Sudah satu minggu Mitha rawat inap di rumah sakit dekat tempat kerjanya, sudah beberapa hari pula kedua orang tua Mitha dan Raden secara bergantian menjaga dirinya Karena Raden tak bisa terus-menerus menemani Mitha. Raden pun punya kesibukan sendiri, kemarin ia sudah ambil cuti 3 hari full menjaga Mitha sampai kedua orang tua dan mertuanya datang.
Kedekatan mereka pun bisa dibilang semakin intens, mulai dari hal kecil sampai hal yang menjadi privasi Mitha harus ikut serta di campur tangani Raden. Contohnya seperti sekarang, Mitha yang masih belum bisa berjalan sendiri, mengharuskan dirinya dipapah Raden.
"Jangan ngintip! Gue colok mata lo kalo berani ngintip!"
"Yaelah, jangan ngintip. Gue bahkan boleh-boleh aja ngeliat lo full naked, Mit."
"Raden!" Jari Mitha mencubit tangan Raden yang memegang infus, gemas akan ucapannya.
"Sakit, Mit. Jangan kenceng-kenceng apa nyubitnya," Meringis pelan, Raden tanpa sadar sampai membalik tubuh menghadap Mitha, membuat dirinya melotot karena melihat satu hal yang sangat enak dipandang.
"Raden! Mesum!"
"Nggak mesum ini, gue nggak sengaja ngeliat suer! Lagian sih lo nyubit gue."
"Terus ngapain lo balik badan hah?!"
"Y-yya g-gimana." Salahkan Mitha yang nyubit Raden karena kesal, lagian ngapain coba nyubit-nyubit.
Mitha sampai marah seharian itu mendiamkan Raden dan baru mau berbicara saat kedua orang tua Mitha berkunjung guna memberitahu jalau mereka harus segera pulang ke kampung. Setelahnya Raden makin menjadi-jadi oleh tindakannya, berlaku seenak mungkin kepada Mitha, ya meski Mitha juga merasa teringani oleh perlakuan Raden.
"Den, biar suster aja yang gantiin perban gue."
"Ck! Kelamaan. Udah jamnya ganti perban ini, sekarang juga jam istirahat suster kali, lo kira mereka gak butuh istirahat apa."
Mitha merinding saat tangan Raden mulai menaikan dress yang ia pakai sampai sebatas paha atas. Mitha malu sekaligus takut karena Raden akan menggantikan perban di paha bagian dalamnya, padahal bagian itu nggak perlu diganti.
"Pake plester aja deh, gue nggak kuat angkat lagi." Alibinya supaya Raden nurut untuk pakai plester.
"Lah, dari tadi yang gantiin perban-perban lo, perasaan gue yang angkat-angkat deh, lo cuman duduk diem atau baring doang."
"T-tapi kan." Mitha menahan tangan Raden yang sudah melepaskan perbannya.
"Kenapa? Takut lo sama gue?" Raden menyeringa, persis seperti orang mesum padanya.
Mitha diam tak membuka suara saking gugupnya, ia tahu kalau hal seperti ini sebenarnya harus sudah menjadi biasa oleh pasangan suami-istri, tapi 'kan Mitha sama Raden bukan pasangan yang saling suka satu sama lain, mereka berawal dari sahabat dan berakhir menjadi pasangan seperti ini.
Canggung pun meliputi Mitha, rasa-rasanya Raden kayak yang udah biasa banget, padahal Mitha sendiri gugup parah sampe susah ngomong dan menahan napasnya tatkala paha kananya mulai diangkat pelan oleh Raden.
Jari jemari dingin milik Raden, kini menyentuh kulit paha bagian dalamnya, menyalurkan getaran aneh yang naik sampai ke permukaan wajah membuat desiran darahnya memanas dan berujung dengan wajah sampai telinganya jadi merah.
"Den... Pelan-pelan, nyeri banget."
"Sorry, sorry. Tahan bentar gue kasih salep sekalian."
Mitha hanya bisa meringis sepanjang waktu ketika Raden mulai mengoleskan salep sampai menutupnya dengan perban kembali. Kini tinggal bagian-bagian lecet yang harus di olesi salep supaya tidak ada bekas luka membandel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Impossible [end]
Novela JuvenilSahabat katanya? Adakah pria dan wanita yang sahabatan selama bertahun-tahun tanpa melibatkan perasaan diantara mereka? Well, Paramitha Tribuana dapat dengan sombong mematahkan segala sesuatu yang mengatakan kalau bersahabat dengan lawan jenisnya...