama memicing, Ayah pun ikut memperhatikan kedua kaki Mitha, "Nggak bengkak kok keliatannya."

Jelas nggak bengkak lah! Semalam udah di urut lagi kok.

"U-udah mendingan, t-tinggal nyerinya doang sih." Suara Mitha semakin gugup ketika dengar keran airnya mati, Raden... Tolong lebih lama di kamar mandi.

"Lho, di dalem ada yang mandi Mit?" Ayah bertanya.
"Hah?! I-iya ada. T-teman Mitha."

Mitha membasahi bibirnya yang kering, berusaha bersikap senormal mungkin. "Kamu nih kenapa sih? Gelagatnya aneh banget deh. Mama kan jadi curiga."

Kedua mata Mitha membola dengan sempurna, detak jantungnya pun semakin kencang, aliran darah rasanya ikut semakin deras berkumpul di seluruh permukaan wajahnya. Badannya tegang, keringat dinging mengucur dari sela rambutnya, padahal udara masih dingin sejuk.

"PARAMITHA TRIBUANA!!! SIAPA DIA?!"

Gawat! Harus Mitha jelaskan seperti apa kalau begini. Mama dan Ayah mukanya sangat merah padam, menahan amarah yang akan membuncah.

"M-mma, Y-yah, M-mitha bisa jelasin ini semua."

Raden, yang baru keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basah itu menahan napas melihat adanya tamu yang datang di pagi hari ini. Kedua orangtua Mitha. Mama Prita dan Ayah Adi.

"O-om, t-tante?" Tanpa menghilangkan sopan santunnya, Raden menyalimi kedua tangan orangtua Mitha.

"Raden! Kamu ngapain disni?!"

Ditanya seperti itu oleh Mamanya Mitha, Raden tak bisa berkata. Ia memilih untuk melirik ke arah Mitha sendiri yang duduk di sebrangnya. "S-saya..."

Wedding Impossible [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang