Gadis berambut panjang

93 58 21
                                    

Satu minggu telah berlalu sejak Akira jatuh sakit. Siang ini, langit terlihat begitu gelap, angin berhembus dengan sangat kencang, suara para burung terdengar saling bersahut-sahutan. Di atas rooftop SMA Bima sakti, kini terlihat Akira sedang mengobrol dengan seorang gadis.

"Gimana hasil dari tugas lu?" Akira menyandarkan kedua tangan di pagar pembatas rooftop, menikmati setiap hembusan angin yang menerpa tubuhnya.

"Sejauh ini aman, Ra. Satu per satu bukti udah gue kantongi, lu tinggal bilang aja ke gue kapan harus publish semua bukti yang udah gue dapetin," jawab gadis itu, mengikuti Akira menikmati angin segar yang berhembus dengan kencang.

"Sabar, gue pasti bakal bilang ke lu kalo misalnya mau publish itu semua, tapi yang penting sekarang, lu masih tetap harus jalani tugas yang udah gue kasih, dan jangan sampai ada satu orang pun yang tau soal ini, paham?"

Gadis itu menutup mata dan tersenyum simpul. "Aman, Ra, gue pastiin gak ada satu orang pun yang tau soal ini, termasuk kakak lu sendiri."

Akira mengambil dua buah permen karet dari dalam saku celana, membuka satu permen karet itu, dan memberikan satunya lagi kepada gadis di sampingnya. "Bagus, kalo gitu, lu sekarang bisa balik ke kelas."

Gadis itu membuka mata, menoleh, mengambil permen karet pemberian Akira.

"Oke, lu juga harus cepat balik ke kelas, sebelum hujan turun," kata gadis itu, sebelum pergi meninggalkan Akira sendirian di atas rooftop.

Akira hanya diam, mengabaikan perkataan dari gadis itu. Ia menghela napas panjang, memejamkan mata, menikmati suara kicauan para burung yang seakan menyuruhnya untuk segera berlindung dari terpaan hujan.

•••

Di dalam kelas yang bertuliskan XI MIA 1, kini terlihat Alexia dan kelima temannya sedang duduk di bangku dekat jendela seraya melihat ke arah luar kelas. Mereka berenam mengobrol dan bermain permainan kartu untuk menghilangkan rasa bosan dari jam kosong yang sedang melanda.

Alexia menaruh kartu miliknya di atas meja, menatap langit yang semakin berubah menjadi gelap. "Akira ke mana, ya?"

"Coba lu telpon, Ci," saran Chika, menaruh satu kartu di atas meja.

Alexia membuka handphone, melihat nama sang adik yang tertera di bagian paling atas histori panggilan telepon. "Tadi, udah gue coba, Chik, tapi gak diangkat."

"Coba lagi, Ci, siapa tau tadi Akira gak denger pas lu telpon."

Alexia menghela napas panjang, mengangguk, dan segera menghubungi handphone milik sang adik. Ia mengetuk-ngetuk meja saat panggilan teleponnya tidak kunjung dijawab oleh Akira.

"Masih gak diangkat, Ci?" tanya Gaby, melihat wajah Alexia berubah menjadi khawatir.

Alexia menggelengkan kepala, kembali berusaha menghubungi Akira. Namun, usahanya itu sia-sia, karena Akira masih belum menjawab satu pun panggilan telepon darinya.

"Dek, jawab please, jangan bikin gue khawatir kayak gini." Alexia menggigit kuku jari telunjuk kanan, masih terus mencoba menghubungi sang adik dengan sesekali mengirimkan pesan.

Chika dan Gaby juga ikut mencoba menghubungi Akira. Akan tetapi, hasilnya tetap sama, Akira tidak menjawab satu pun panggilan telepon dari mereka. Sedangkan Hiro, Viko, dan Vino, mereka telah pergi meninggalkan kelas, berusaha mencari keberadaan Akira di seluruh area sekolah.

"Lu berdua sadar gak, sih, kalo Akira jadi agak berubah semenjak sembuh dari sakitnya," ujar Gaby, menaruh handphone di atas meja, melihat air hujan yang perlahan-lahan mulai turun membasahi bumi.

Rivalry Or RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang