Jadian?

39 20 42
                                    

Akira memarkirkan motor tepat di depan sebuah warung yang terletak di seberang Batara Senior High School. Ia turun, mencari keberadaan seseorang yang telah membuat hawa amarahnya meledak-ledak seperti sekarang ini.

Mata Akira terus mencari, hingga menemukan orang itu sedang berjalan keluar melewati gerbang sekolah.

Akira dengan cepat berjalan menghampiri, memiting leher orang itu dan membawanya pergi menjauhi area sekolah.

Akira memasuki sebuah gang kecil yang terletak cukup jauh dari area sekolah, kemudian menghempaskan tubuh orang itu ke dinding gang.

Akira berjalan mendekat, memberikan satu pukulan keras yang mengenai pipi kanan orang itu. Belum puas, ia kembali ingin mendaratkan pukulan, tetapi kali ini dirinya gagal, lantaran orang itu dengan cepat menghindar.

Bro, tenang, Bro. Lu kenapa?” tanya orang itu, mundur beberapa langkah, kedua tangan ia majukan untuk menenangkan Akira.

Akira berjalan mendekat, kedua tangan telah mengepal sempurna, hawa amarah benar-benar telah menguasai tubuhnya. Sekarang, tujuan Akira cuma satu, yaitu memberi pelajaran kepada orang di hadapannya itu.

“Tenang,” kata orang itu, masih berusaha menenangkan Akira.

“Angkasa Bangsat!” Akira menerjang tubuh Angkasa, melayangkan pukulan, tendangan, dan beberapa teknik bertarungnya.

Angkasa sudah tidak dapat menghindar, usahanya untuk menenangkan Akira tidak berjalan dengan lancar. Ia beberapa kali menangkis serangan yang dilancarkan oleh Akira, dan berbalik menyerang untuk mempertahankan dirinya.

Pertarungan antara kedua remaja itu benar-benar sudah tidak dapat dihindari, mereka berdua saling jual-beli serangan.

Suhu udara pada gang telah berubah menjadi sangat panas. Suara pukulan, erangan, dan umpatan memenuhi tempat tersebut.

Akira, walaupun tubuhnya telah dipenuhi oleh luka akibat pertarungan beberapa jam yang lalu, tetapi itu tidak menguras sedikit pun tenaganya. Ia masih bisa berdiri dan mengimbangi kekuatan yang dimiliki oleh Angkasa.

Kedua remaja itu saling berhadapan, memasang kuda-kuda milik mereka masing-masing. Deru napas terdengar memburu dari keduanya, kekuatan mereka telah mencapai batasnya. Namun, baik Akira maupun Angkasa belum ada yang mau berhenti.

Mereka berdua justru mengepalkan tangan, menyalurkan sisa-sisa tenaga pada satu benturan terakhir.

“Stop!”

Teriakan Rere terdengar, membuat kedua remaja yang beberapa jengkal lagi akan melakukan benturan terakhir menghentikan aksinya, dan melihat ke sumber suara. Di sana, kedua remaja itu dapat melihat, Rere, Indira, Safira, Sherly, Chika, Karin, dan Gaby sedang menatap khawatir ke arah mereka.

Mata Rere berkaca-kaca, tubuhnya bergetar sempurna, melihat wajah kedua remaja itu yang sudah dipenuhi oleh luka dan darah.

Rere perlahan-lahan berjalan mendekat, lalu memberikan pelukan pada tubuh Akira saat melihat cowok itu akan kembali menyerang Angkasa.

Please, udah, Akira. Aku mohon, berhenti.”

Hawa amarah yang menguasai tubuh Akira perlahan-lahan mulai menghilang. Namun, itu tidak bertahan lama, hawa amarah kembali muncul kala tadi ia melihat wajah Rere yang dipenuhi oleh plester luka.

Tangan Akira kembali bergerak, memberikan satu pukulan yang sangat keras ke wajah Angkasa.

Angkasa sontak terjatuh, tidak siap dengan pukulan yang diberikan secara tiba-tiba oleh Akira. Ia memegangi wajahnya, rasa sakit semakin merajalela, ditambah pusing pada kepala membuat Angkasa benar-benar tersiksa.

Rivalry Or RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang