23 : Hampa

35 3 0
                                    

Kini Mitha benar-benar menyembunyikan diri dan masalahnya dengan Raden yang tak kunjung selesai, ia berusaha sebisanya memutar otak soal pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Ibu dan Mama saat sedang bertelepon menanyakan keadaan.

Mitha semakin dibuat hampa dan bersalah atas perbuatannya selama ini, harus kemana ia bercerita dan berkeluh kesah. Sudah hampir 4 hari pula Raden tak pernah kembali ke rumah setelah kejadian lalu, Mitha bingung harus memulainya dari mana.

Minta maaf? Sudah ia lakukan dan malah mendapat penolakan dengan segala ucapana yang menyakiti hatinya bukan.

Memberikan penjelasan? Bahkan Mitha tak mendapat space untuk berbicara saat itu karena Raden yang terlanjur emosi.

Ikutan silent treatment? Bisa ketauan masalahnya yang tak kunjung reda oleh Ibu dan Mama.

Berjalan mondar-mandir dengan ponsel yang menempel di telinganya, Mitha berusaha menghubungi Nopal alih-alih menghubungi Raden karena takut akan penolakan dan malah semakin memperdalam masalah.

Saat sudah memastikan kalau Raden sedang senggang dan berada di kantor, Mitha bergegas membuat makan siang dan akan mengantarnya secara langsung. Ia berniat akan memberikan penjelasan mengenai perubahan sikapnya yang juga ingin belajar menerima dan membuka lembaran baru dengan pernikahan ini.

"Halo, Pal. Masih di kantor 'kan?" Mitha berbicara santai pada asisten Raden karena katanya umur Nopal lebih muda di bawah Mitha.

Mitha mempercepat laju mobipnya saat Nopal memberitahu kalau Raden sedang ada konsultasi dadakan dengan clien, karena ia juga mendapat kesempatan mengulur waktu Raden yang akan makan siang.

"Iya ini udah mau sampai, bisa langsung ke ruangannya 'kan? Oke deh."

Turun dari mobil, ia langsung menaiki lift dari basement menuju ruang kerja Raden yang sudah di sebutkan Nopal. Karena baru pertama kali dirinya berkunjung kesini, sempat mendapat cegatan dari resepsionis yang melarang bertemu dengan Owner sebelum membuat janji temu.

"Dia rekan saya, Mbak. Udah buat janji juga kok."

"Oh baik, silahkan kalau begitu."

Nopal datang tepat waktu saat Mitha mendapat cegatan yang membuatnya bingung harus seperti apa, "Makasih ya, Pal."

"Nggak usah sungkan, Mbak." Tangan Nopal mengibas di depannya, mereka kembali menaiki lift khusus untuk menuju ke ruangan Raden.

Mitha baru menyadari kalau perusahaan Raden ternyata perusahaan yang cukup besar, karena hampir satu gedung ini diisi oleh para pegawai Raden. Ia kira Raden hanya seorang Owner Wedding yang perusahaan tak terlalu besar, pantas saja dirinya dimarahi habis-habisan karena membuat kacau catalog-catalog.

"Catalog yang rusak, masalahnya kacau banget ya, Pal?" Tanya Mitha membuka suara, penasaran juga se kacau apa.

"Eh--nggak juga kok, Mbak." Nopal mencairkan suasana dengan tertawa garing, "Paling ya gitu, bikin Bos begadang seharian buat ngejar semua deadline."

Dan Mitha kembali dibuat semakin bersalah mendengar penjelasan Nopal, kini tekadnya sudah bulat, ia akan meminta maaf kembali dna menjelaskan semuanya kepada Raden tanpa harus menimbulkan kesalah pahaman.

"Ngomong-ngomong tumben, Mbak ke sini. Kangen sama Boss ya?"

"H-hah, e-enggak kok. Saya mau minta maaf sama Mas Raden karena berbuat kesalahan besar, semoga aja di maafin ya, Pal." Senyum Mitha terukir, melihat satu pintu dengan tulisan di depannya nama Raden beserta jabatannya.

"Pasti, Mbak. Bos orangnya baik kok, dijamin langsung dimaafin, apalagi dibawain makan siang sekaligus. Kayaknya udah selesai deh konsulnya, tiranya kebuka tuh."

Wedding Impossible [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang