Suara roda brankar yang di dorong cepat oleh tiga orang perawat dan satu dokter kandungan membuat seluruh pasang mata yang berada di koridor saling mencari ke arah sumber suara. Erangan demi erangan sakit mampu membuat orang yang di lewatinya bisa ikut merasakannya juga.
"Eghh, Den. Sakit." Mitha mencengram dress yang tadi siang dia pakai, menyalurkan rasa sakit yang sangat memuncak itu.
"Sebentar lagi, tahan."
Memasuki ruang persalinan, dokter yang menangani Mitha memberitahu kalau pembukaan sudah lengkap dan bisa langsung melahirkan secara normal. Raden menyetujui, meminta cara yang terbaik untuk Mitha, dirinya pun juga disuruh ikut menemani selama proses persalinan berlangsung setelah mengganti bajunya.
Masuk ke dalam ruang persalinan, Raden dapat mendengar suara mesin EKG dan melihat banyaknya peralatan medis yang tak ia ketahui. Memakai masker sebelum menghampiri Mitha yang berbaring dan sudah di gantikan menjadi baju pasien, Raden duduk di kursi yang sudah di sediakan tepat di samping wajah Mitha.
"Sakit... Aku mules banget, rasanya kayak ada yang mau keluar." Mitha mengerang kesakitan saat akan mengambil napas, Raden yang melihatnya pun jadi merasa bersalah.
"Tahan ya... Sebentar lagi." Tidak ada yang bisa di ucapkan oleh Raden, rasanya dia pun ingin ikut menangis melihat kedua mata Mitha yang sudah memerah sambil mencengkram tangan Raden.
"Baik, Ibu Paramitha. Bisa mendegar saya dengan baik?" Mitha mengangguk, tak kuat jika harus menjawab.
"Untuk persalinannya tolong ikuti aba-aba dari saya ya, Bu. Kalau saya bilang tarik napas dan buang napas, tolong diikuti dengan baik kalau saya bilang menggenjan dan beristirahat, tolong di dengarkan juga diikuti dengan baik. Saya mulai ya, Ibu. Bismillah."
Dokter mulai memberi aba-aba kepada Mitha, awalnya Mitha tak bisa merespon ucapan dokter karena sudah terlanjur terdistrak oleh rasa sakitnya. Tapi, karena Raden tak ingin melihat Mitha kesakitan lebih lama, ia pun ikut membantu Mitha, membisikan kata-kata dari dokter ke telinga Mitha.
"Tarik napas kata dokter, terus buang, tarik lagi, buang, tarik napas dalam, menggenjan."
"Eghhh! Huft, huft, huft. Eghhh! Huft, huft, huft."
Begitu terus memberi aba-aba pada Mitha, tangan dan bahunya pun tak luput dari gigitan dasyat yang diberikan Mitha untuk meredam suaranya dan menyalurkan serta rasa sakitnya.
Mitha terus menggenjan, menarik napas, beristirahat dan kembali lagi dari awal entah sampai berapa kali. Yang pasti Raden tau, mereka memulai persalinan pada pukul 22.30 tepat. Saat Mitha merasakan ada cairan yang keluar dari area kewanitaannya setelah melakukan pelepasan olehnya.
"Ayo sekali lagi, Ibu! Tarik napas, buang, tarik napas, buang, tarik napas, dan menggenjan!"
"AKHHH!!!"
"Oek! Oek! Oek!"
"Alhamdulillah." Dokter berucap syukur, mengangkat bayi sambil memeriksa, "Selamat anaknya perempuan, semuanya lengkap ya Pak, Bu."
Telinga Raden dapat mendengar, betapa nyaringnya suara bayi berwarna merah yang baru saja keluar dari dalam perut Mitha, dokter memberikan langsung pada perawat untuk di bersihkan, setelahnya dibalut dengan kain tebal agar si bayi tak merasakan kedinginan.
Dari sini, Raden dapat melihat bagaimana lepeknya rambut Mitha karena banyak sekali keringat yang bercucuran dan air mata yang mengalir, ia menyaksikan langsung betapa sakitnya melahirkan secara normal. Raden mendekatkan wajahnya, mancium dahi dan pipi Mitha, ia tak bisa mengucapkan kata pengganti supaya Mitha tak lagi merasakan kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Impossible [end]
Teen FictionSahabat katanya? Adakah pria dan wanita yang sahabatan selama bertahun-tahun tanpa melibatkan perasaan diantara mereka? Well, Paramitha Tribuana dapat dengan sombong mematahkan segala sesuatu yang mengatakan kalau bersahabat dengan lawan jenisnya...