Tetap memutuskan untuk menjadi budak korporat dengan segala pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, membuat Wanita yang sedang duduk memangku laptop di ruang tamu itu memijat pangkal hidungnya.
Ketambahan dengan statusnya yang kini berubah menjadi seorang istri, membagi waktu dirumah dan di tempat ia bekerja sebenarnya nggak susah, tapi lumayan menyita waktu. Banyak yang harus ditunda untuk mengerjakan sesuatu.
Malam ini Mitha pulang lebih cepat, langsung membersihkan diri dan masak makan malam, setelah itu duduk di ruang tamu dengan memangku laptopnya. Ia belum selesai mengerjakan laporan tahunan dan revisi beberapa dokumen pegawai.
"Lho, udah balik lo, Mit." Raden baru saja pulang, menyampirkan jas pada bahu dan ikut duduk di samping Mitha, melirik ke isi laptop apa yang sedang di kerjakan.
"Besok gue ke luar kota, ada client yang make jasa WO gue." Katanya sambil selonjoran.
Mitha tak membalas, ia hanya memasang telinga untuk mendengarkan ucapan Raden. Saking fokusnya Mitha dengan layar laptop, membuat Raden pun ikut penasaran apa yang sedang ia kerjakan.
"Laporan tahunan belom selesai rekapan, ya."
"Astaga! Kaget gue, Den. Ngapain sih dibelakang gitu!"
"Penasaran nih, lagian fokus amat sama laptop sampe nganggurin gue ngomong."
Mitha bekedip, mata sayunya kini semakin dibuat ngantuk, padahal jam baru menunjukan pukul 7 malam. "Mending lo makan aja deh, gue mau selesein ini cepet-cepet."
"Lo gak ikut makan? Masa gue sendirian, berasa jomblo banget." Cibirnya sambil memutar badan, meninggalkan Mitha.
"Gue gak nafsu makan, lagi pesen cemilan juga buat ganjel perut."
Raden membentuk bibirnya seperti huruf O, tanpa mengeluarkan suara ia menuju ruang makan dan meninggalkan Mitha yang masih duduk fokus dengan laptop dipangkuannya.
Sambil menunggu camilan yang sudah di pesan, Mitha beralih membuka Spotify, mendengar musik sebentar mungkin bisa menghilangkan rasa ngantuk. Sampai habis memutar beberapa musik yang sedang trending akhir-akhir ini, bel rumah berbunyi menandakan kalau pesanan Mitha mungkin sudah sampai.
"Sebentar!"
Mitha bergegas memakai sandal jepit rumah secara asal dan mengikat rambutnya yang sedikit berantakan. Namun, saat membuka pintu, bukan abang pengantar camilannya, melainkan seseorang.
"Lho, Jasmine?"
"Eh, Mitha."
Mereka berdua saling beradu pandang, Mitha dengan pandangan kaget dan senyum ragu-ragu karena bertemu dengan sahabat semasa SMA nya dulu dan Jasmine dengan pandangan kaget tanpa senyum, hanya berwajah datar.
"Pesanan lo udah dat--- Lho, Jasmine? Ngapain malem-malem ke rumah aku?" Raden ikut menerobos keluar, berdiiri sejajar dengan Mitha di ambang pintu dan bertanya-tanya soal kehadiran Jasmine.
Lalu, apa tadi yang Raden ucapkan? Aku?
Oh, Mitha baru ingat kalau Jasmine yang juga mantan sahabatnya ini pernah berpacaran dengan Raden semasa kuliah dulu.
"Ah, iya. Ini aku mau balikin ini, punya kamu yang ketinggalan." Jasmine memberikan satu buah map sleting dengan ukuran sedang yang terisi hampir penuh di dalamnya.
Raden menerima map yang diberikan Jasmine padanya, "Oh! Ternyata ketinggalan, pantes aja dicariin gak ada. Makasih ya."
"Sama-sama. Aku pulang dulu."
"Eh tunggu." Melihat tangan Raden yang menarik pelan tangan Jasmine seraya menghentikannya, Mitha bertanya-tanya apakah mereka sudah saling berdamai atau belum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Impossible [end]
Teen FictionSahabat katanya? Adakah pria dan wanita yang sahabatan selama bertahun-tahun tanpa melibatkan perasaan diantara mereka? Well, Paramitha Tribuana dapat dengan sombong mematahkan segala sesuatu yang mengatakan kalau bersahabat dengan lawan jenisnya...