Paramitha rungkad!
Jatuh mengenaskan diatas brankar rumah sakit dengan kedua kaki di perban dan tangan kirinya dipasang gips. Mata sebelah kana Mitha bengkak, dahinya mendapat 5 jahitan dan kedua lutut serta sikunya lecet bukan main. Kini ia hanya bisa setengah duduk di ranjang rumah sakit karena ada staff dan karyawan yang sedang menjenguknya.
"Astagfirullah! Ngenes amat lo, Mitha." Serana diikuti oleh Bang Satria dan Mas Alan memasuki ruang rawat Mitha.
"Asek! Yang udah bersuami, enak amat sakit-sakit ada yang merhatiin." Bang Chan dengan rasa tidak manusiawinya itu menyentil perban yang membalut tulang kering Mitha.
"ASU!! Bang! Sakit woy lah. Akh! Ini tulang kering gue kecengklak! Nggak cuman di perban." Kesal Mitha, membuat Serana dan Bang Chan tercengan.
"Seriusan, Mit?! Gue kira hiasan dong. Sory sory."
Sera reflek menepak bahu Bang Chan, "Gila lo Bang! Mitha udah separah ini masih lo bilang gimick. Kebangetan!"
"Bukan gimick, Ser." Bang Chan melirik ngeri kedua perban di kaki Mitha, sedikit meringis setalahnya, "Kebanyakan perban soalnya."
"Ya lo! Gak liat nih tangan gue di gips, kaki kanan gue full perban, kaki kiri gue setengah di perban, pergelangan kaki gue bengkok, nih jidat glowing gue juga dapet 5 jahitan, belom lagi mata gue bengkak kanan-kiri! Masih aja kaga percaya. Dikira hidup gue isinya gimick doang kali."
Napas Mitha memburu, lelah menjelaskan letak lukanya supaya nggak disangka gimick lagi sama Bang Chan. Mitha emang kadang sudah drama, tapi kalo udah kelihatan separah ini, masa iya dirinya beneran disangka lagi nge gimick. Puncak komedi!
"Duh duh... Sabar Mit, gue takut lo ketambahan darting gara-gara Bang Chan gini." Sera berusaha menenangkan Mitha dengan mengipasi wajahnya dengan kedua tangan Sera.
"Kalo tensi gue ampe beneran naek, siap-siap lo Bang! Bayarin administrasi rawat gue."
Bang Chan terkekeh, membuat seisi ruangan ikut menggelengkan kepala. Mitha dan Bang Chan memanglah perpaduan panas, debat mulut sampai debat pilpres pun bisa mereka berdua ladenin kalau belum ada yang mau mengalah.
"Apa kabar?" Tanya Mas Alan.
"Mas bisa liat sendiri." Karena masih terbawa kesal oleh Bang Chan, Mitha pun membalas jutek.
"Sakit?"
"Pake nanya lagi! Den, jelasin. Gue capek ngomong."
Raden yang terpanggil pun melirik, "Sakit pake banget, udah hampir sekarat ini Mas. Kalau-kalau telat sedikit, beuh nggak tau lagi dah gue."
Mas Alan mengangguk dengan neneliti sebentar keadaan Mitha, ia meringis ngeri, bagaimana bisa hampir sekujur tubuh Mitha lecet-lecet cuman karena nyerempet pembatas jalan.
"Ini yakin, cuman nyerempet pembatas jalan? Kayaknya terlalu parah banget deh." Tanya Mas Alan penasaran.
"Nggak Mas, si Mitha ini nggak cuman nabrak pembatas jalan," Raden melirik Mitha dengan menahan tawanya, "Nyebur ke cor-cor an jalan yang masih basah juga."Bisiknya pelan di dekat Mas Alam.
"HAHAHA! seriusan lo?! Nyebur ke cor-cor an jalan juga?! Puncak komedi! Beneran nge-gimick lo, Mit?! Lawak amat hidup lo njir." Tawa kencang Bang Chan menggelegar karena ikut mendengar bisikan Raden tadi.
"RADEN! Kenapa dikasih tau sih! Ih malu gue!"
Sera yang masih ngipasi Mitha pun ikut tertawa tanpa beranjak dari duduknya, ia bahkan sampai menitikan air mata, lelah tertawa dan saking lucunya membayangkan bagaimana kejadian itu terjadi tepat di depan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Impossible [end]
Teen FictionSahabat katanya? Adakah pria dan wanita yang sahabatan selama bertahun-tahun tanpa melibatkan perasaan diantara mereka? Well, Paramitha Tribuana dapat dengan sombong mematahkan segala sesuatu yang mengatakan kalau bersahabat dengan lawan jenisnya...