Mitha dan Raden sudah berada di Solo selama 4 hari, menjelang liburan dan memasuki bulan Ramadhan, kegiatan sahur dan buka bersama sudah menjadi sebuah momen tersendiri dimana keluarga akan berkumpul bersama menanti bulan Ramadhan.
Beberapa request'an menu sahur dan berbuka pun sudah banyak mulai dari Raden yang meminta sahur dengan ketupat, Ayah meminta sahur dengan sop iga dan Bapak ingin sahur dengan ayam betutu.
Kami para istri yang akan meladeni request'an makanan mereka pun bingung, apa yang harus dimasak pada hari pertama kalau menu mereka semua beetolak belakang. Ibu yang sudah kelimpungan mencari resep ayam betutu semakin kelimpungan oleh tingkah Raden yang merengek."Ibu aja yang bikin."
"Ndak bisa lah, Le. Cari tempat ketupat aja susah, gimana mau bikin toh. Kamu coba bikin."
"Aku mana bisa, Bu. Di pasar emang nggak ada? Masa sih."
"Yo ndak ada. Adanya nanti pas mau lebaran, kamu ini minta dibuatin ketupat udah kayak bakal puasa full sebulan aja." Ibu menyindir, berusaha melepaskan rangkulan tangan Raden di lengannya.
"Cowok mah puasa full sebulan udah biasa, Bu. Ibu tuh yang puasa nggak bisa full."
"Heleh-heleh. Perempuan ndak puasa full sebulan ya sudah biasa juga lah, kita ini 'kan diciptakan spesial dari yang lain. Sudah-sudah kamu jangan request sama Ibu." Ibu pergi, meninggalkan Raden dengan raut wajah yang di tekuk.
"Ibu, tetep buatin pokoknya."
"Minta buatin istrimu saja. Sudah punya istri padahal, masih aja merengek sama Ibu. Malu!"
Apa ini, kenapa minta dibuatin ketupat doang susahnya ngalahin war tiket piala dunia sih. Raden lagi pengen makan ketupat buat sahur pertama, apa susahnya bikin tempat sendiri, tinggal lihat tutor di youtube kan bisa.
Mengambil ponsel di atas meja, Raden membuka aplikasi dengan logo merah, mengetik kata kunci 'Cara membuat tempat ketupat' banyak tutorial yang ditampilkan dari yang termudah sampai tersulit pun ada.
"Susah juga." Katanya pelan saat melihat betapa lincah jari yang ditampilkan itu membuat satu kerangka tanpa jeda.
"Siapa yang bisa, ya."
"Apa yang bisa?" Ponsel Raden jatuh, kaget karena satu suara menginterupsi secara tiba-tiba.
"Astaga! Kaget gue, Mit. Ngapain sih dateng tiba-tiba kayak gitu." Omelnya.
Mitha mana tau sih kalau kedatangannya bisa bioin Raden kaget, padahal suara sandal swalow hijau yang dipakai sudah menapak dengan suara kencang. Akal-akalan Raden aja yang bilang kaget karena dirinya, padahal mah emang kagetan.
"Apasih."
Mitha duduk tak jadi di samping Raden, ia memilih duduk di single sofa, mengambil makaroni pedas dan mulai memakannya. Sementara Raden mulai menghampiri Mitha, menunjukan layar ponselnya yang masih menampilkan berbagi vidio tutorial.
"Bisa bikin ketupat nggak?"
"Hah?" Kepalanya mendongak, melihat muka sombong Raden diatasnya, "Ketupat? Tinggal beli aja."
"Dimana? Kalo ada yang jual juga udah gue beli dari tadi."
"Nggak ada ya?" Mitha berpikir, adakah yang menjual ketupat di hari seperti ini. "Yaudah bikin."
"Bikinin ya."
Enak aja! Mitha disuruh bikin ketupat, itu nggak gampang. Asal dia tau kalo bikin ketupan punya caranya tersendiri, mulai dari pemilihan daun supaya ketupat nggak berwarna merah, isian beras yang akan di rebus sampai waktu memasak.
"Ogah. Susah!"
"Yayaya, bikinin. Opornya biar Ibu aja yang bikin, lo bikin ketupat, ya."
Tangan Raden menangkup, berpindah posisi jadi jongkok di depan Mitha, "Gue lagi pengen banget makan ketupat, lebaran kemaren gue nggak makan ketupat soalnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Impossible [end]
Teen FictionSahabat katanya? Adakah pria dan wanita yang sahabatan selama bertahun-tahun tanpa melibatkan perasaan diantara mereka? Well, Paramitha Tribuana dapat dengan sombong mematahkan segala sesuatu yang mengatakan kalau bersahabat dengan lawan jenisnya...