"Ada berapa totalnya, Ci, Chik?" tanya Viko, seraya memakan roti rasa cokelat.
Saat ini, Alexia, Chika, Viko, dan Vino sedang berada di sebuah warung yang letaknya tepat di depan sekolah target mereka. Tujuan mereka tidak lain adalah untuk mengecek security dan CCTV dari sekolah itu.
"Lima puluh lebih," jawab Alexia, tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.
Vino mengarahkan kamera handphone ke gerbang sekolah, saat melihat sosok dari dua orang security yang menjadi incarannya. "Banyak juga, ya, CCTV-nya."
"Iya, hampir setiap sudut dan ruangan diawasi sama CCTV." Chika mencomot snack jagung, lalu memakannya. "Kalian berdua gimana? Udah kepikiran rencana?"
Vino masih terus mengarahkan kamera handphone ke dua orang security itu. Ia sedang mencari sudut yang pas untuk memotret keduanya. "Bentar, Chik, gue harus fokus, biar hasilnya bagus."
"Gak usah bagus-bagus, shit! yang penting mukanya keliatan jelas," ujar Viko, menoleh, melihat sang kembaran yang sedang berpose layaknya seorang fotografer profesional.
"Iya, Bang. Nah, udah kelar." Vino menurunkan handphone, lalu melihat hasil jepretannya.
Mendengar bahwa Vino telah selesai mengambil foto, Viko menggeser posisi duduk, agar lebih dekat dengan sang kembaran. "Mana? Gue mau lihat."
Vino menyerahkan handphone miliknya ke Viko. Cowok itu kemudian meminum jus jeruk, untuk menghilangkan rasa dahaga akibat terlalu fokus dengan aksi memfotonya.
"Gimana, Vik?" tanya Chika, seraya masih menikmati snack jagung di atas meja.
Viko diam sejenak, mengamati secara detail hasil jepretan Vino dengan tangan kanan memegangi dagu. Ia mulai mengingat mengingat pelajaran tentang cara mengetahui sifat manusia melalui bentuk wajah.
Setelah mengingatnya, Viko menjentikkan jari, dengan semangat berapi-api mengambil buku dan pulpel dari dalam tas, lalu menulis semua sifat dari dua security sekolah itu.
"Coba baca, Chik." Viko menyerahkan bukunya kepada Chika.
Chika mengambil buku milik Viko, mulai membaca kalimat yang telah ditulis oleh sang sahabat.
Mendengar Chika membaca tulisan dari Viko, membuat Alexia sontak mengalihkan pandangan ke arah Viko. "Sebenernya, lu tau kayak gini dari mana, sih, Vik? Perasaan kita gak pernah diajari soal ginian."
"Lu lupa, perasaan gue udah pernah cerita kalo gue diajari sama kakek gue." Viko mencomot snack jagung milik Chika. "Tapi, menurut gue itu gak seratus persen bener, ada banyak orang yang gue temuin, dan gue gak bisa baca sifat mereka."
"Lah, terus percuma, dong, lu nulis kayak gini," kata Chika, menunjuk tulisan yang tadi telah dirinya baca.
Viko menggelengkan kepala. "Nggak juga, Chik, setidaknya gue jadi tau harus ngelakuin apa buat nge-counter mereka."
Chika mengangguk-anggukkan paham.
"Vin, lu juga bisa baca wajah orang?" tanya Alexia, menoleh ke arah Vino.
"Nggak, gue gak mau, waktu Kakek mau ngajarin soal itu," jawab Vino.
Chika mengerutkan kening seraya kembali mencomot snack jagung. "Kenapa gak mau?"
"Males aja, belajar kayak gituan ngebosenin, Chik. Ditambah, kata Bang Viko itu gak seratus persen bener."
Alexia kembali memfokuskan diri pada layar laptop, berpindah lokasi ke gedung sekolah lainnya. "Chik, bisa tolong handle CCTV di gedung satu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivalry Or Revenge
Teen Fiction‼️ ATTENTION ‼️ CERITA INI MENGANDUNG BEBERAPA KATA-KATA KOTOR YANG TIDAK DISENSOR. Streber dan Strano adalah dua organisasi yang memiliki rivalitas tinggi dari generasi ke generasi. Kedua organisasi itu tidak pernah akur dalam hal bisnis maupun di...