18 : Perubahan Raden

39 3 0
                                    

Dan kenyataannya, nol besar!

Seminggu berlalu saat Mitha rawat inap di rumah sakit dan kini sudah menjalani rawat jalan juga. Sudah hampir satu minggu Mitha kembali ke rumah, tak mampu membuat perilaku Raden berubah sedikit pun padanya. Gimana ya, Raden tuh sikapnya jadi berubah kayak suka flirting?

Ah entahlah! Mitha sering banget dibuat melongo sendiri saat Raden mulai mengeluarkan sisi lain darinya, seperti beberapa hari lalu saat Mitha ingin tidur. Raden yang biasanya suka begadang di ruang kerjanya, kini ikut masuk kamar dan berbaring di atas ranjang bersamanya.

"Udah mau tidur, Mit?"

"Hu'um."

"Mau coba di copot nggak gipsnya? Kata Dokter sih udah boleh, tapi tetep jangan kebanyakan gerak. Kalem aja gitu tidurnya." Katanya, melirik Mitha yang masih setengah bersandar.

"Copotin sih, tidur sambil pake gips gini bikin pegel. Bangun-bangun perut gue suka sesek gara-gara ditiban tangan gue sendiri."

Raden pun akhirnya mencoba untuk membuka gips di tangan kiri Mitha, "Kalo sesek, coba lurusin aja tangannya."

"Sakit lah." Mitha mencebik, "Lo tuh pernah ngerasain keram tapi dipaksa buat gerak nggak sih?! Kayak gitu sakitnya."

Menata letak bantal yang akan di gunakan Mitha dan membantunya untuk berbaring dengan nyaman, Raden mencoba untuk menempatkan tangan kiri Mitha berpindah menjadi di atas tubuhnya.

"Sakit gak?"

Kala itu Mitha sempat mengomel karena apa yang dilakukan Raden sangatlah berbahaya, Mitha takut tulang tangannya semakin lama sembuh karena dipaksa lurus, tapi emang dasarnya mulut cowok tuh punya seribu satu jurus yang bisa membuat cewek tanpa naluri mau mengikutinya, Mitha pun akhirnya menerima apa yang dilakukan Raden pada tangannya.

"Kalo gini harus diganjel bantalan kecil nih, biar sejajar." Kemudia Raden mengambil bantal kecil dan di taruh guna mengganjal tangan Mitha.

"Kagak nyaman gue, Den. Boleh miring nggak sih? Tidur telentang kayak gini berasa kaku banget badan."

"Emang bisa miring?"

Mitha melotot, "Emang lo pikir gue se parah apa sampe nggak bisa miring hah?!" Ucapnya galak yang membuat Raden nyengir garing.

"Ya gue mana tau. Coba aja miring kalo bisa," Kemudian tubuh Mitha bergerak, mencoba miring ke kiri tepat menghadap Raden.

Posisi ini lumayan, nggak terlalu sakit buat tangannya karena sudah diganjal bantal oleh Raden. Tak sampai situ, belakang punggung Mitha pun di taruh guling supaya ia tak jatuh kalau sewaktu-waktu akan kembali telentang.

"Nah, enak nih. Akhirnya bisa miring juga. Gue selama di rumah sakit berasa kayak orang struk yang nggak bisa gerak kecuali kedip mata doang. Bener-bener se sakit itu ternyata."

Kekehan Raden terdengar, dia ikut memiringkan tubuhnya menghadap Mitha, "Lebay lo. Siapa suruh naik motor nggak hati-hati."

"Ya elo! Bukannya bangunin gue, malah biarin gue kesiangan. Jahat lo."

"Dih. Lo pikir cuman lo yang kesiangan! Gue juga kali!"

Entahlah sampai kapan mereka berdua berdebat meributkan perkara awal kecelakaan yang menimpa Mitha, dengan saling tuduh menuduh dan tidak ada yang mau mengalah, akhirnya Raden lah yang ujung-ujungnya disalahkan.

Slogan 'Wanita memang selalu benar dan tidak pernah salah' Betulan ada dan menjadi tameng untuk para Wanita seperti Mitha, nggak mau ngalah.

Hingga pagi datang saat itu Mitha dibuat sangat syok oleh Raden! Oh astaga! Ternyata emang ada kesempatan dalam kesempitan kalau cewek dan cowok udah ada di dalam satu ruangan, apalagi ini satu ranjang pula!

Wedding Impossible [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang