“Dek, bisa tolong hubungi Akira gak?” Karin melihat sebuah mobil yang sedari tadi mengikutinya melalui spion, menambah kecepatan untuk kabur dari bayang-bayang mobil itu.
“Bisa, Kak, emang kenapa?” tanya Sherly, menatap sang kakak dengan kening yang mengerut.
Karin mengamati jalanan di depannya, mencari cara agar dapat terbebas dari bayang-bayang mobil di belakang. “Liat ke belakang, itu mobil dari tadi ngikutin kita. Tolong kasih tau Akira buat ngirim bantuan.”
Mendengar itu, Sherly dan sang ayah sontak melihat ke arah belakang, dan benar saja, mereka berdua dapat melihat mobil yang dimaksud oleh Karin.
Sherly dengan cepat mengambil handphone dari dalam tas, membukanya, mencari nomor Akira dan mengirimkan sebuah pesan suara kepada cowok itu.
“Mereka orang-orang suruhan teman bisnis Ayah,” ujar pria itu, masih terus melihat ke arah belakang dengan raut wajah yang sudah pasrah.
“Ayah tenang aja, Karin janji bakal nganter Ayah selamat sampai tujuan,” kata Karin, kembali melihat ke spion mobil.
Setelah Karin mengatakan itu, suara handphone Sherly berbunyi, membuat sang pemilik sontak membuka dan melihat nama ‘Kak Akira’ yang tertera pada layar sedang menelepon dirinya.
“Halo, Kak,” kata Sherly, setelah mengangkat panggilan telepon tersebut.
“Posisi lu sekarang di mana?” tanya Akira, suaranya terdengar sangat serius.
Sherly melihat ke kanan dan kiri, mencari sebuah patokan yang dapat dia pakai untuk menjawab pertanyaan Akira. “Ini, Kak, di taman deket pasar lama.”
“Tujuan lu mau ke mana?”
“Bandara, Kak. Gue sama kak Karin lagi nganterin ayah,” jawab Sherly, ikut melihat mobil di belakang mereka.
“Oke, kasih tau Karin, suruh dia muterin area bandara dari sisi kanan, gue sama anak-anak tungguin di sana.”
“Siap, Kak.” Sherly memasukkan handphone ke dalam saku baju saat panggilan telepon terputus, lalu menatap ke arah Karin untuk menyampaikan pesan dari Akira. “Kak, kata kak Akira suruh muterin bandara dari sisi kanan, nanti dia sama anak-anak nungguin di sana.”
“Oke, makasih infonya.”
Karin menambah kecepatan, menyalip beberapa kendaraan yang sedang melaju di depan. Ia juga sesekali melihat spion, masih terus berusaha melepaskan diri dari bayang-bayang mobil yang mengikutinya. Namun, usaha Karin tidak membuahkan hasil, pengendara mobil itu masih dapat mengimbangi kecepatannya.
Karin menghela napas, kalau sudah seperti ini, ia hanya bisa bergantung pada Akira dan anak-anak Streber. Karin membelokkan mobil ke jalanan yang dimaksud oleh Akira, kembali menambah kecepatan untuk mencari keberadaan dari cowok itu.
“Kak, itu kak Akira,” kata Sherly, menunjuk ke arah beberapa orang cowok yang sedang duduk di atas motor milik mereka masing-masing.
Karin mengikuti arah tunjuk Sherly, ia menurunkan kecepatan, memberhentikan mobil tepat di depan beberapa motor yang sangat dirinya kenali. Karin membuka kaca mobil, melihat Akira berjalan menghampirinya.
“Mobil itu yang ngikutin kalian?” tanya Akira, menunjuk ke arah mobil hitam yang sedang dihampiri oleh beberapa temannya.
“Iya, Ra,” jawab Karin, melihat mobil yang sedari mengikutinya sudah dikerumuni oleh anak-anak Streber.
“Bisa lu jelasin gak mereka siapa?”
“Mereka orang-orang suruhan temen bisnis ayah gue, Ra. Ayah gue difitnah udah ngelecehin anak temen bisnisnya, dan dia sekarang jadi buronan buat dihabisi sama mereka,” jelas Karin, menatap wajah sang ayah yang telah pasrah dan berubah menjadi pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivalry Or Revenge
Teen Fiction‼️ ATTENTION ‼️ CERITA INI MENGANDUNG BEBERAPA KATA-KATA KOTOR YANG TIDAK DISENSOR. Streber dan Strano adalah dua organisasi yang memiliki rivalitas tinggi dari generasi ke generasi. Kedua organisasi itu tidak pernah akur dalam hal bisnis maupun di...